6.1

95 13 9
                                    

Rein's Story
🚄🚄🚄

Rein baru saja tiba di Pendopo Lawas setelah ia menyelesaikan pembayarannya pada driver ojek online yang ia gunakan tadi. Ia menatap angkringan yang sangat terkenal atau bisa dibilang viral karena sering dijadikan tempat live music oleh salah satu pendatang baru, Tri Suaka. Siapa yang tak mengenal sosok penyanyi lagu Aku Bukan Jodohnya ini. Bahkan lagu ini sering diputar oleh salah satu penyiar di radio resmi milik AU.

Beberapa hari sebelum Rein pulang ke Jogja, ia sudah memiliki janji untuk bertemu temannya di Pendopo Lawas ini. Bahkan ia sudah menghubungi pihak admin media sosial milik pendopo lawas untuk menanyakan jadwal penyanyi yang sedang naik daun itu. Gadis itu memiliki janji temu dengan Disti, sosok yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri. Meskipun awalnya mereka dipertemukan dari sebuah komunitas menulis. Tak disangka ternyata mereka berasal di satu kota yang sama.

Matanya menyapu di penjuru angkringan itu. Mencari sosok Disti diantara beberapa pengunjung yang bisa dibilang cukup ramai. Sudah rahasia umum jika jadwal penyanyi bernama Tris Suaka itu pasti pengunjung lebih ramai dari biasanya.

Gadis itu baru akan menghubungi Disti saat layar ponselnya justru menampilkan nama Disti. Ia tersenyum sebelum mengangkat panggilan itu.

"Rein sayang, maaf banget acara kita batal malam ini, ya. Anakku demam tinggi, aku nggak tega. Maaf ya, Rein. Kamu udah sampe, ya?" Bisa Rein dengar suara tangis anak perempuan Disti di sela ucapan perempuan dari seberang sana.

"Aduh, iya, Mbak. Rein baru sampe, nih." Sebenarnya Rein sedikit kecewa, tapi ia paham pasti Disti kerepotan sedari tadi sampai lupa mengabarinya.

"Oke nggak papa, say. Nanti ada kok yang nemenin kamu, kayaknya sih malah dia udah sampe."

"Loh, siapa? Aduh, kan nanti jadi canggung, Mbak."

"Itu lho, juniornya suami yang dari kemarin aku omongin. Udah kalian nikmati malam ini berdua, ya. Pedekate gitu. Nomermu udah aku kasih ke dia. Nanti kamu dihubungin sama dia kok," ucap Disti sebelum ia memutuskan panggilannya karena tangis anaknya yang semakin histeris.

Rein mendesah pelan lalu mencari kursi kosong diantara puluhan orang yang datang dan juga sibuk berpikir bagaimana nanti jika bertemu dengan junior suaminya Disti. Saat ia melihat kursi kosong yang tak jauh dari panggung, ponselnya berdering nyaring. Gadis itu mengernyitkan dahi, nama Biantara justru muncul di layar ponselnya. 

"Mbak, udah nyampe di pendopo lawas kan? Di sebelah mana?" Gadis itu melihat kembali layar ponselnya. Heran. Bagaimana lelaki itu tahu dia ada di Pendopo Lawas.

Apa Mas Tara ini temennya suami Mbak Disti ya? batin Rein.

"Oh, di dekat area ambil makan, Mas," jawab Rein seraya mencari sosok lelaki itu dari arah pintu masuk.

Rein melihat sosok tinggi dengan topi hitam serta jaket jin. Meski terlihat samar karena jarak, ia bisa mengenali sosok itu. Gadis itu mengambil ponselnya lalu menghubungi Tara.

"Mas, liat kiri!" ucap Rein seraya melambaikan tangannya. Tara pun balas melambaikan tangannya lalu memutuskan panggilan itu.

"Ambil makan dulu, yuk," ajak Rein setelah lelaki itu berada di dekatnya. Tara mengangguk. Ia pun mengikuti Rein mengambil menu makan juga beberapa camilan.

Setelahnya mereka menuju kursi kosong yang sayangnya terletak agak jauh dari panggung untuk live music nanti.

"Mas, kok bisa di sini?" tanya Rein setelah mereka duduk dan meletakkan makanan yang perempuan itu bawa.

"Disuruh Mbak Disti." Rein mendongakkan kepala. Mata mengerjap melihat Tara. Benar tebakannya.

"Jadi, Masnya itu junior suaminya Mbak Disti?" Tara menganggukkan kepala. Mereka pun tertawa dengan takdir yang tengah terjadi pada mereka. Siapa sangka ternyata mereka sedang dijodohkan oleh Disti dan suami.

"Udah kenal lama sama Mbak Disti?"

"Nggak juga, sih mas. Tapi juga nggak baru-baru amat."

"Kok bisa?"

"Hah? Apanya?" Rein menatap Tara dengan tatapan penuh tanya.

"Kenalnya."

"Ya bisa, Mas. Udah kenalan trus ketemu." Tara menggaruk lehernya yang tak gatal.

"Maksudnya, kenal dari mana? Temen apa?"

"Oh, kenal gara-gara masuk komunitas menulis, Mas. Eh ternyata satu kota. Udah deh, kenal deket. Udah aku anggep kakak sendiri." Tara mengangguk.

"Lha, Mas Tara ini satu kesatuan sama suaminya Mbak Disti?"

"Iyap, beliau senior saya. Juga saya anggap abang sendiri, Mbak. Soalnya kan saya jauh dari keluarga. Kadang suka numpang makan di rumahnya," terang Tara sambil memamerkan giginya. Rein menganggukkan kepala.

Takdir antara ia dan Tara memang unik. Ia bertemu lelaki ini tanpa sengaja. Siapa sangka sebenarnya ia dan Tara sudah dipertemukan oleh takdir sejak dulu. Sosok lelaki yang telah menolongnya atas tragedi sandal. Juga sosok yang diam-diam ia doakan semoga ia bisa bertemu kembali. Lalu ternyata mereka juga dijodohkan.

Rein tersenyum tipis saat mengingat takdir diantaranya dan lelaki yang kini duduk di sisinya. Ia sesekali mencuri padang ke arah Tara.

"Kenapa?" tanya Tara yang sedari tadi diam-diam mengamati Rein.

"Eh? Kenapa apanya?" jawab Rein gelagapan.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?"

"Oh, nggak papa, Mas" jawab Rein salah tingkah.

"Mbak, udah mau mulai tuh Tri Suakanya." Rein mengangguk.

Ia dan Tara pun menikmati lagu yang dinyanyikan Tri Suaka. Sesekali mereka bernyanyi bersama dengan sang penyanyi itu.

Malam semakin larut, sudah saatnya mereka pulang. Tara pun menawarkan diri untuk mengantarkan Rein. Karena Rein tak membawa helm, ia pun menemani gadis itu sampai mendapatkan taxi online.

"Mbak."

"Ya?"

"Saya mau minta izin."

"Untuk?"

"Boleh nggak saya sebut nama mbak dalam doa saya?"

"Hah? Maksudnya?"

"Mau saya ajak jadi teman hidup saya." Rein terpaku, ia menatap Tara serius.

Tepat saat itu taxi online pesanan Rein datang, gadis itu pun berpamitan.

"Saya serius, saya tunggu jawabannya segera."

🚄🚄🚄

Haii berjumpa lagi. Nggak lupa kan sama pasangan kali ini hehe. Mbak Rein-Mas Biantara.

Semarang, 25/3/22

City Series: YogyakartaWhere stories live. Discover now