Exception

6-Money

Hari ini tepat seminggu setelah pertemuan Arga dengan Lika. Lika mengecek ponsel dengan resah karena belum pesan yang ia harapkan masuk belum ada juga. Ia melirik jam di layar komputer sudah mendekati waktu pulang. "Aku masih bisa nunggu sampai nanti malam sih, tapi kalau nggak juga berarti....ya udah deh," batin Lika. ia melanjutkan pekerjaannya dengan tidak bersemangat. Seharian ini ia juga tak melihat Arga sama sekali.

Saat Lika membereskan barang-barang karena akan segera pulang, tiba-tiba posel Lika berbunyi. Kening Lika berkerut saat melihat nomor asing di layar ponselnya, meski ragu namun ia tetap menjawabnya. "Halo? Ini Lika, kan?" terdengar suara yang ia kenal, seulas senyum muncul di bibir Lika, "Benar, Pak."

Malam ini juga Lika mendapatkan tugas pertama, Arga sebenarnya belum ingin memberi tugas namun Lika meyakinkan Arga jika ia sudah bisa bekerja mulai malam ini juga. Sebuah pesan masuk dari Arga berisi video yang perlu diedit oleh Lika. Tidak sampai satu jam video itu sudah selesai diedit dan dikirimkan ke Arga. Arga puas dengan hasil pekerjaan Lika. Ia punya waktu sebulan untuk menunjukan kemampuan dan profesionalitsnya, jika Arga puas maka Arga akan memakai jasa Lika untuk seterusnya.

22.20 Lika berbaring di kasurnya. Kamar yang ditempati Lika sekarang luasnya sama dengan kamar di rumahnya. Di Jakarta ini, ia tinggal di indekos milik sepupunya, Ayu. Ayu hanya membebani Lika biaya sebesar 50% dari biaya normal, itu pun atas paksaan Lika. Ayu juga adalah orang yang membuat Lika mengetahui sosok Arga karena Ayu memang gemar mencari tahu kaum sosialita Indonesia, termasuk juga gossip-gosip mereka.

"Pak Arga kenapa rajin banget nerima endorsement? Memangnya gaji dia sebagai Chief Marketing Officer kurang ya? Atau jangan-jangan banyak hutang kali ya dia?" pikir Lika. Nesiafood memiliki beberapa anak perusahaan, enam di antaranya terdapat nama Arga pada jajaran direksi dan komisaris. Atas dasar itu lah, Lika sangat ingin tahu alasan Arga sebenarnya menjadi influencer karena Lika yakin pasti bukan tentang uang.

Pada awal-awal ia menemukan Arga di sosial media, ia heran dengan postingan Arga yang dipenuhi endorsan terutama makanan. Saat itu ia sudah tahu identitas Arga sebenarnya, jika tidak mungkin ia hanya mengira Arga adalah mas-mas selebgram biasa. Ia mengira feeds Arga akan dipenuhi foto-foto liburan di berbagai negara dan macam-macam foto estetik yang sarat akan kemewahan, namun yang ia dapati hanya foto-foto biasa seputar kegiatan Arga.

-

Arga kesulitan mendapatkan hasil foto yang bagus hanya dengan menaruh ponselnya di meja. Ia butuh seseorang untuk memotret tapi Frans, asisten peribadinya, sedang ia tugaskan hal lain yang lebih penting. Arga harus segera mengunggah foto barang yang akan ia promosikan karena jika ditunda maka belum tentu ia menemukan waktu yang longgar nanti. "Sekarang jam makan siang, hubungi Lika aja deh," kata Arga. Tak butuh waktu lama bagi Arga menunggu respon Lika, beberapa saat kemudian Lika sudah ada di ruangannya.

Selesai memotret Arga, Lika mempersilahkan Arga untuk melihat dulu hasil jepretannya. Sambil menunggu Arga, Lika memandang ke luar jendela yang menampilkan gedung-gedung tinggi dan jalan raya. Lika berjalan mendekat untuk melihat lebih jelas pemandangan dari lantai 27. "Kurang lebih kayak gini kali ya rasanya jadi raja jaman dulu pas lagi lihat-lihat rakyatnya dari balkon istana," imajinasi Lika mulai berkelana. "Kayaknya kalau malam bakal lebih bagus nih pemandangannya."

Sebelum imajinasi Lika berkelana lebih jauh, Arga memanggilnya "Lika," yang dipanggil pun menoleh lalu berjalan mendekat kepada Arga, "Bagaimana, Pak? Apa masih perlu foto lagi?" Lika memastikan.

"Ini semua bagus, saya sempat bingung mau posting yang mana," kata Arga sambil tersenyum, "Kamu udah makan, kan?"

"Sudah Pak," Lika ingin pergi namun sebelum pamit ia tertarik dengan buku yang terletak di meja Arga. Sekilas ia baca dari judulnya yang berbahasa Inggris, buku itu tentang keuangan dan investasi.