1.1

350 25 6
                                    

Haloo hai, kali ini membawa kan cerita baru. Sama seperti ROSC kali ini saya sama Mbak Berlin6 berduet kembali dengan cerita yang lebih ringan. Yaa loreng juga sih 😅. Semoga suka..

🚂🚂🚂

Rein's Story

"Makasih ya, Pak. Bayarnya udah di aplikasi ya, Pak."

"Iya, Mbak. Hati-hati di jalan, selamat liburan."

Gadis berpashmina cokelat itu tersenyum dibalik maskernya dan mengangguk. Setelah itu ia
menuju pintu masuk stasiun. Untungnya ia menggunakan aplikasi resmi milik KAI sehingga ia tak perlu check in manual.

Gadis yang tengah mengantri di area pengecekan itu bernama lengkap Linette Rein Dharmendra. Ia lebih suka dipanggil Rein dibanding Linette. Rein tersenyum saat sebuah melodi indah memasuki kedua gendang telinganya. Melodi penyambutan kereta yang ia dengar kali ini adalah lagu Caping Gunung.

"Ah, kangen banget sama lagu ini. Lama nggak naik kereta jadi kangen sama bel stasiun," ucap Rein pada dirinya sendiri saat telah selesai pengecekan dan melangkah memasuki area penunggu calon penumpang.

Dulu, ia tak paham ada melodi penyambutan kereta. Sepengetahuannya hanya sebuah lagu yang diputar di stasiun saja. Ternyata setelah berkali-kali menaiki moda transportasi ini ia baru paham bahwa itu adalah melodi penyambutan kereta. Melodi ini bertujuan menginformasikan datangnya sebuah kereta. Di Indonesia melodi penyambutan kereta menggunakan lagu daerah masing-masing yang bisa memunculkan rasa ngangeni (membuat rindu) bagi penumpang saat berkunjung ke suatu daerah.

Melodi penyambutan kereta yang Rein hapal tentu hanya di stasiun yang sering ia gunakan. Seperti saat ini, stasiun poncol dengan lagu Caping Gunung. Stasiun Tawang dengan gambang semarangnya atau dikenal Empat Penari. Stasiun Balapan Solo menggunakan Bengawan Solo. Yang terakhir tentu saja Stasiun Tugu dengan Sepasang Mata Bola. Melodi ini jugalah alasan Rein memilih pulang menggunakan kereta setelah absen pulang kampung hampir 5 bulan karena pandemi dan juga pekerjaannya sebagai salah satu tenaga kesehatan.

Perjalanan yang Rein ambil kali ini dengan menggunakan Kereta Joglosemarkerto ini menuju Kota Solo terlebih dulu, baru ia akan naik KRL menuju Jogja. Ia masih ingat dulu sering melakukan perjalanan serupa hanya berbeda di keretanya saja. Semarang menuju Solo menggunakan KA. Kalijaga lalu dari Solo ke Jogja menggunakan KA. Prameks. Sekarang ini Kalijaga dan Prameks sudah pensiun digantikan kereta lain.

Seperti yang tertera pada e-tiket milik Rein membutuhkan 2 jam 57 menit untuk tiba di Solo. Biasanya gadis ini akan memilih tidur. Membayar hutang tidur saat jaga malam tadi. Waktu yang sangat cukup untuk melepas kantuk yang sedari tadi sudah menggelayutinya.

Mata Rein masih terjaga saat masuk stasiun Tawang dengan lagu Gambang Semarang yang menyambutnya. Ia tersenyum seraya membenarkan posisi duduknya untuk bersiap tidur.

Setelah melalui perjalanan hampir tiga jam menggunakan Joglosemarkerto dan dilanjut dengan KRL selama satu jam akhirnya Rein tiba di stasiun tujuan terakhir, Stasiun Tugu Jogja.

Begitu kaki Rein menginjak lantai Peron lagu sepasang bola mata mengalun merdu mengiringi para penumpang yang turun dari kereta dan bergegas menuju arah pintu keluar. Mengiringi langkah kaki para penumpang turun dari gerbong dan menuju pintu keluar yang akan disambut hangatnya Kota Jogja. Pesona Jogja yang menarik semua orang untuk berkunjung kembali.

Rein meraih ponselnya untuk menghubungi sang adik yang akan menjemputnya. Ia akan mengabarkan bahwa dirinya sudah tiba di Jogja.

Gadis bernama Rein itu mendesah kecewa karena adiknya belum bisa datang menjemputnya. Masih ada keperluan di kampus. Hingga akhirnya Rein memutuskan menunggu sang adik di Malioboro.

Alih-alih memesan ojol Rein memilih berjalan kaki menuju area Malioboro. Jarak stasiun Tugu menuju malioboro hanya 550 meter ditempuh dengan jalan kaki atau hanya sekitat tujuh menitan.

Rein menelusuri jalan untuk pedestrian yang disediakan di Malioboro . Di Malioboro jalan ini sengaja didesain lebar dengan beberapa tanaman hijau yang menghiasi. Gadis itu disambut sebuah pos yang merupakan pintu masuk Malioboro yaitu pos zona 1. Pos itu ditandai dengan sebuah gapura warna hijau bertuliskan Zona 1 di sisi kanan dengan sosok patung prajurit keraton yang disebut bregada di sisi kiri dengan membawa thermometer juga ada sosok petugas Jogoboro yang mengawasi pengunjung Malioboro. Ia memasuki Malioboro sesuai protokol yang berlaku yaitu, cek suhu juga scan barcode yang tertempel di gapura hijau itu oleh Pemkot Jogjakarta.

Rein berjalan menikmati suasana Jogja dengan bersenandung kecil mengikuti lagu yang tengah diputar melalui earphone yang ia gunakan. Suasana yang jauh berbeda dengan terakhir kali ini pulang lima bulan yang lalu. Bahkan dulu ia sempat mengintip melalui CCTV jogja yang bisa diakses oleh semua orang di internet, Malioboro seperti kota mati. Para penjual dilarang berjualan dan semua toko tutup. Kini, ia bersyukur setelah ia sempat didiagnosa terkonfirmasi covid-19 bulan Juli lalu, ia masih diberi kesempatan menikmati kota Jogjanya tercinta dengan segala keramaiannya kembali. Jogjanya kembali hidup.

Hanya butuh 2 menit dari zona 1 di dekat hotel Inna Garuda menuju kedai kopi yang Rein sukai itu. Ia menatap jalan raya sebelum ia bersiap menyeberang. Ia mendesah kecil karena lalu lintas sore ini di Malioboro masih ramai terutama kendaraan roda empat, membuatnya susah menyeberang.

"Ayo, Mbak!" seru sosok laki-laki padanya yang ternyata berada di sisi kanan. Lelaki di sebelahnya ini menggunakan jaket jeans juga topi warna hitam tak lupa masker hitamnya. Sosok ini membantunya menyeberang jalan raya.

"Eh, iya." Rein pun mengikuti sosok laki-laki yang membantunya tadi.

"Makasih, Mas," ucap Rein begitu sampai di seberang jalan.

Lelaki itu hanya mengangkat jempol tangannya di udara lalu berjalan cepat mendahului gadis itu. Rein baru sadar lelaki itu menggunakan celana loreng yang sudah pasti menandakan bahwa lelaki itu adalah abdi negara. Gadis itu hanya tersenyum tipis mendapati kenyataan lagi-lagi bertemu dengan 'mereka'.

🚂🚂🚂

Semarang, 10 Januari 2022

City Series: YogyakartaΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα