17.

89 74 4
                                    

Aku terbangun dengan badan yang lemas. Jarum infus sudah terpasang di tanganku. Alat pendeteksi detak jantung berbunyi nyaring di telingaku. Aku melihat sekeliling, tidak ada siapapun. Tentu aku bukan orang bodoh yang tidak tahu dimana aku berada, jelas ini di rumah sakit, namun kemana semua orang??

"Na? Udah bangun?? Ada yang kerasa sakit gak?" suara pertama yang kudengar. Kulihat kak Dimas baru keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan tangannya.

"enggak, kak. Venna gapapa" aku tersenyum kecil. Rambutku diusap pelan oleh kak Dimas yang saat ini duduk di samping ranjangku. Ia tersenyum damai kepadaku,

"kakak panggil dokter dulu ya biar di cek kamunya"

Aku hanya sanggup mengangguk dan menatap kak Dimas lemah. Tak lama setelah itu kulihat Bunda memasuki kamar diikuti dokter yang dulu pernah menanganiku.

Bunda langsung memelukku perlahan dan mencium keningku. Setelah itu, tubuhku diambil alih dokter untuk diperiksa. Macam macam serangkaian pemeriksaan dilakukan, aku hanya mampu pasrah dan sesekali memejamkan mata saat rasa sakit di dada dan di sekujur tubuh menyerang. Aku juga dipindahkan ke kamar rawat inap setelah dinyatanyakan membaik.

Entah obat apa yang dimasukkan oleh dokter dokter tadi tapi aku rasanya sudah mengantuk lagi. Aku melihat kak Dimas didekatku, aku tersenyum padanya, aku tahu pasti dia yang membawaku kemari tadi.

"VENNA UDAH BANGUN?????"

Suara nyaring terdengar dengan diikuti suara nafas yang memburu. Aku menoleh perlahan ke arah sumber suara dan kudapati teman kak Dimas bercucuran keringat sambil membawa susu kotak dingin, aku tersenyum kecil.

"Tuh, na. Bilang makasih ke Janu yang gotong lu kesini"

"Halah, apasih. Venna badannya enteng gak kaya lo kali" ucapnya malu malu, aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil.

Tak lama aku tertidur sambil menyaksikan kak Dimas dan teman temannya bergurau di kamarku sambil memakan jatah camilanku dari bunda karena aku tidak nafsu makan.

Aku kembali terbangun karena ingin buang air, kulihat kak Dimas tepar di sofa dengan kedua temannya. Karena tenagaku sudah sedikit terisi, aku bangkit dari kasur dan berjalan sendiri menuju toilet sambil menuntun tiang infus.

Aku melihat pantulan diriku di cermin, sejak kapan aku beryambah berat badan? Muka ku sangat terlihat gendut sekarang. Kak Dimas sialan, gara gara dia sering menraktirku es krim aku jadi begini.

Selesai aku membuang ampas dengan susah payah, aku kembali ranjangku. Kak Dimas dan teman temannya masih sangat nyenyak tidur dengan saling bersandar padahal waktu menunjukkan pukul delapan malam, apakah mereka tidak pulang?

"Kak"

"Kak udah malem, gak pulang?" kak Dimas hanya menggeliat kecil dan malah bergeser memeluk kak Rio.

"Kak ih, besok gak kuliah? Bangunnn, kebo banget kenapa sih" ucapku dengan sedikit kekehan melihat posisi mereka yang saat ini saling memeluk.

Aku memotret mereka diam diam, dan tepat setelah bunyi potret dari ponselku mereka terbangun dengan panik dan malu. Aku tertawa kecil dengan tingkah mereka.

Akhirnya mereka pulang karena sudah larut, namun tidak dengan manusia jakung di depanku ini. Kak Dimas malah sibuk menyiapkan makanan dan obatku untuk malam ini.

"Kak, udah gapapa pulang aja, kan ada-"

"Bunda gak bisa jaga malem ini, ada lembur. Gue juga trust issue sama suster suster sini, jadi mending gue yang jaga"

"gak usah bawel lagi, ayo makan" ucapnya sambil memegangi sesendok bubur dan lauk di depan mulutku.

Lagi lagi aku hanya menurut, entah ia memakai dukun apa sehingga aku selalu luluh dengan perlakuannya.

Ravenna || Sejeong X Doyoung [END]Where stories live. Discover now