1.2

156 19 0
                                    

Sotya's Story

📝📝📝

Sudah hampir akhir bulan tapi belum ada laporan masuk tentang royalti yang didapatnya bulan ini. Sudah berlangsung tiga bulan ia tidak menerima royalti sama sekali. Untuk penulis penuh waktu yang menggantungkan diri dari menulis, jelas hal itu membuatnya kepikiran.

Sotya Damara, sarjana tapi menjadi satu dari sekian yang susah mendapatkan pekerjaan. Suatu hal yang bagi banyak orang adalah sesuatu yang mustahil. Sarjana menganggur? Banyak lapangan pekerjaan di luar sana kalau mau berusaha! Pasti seperti itu yang ada di benak banyak orang. Apakah ia tidak berusaha? Bahkan ia pun pernah melakukan pekerjaan serabutan termasuk berjualan online. Tapi rezeki belum mendatanginya.

Di saat yang sama, Sotya yang hobi menulis terus menekuninya hingga akhirnya ia berhasil menghasilkan banyak karya dan beberapa di antaranya diterbitkan baik e-book maupun cetak. Akhirnya apa yang sebelumnya hanya sekedar hobi malah menjadi pekerjaan tetap dan utama. Sudah empat tahun ia menjadi penulis dan dua tahun sebagai penulis penuh waktu.

Setidaknya ia bisa membeli pulsa dan produk perawatan tubuh serta jajan sendiri, meskipun ia masih sedih belum bisa membahagiakan orang tuanya. Belum bisa membantu memberi nafkah seutuhnya. Apalagi kini pemasukannya defisit.

"Sotya, mau tak kenalin sama orang nggak?" tanya Anita, kakak sepupu tunggal buyut pada Sotya ketika pertemuan keluarga besar.

Sotya yang asyik menikmati kue spiku menoleh pada saudaranya itu.

"Aku ada kenalan lagi cari jodoh. Orangnya baik pokoknya. Nanti tak suruh hubungi kamu ya?" kata Anita semangat. "Tenang aja, dia udah kerja kok. Udah mapan dan siap menikah."

Sotya bingung hendak menolak tapi ia tak punya alasan jelas. Akhirnya mengangguk. "Kenalan aja kan?"

Anita mengangguk.

"Oke kalau kenalan aja." Mau bagaimana lagi?

Sejujurnya ia bisa dibilang agak trauma dengan sesuatu yang berbau perjodohan karena tak pernah berakhir baik. Ia pernah dihina secara halus oleh seseorang yang kebetulan berstatus duda kenapa di usianya yang matang belum menikah? Kalau jodoh bisa didapatkan dengan menjentikkan jari, ia pasti sudah menikah sejak lama, bukan? Lalu seseorang yang lain diperkenalkan padanya menjanjikan akan diberikan seluruh warisan asal ia mau membantu mengurus sawah. Ia yang seumur hidup tidak pernah ke sawah harus mengurus sawah? Lelucon yang luar biasa. Ada pula lelaki yang memiliki pekerjaan tetap tapi gajinya sangat kurang. Bagaimana mungkin ia bisa menikah jika seperti itu? Lelaki itu menghidupi diri sendiri saja masih kurang. Ia hanya realistis karena ketika menikah tidak ingin semakin menambah beban orang tuanya karena pendapatan suami yang kurang.

Orang bebas berpendapat tapi ini hidupnya.Meskipun ada rezeki setelah menikah tetapi ia sungguh belum siap seperti itu.Sebab baginya menikah adalah awal segalanya. Ia bukannya bermimpi harus memiliki suami seorang CEO seperti dalam banyak kisah,cukup lelaki yang bisa mencukupi kebutuhannya dan rumah tangga mereka. Kenapa jika seorang perempuan realistis ingin suami yang bisa memberikan nafkah cukup selalu dicibir sebagai perempuan materialistis, bagaimana dengan lelaki itu sendiri?Kenapa di usia sekian rezekinya hanya segitu?Apa saja yang dilakukannya selama ini? Beras dan listrik tak bisa dibayar hanya dengan janji. Minimal jika tak bisa membantu orang tua,setelah menikah tidak merepotkan mereka lagi dari segi keuangan apalagi jika orang tua juga hidup pas-pasan.

Pulang dari pertemuan keluarga, Sotya memilih tidur. Dan baru bangun kala azan asar berkumandang. Ia segera mandi dan wudu lalu salat.

Meninggalkan kamar usai salat, ia berpapasan dengan ibunya yang hendak keluar.

"Mbak, tadi Tante bilang ada lowongan kerja kalau kamu mau," kata Kurniati, ibu Sotya.

"Tante Nirmala? Iya sih tadi juga bilang," sahut Sotya bimbang. Ia bukan seorang fresh graduate dan bidang yang ditawarkan bukan yang dikuasainya. Hanya bermodalkan ijazah sarjananya belum tentu semua oke. Bukan ia pesimis tapi tawaran yang diberikan padanya bukan bidangnya meski rezeki tak ada yang tahu.

"Besok?" tanya Kurniati.

Sotya mengangguk.

"Ya sudah, siapa tahu rezeki." Lalu Kurniati ke teras untuk menyiram tanaman bunganya.

Sotya sendiri ke dapur untuk mencuci piring. Sembari mencuci pikirannya melayang. Dunia kadang selucu itu. Ia tak tahu salahnya di mana dulu saat fresh graduate, seluruh lamaran pekerjaannya tak ada satu pun yang diterima. Ketika akhirnya ada pekerjaan, itu pun di toko sehari penuh tapi gajinya kecil yang mana akhirnya ia terpaksa keluar karena ibunya tak setuju dan berharap ia bisa bekerja sesuai ijazah.

Awal sekali saat lulus, Sotya tak langsung kerja karena tak memiliki baju untuk bekerja. Ia hanya punya atasan putih dan rok span hitam yang digunakannya saat ujian kuliah. Kalaupun ada kemeja lain yang berwarna itu hanya dua. Masalah lainnya, tepat setelah wisuda, keluarganya sedang terkena musibah dan ekonomi yang taraf sederhana itu makin jatuh ke level miskin di mana makan saja susah. Sementara tempat yang menawarkan lowongan kerja cukup jauh dan ia tak memiliki motor. Terpaksalah ia melupakan tawaran pekerjaan-pekerjaan itu karena tak ada biaya transportasi.

Demi memegang uang, ia pun bekerja seadanya hingga terkumpul cukup uang untuk beli baju kerja yang layak dan transportasi. Namun, apa daya rezeki belum juga menghampiri. Sembari menunggu, ia berusaha menjadi reseller baju online tapi belum beruntung juga. Mungkin jiwa berdagangnya masih ciut. Akhirnya ia kembali bekerja serabutan.

"Memang aku bisa?" gumam Sotya pada dirinya sendiri. Baginya tak selamanya memiliki kenalan orang dalam di suatu perusahaan itu jalannya mulus ditambah ia tak ingin membuat malu orang tersebut akan kebodohannya. Sebab yang dipertaruhkan adalah nama baik orang tersebut. Jika gagal, orang tersebut akan tidak dipercayai lagi jika merekrut atau mengajak seseorang. "Halah, pusing! Maju salah, mundur tambah salah."

🚂🚂🚂

Sidoarjo, 10 Januari 2022

City Series: YogyakartaWhere stories live. Discover now