5.1

96 14 42
                                    

Rein's Story
🚝🚝🚝

"Aduh, Vi!" Rein menghentikan langkahnya lalu menatap sepatunya yang tersangkut. Ia berusaha menariknya namun justru heelsnya patah dan juga tali sepatunya putus. Rein hanya mendesah lesu.

"Kenapa, Net?" Vio, partner kondangan siang itu juga berhenti lalu berbalik menatap Rein atau yang sering Vio panggil Linette tersebut.

"Sepatuku rusak," Rein mengangkat heelsnya yang sudah dalam kondisi rusak parah. Tidak mungkin bisa digunakan.

"Lha, terus gimana pulangnya?"

"Wah iya nih, gimana ya? Mana kita tuh naik motor lagi." Rein akhirnya terpaksa melepas kedua heelsnya dan hanya bertelanjang kaki.

"Mbak, kenapa?" sosok laki-laki berpotongan pendek berdiri di depan Rein. Sedang Vio sudah berlalu menuju motor mereka untuk mencari sandal namun nihil.

"Eh, anu. Sepatu saya rusak."

Sosok lelaki itu menundukkan badannya meletakkan sepasang sandal gunung yang Rein duga milik sosok lelaki ini.

"Pakai saja, Mbak." Rein menatap sosok lelaki itu. Ia mengerjapkan matanya. "Pakai, Mbak!" ulang sosok itu. Rein pun menurutinya lalu menggunakan sandal tersebut.

"Terus saya ngembaliinnya?" Pertanyaan Rein terputus saat rekan lelaki itu berteriak dari arah parkiran motor.

"Bawa aja, saya keburu pulang. Hati-hati pulangnya. Sampai jumpa, Mbak," ucap lelaki itu lalu berlari meninggalkan Rein yang bahkan belum sempat bertanya nama lelaki itu.

Rein menegakkan tubuhnya saat sebuah ingatan itu terlintas di kepalanya. Ia menoleh sosok yang duduk di kemudi. Tara sedang berkonsentrasi dengan keramaian di jalanan.

"Kenapa, Mbak?" tanya Tara yang masih sibuk mengendalikan SUV kesayangan Rein itu.

"Jadi yang di gedung serbaguna Adi Sutjipto dulu itu Mas Tara?" ucap Rein. Tara hanya diam. Tak ada jawaban lagi. Gadis itu hanya bersedekap lalu menatap jalanan dengan wajah kesal.

"Sudah sampai yuk turun. Saya jelasin nanti di dalam. Kita makan dulu ya," ujar Tara dengan lembut. Lelaki itu pun turun lebih dulu.

Rein yang hendak membuka pintu terkejut saat mendapati Tara justru berjalan memutar menuju pintunya. Lelaki itu pun membukakan pintu penumpang milik Rein. Rein hanya tertawa melihat tingkah lelaki itu.

"Kayak orang pacaran aja pake dibukain."

"Latihan," jawab Tara sekilas. Rein hanya tertawa mendengarnya.

Kedua anak manusia itu menyeberang jalan menuju Raminten Resto dari parkiran mobil yang kebetulan mereka dapat di gang seberang resto. Weekend membuat resto yang sering menjadi tujuan wisata para wisatawan ini tampak ramai bahkan terpaksa masuk waiting list.

"Waiting list nggak papa?"

"Nggak papa, itu udah pada dipanggilin masuk kok. Semoga nggak lama, deh," jawab Rein lalu duduk di kursi tunggu yang disediakan.

Tak perlu menunggu lama, selang beberapa menit nama Biantara dipanggil. Mereka pun beranjak ke meja yang diarahkan oleh pelayannya. Karena jalan sempit Tara memegang bahu Rein dari belakang. Menjaganya agak tak jatuh saat naik anak tangga yang sempit.

Setelah mereka berada di meja yang kosong, pelayan tersebut menyerahkan buku menu dan menyebutkan beberapa menu yang sudah habis. Untung menu yang diinginkan Rein tidak ikut disebut.

"Jadi, Mas itu cowok yang kasih pinjem sendalnya dulu?" tanya Rein saat mereka tengah menunggu pesanannya dibuat.

"Hmm, saya itu. Lupa ya?" Rein mengiyakan apa yang diucapkan Tara.

"Hehe, agak lupa sih, Mas. Udah lama."

"Iya, paham. Udah lewat beberapa tahun juga, kan?" Rein mengiyakan.

"Dulu, jujur saya sempet ngarep ketemu lagi sama Masnya," ujar Rein setelah keheningan menyelimuti mereka sejenak.

"Terus?"

"Ya, gimana ya. Saya lebih banyak di Semarang. Kayaknya gak mungkin ketemu sama Masnya lagi, deh."

"Kalau jodoh nggak ke mana kan? Meski dikasih jeda dulu," ucap Tara seraya tersenyum teduh, hal itu bisa Rein tangkap karena matanya pun turut tersenyum.

Setelahnya makanan mereka tiba, mereka pun sibuk menikmati makan malamnya menghentikan sejenak obrolan mereka.

"Sering makan di sini, Mbak?" tanya Tara saat makannya telah usai. Ia menatap Rein yang masih baru saja menghabiskan makanannya.

"Nggak juga sih, Mas. Kalo pengen aja. Ya kayak gini. Udah lama nggak ke sini. Kangen aja."

"Harga terjangkau untuk menu yang niat gini, ya. Enak lagi."

"Ini sih udah khasnya Raminten, Mas." Tara mengiyakan ucapan gadis di hadapannya.

"Pulang ke jogja berapa minggu sekali?"

"Tergantung, Mas. Dulu sebelum pandemi aku selalu pulang kalau libur, walau cuma dua hari off. Sekarang ini minimal sebulan sekali. Kalau lagi tinggi kasus aku bisa ndak pulang berbulan-bulan."

"Takut?"

"Aku megang pasien isolasi, Mas. Takut bawa virus ke rumah. Itu aja sih," jelas Rein. Gadis itu lalu meminum minumannya.

Tak lama, suara ponsel Rein berbunyi.

"Bentar ya, Mas. Saya angkat dulu." Tara menjawab dengan anggukan kepala.

"Halo, Mbak Disti."

"..."

"Jadi dong, bisa kan?"

"..."

"Oke, besok ketemu di lokasi ya, Mbak."

"..."

Tara yang tadi sibuk dengan ponselnya pun mendongak. Menatap Rein yang tersenyum.

"Sibuk ya kalau pulang?" tanya lelaki itu.

"Hehe, kalau ada waktu buat ketemu sama temen dan saudara sih kenapa nggak."

"Betul, menjalin silaturahmi."

"Eh, tadi temenku yang tadi nelpon itu suaminya juga kerja di tempat yang sama kayak Mas Tara."

"Lho, iya? Siapa namanya, Mbak?"

Rein terdiam seraya mengingat-ingat. Akhirnya ia hanya menggelengkan kepalanya.

"Hehe, lupa. Nanti deh saya tanyain." Tara tertawa kemudian mengangguk.

"Pulang sekarang?" tanya Tara setelah melihat beberapa menu makanan yang mereka pesan telah habis. Tara mengenakan kembali maskernya begitupun Rein.

"Boleh, yuk!" jawab Rein seraya berdiri.

"Nganterin saya bentar ndak papa kan, Mbak?" tanya Tara saat mereka menuruni tangga. Lagi-lagi Tara memegangi bahu Rein agar aman saat menuruni tangga.

"Nggak, papa kok."

"Hmm, sekalian tahu kontrakan saya. Kan biar tahu kalau nyariin saya di mana?"

Rein berbalik menatap Tara, "Hah?"

Lelaki itu hanya menaikkan kedua alisnya. Lalu mereka pun tertawa.

🚝🚝🚝

Haii,
Assalamu'alaikum, Mbak Rein dan Mas Tara kembali. Gimana udah berasa jalan-jalan di Jogja belum?

Semarang, 17/2/2022

City Series: YogyakartaWhere stories live. Discover now