4. 1

92 14 21
                                    

Rein's Story
🚂🚂🚂

Suara pintu diketuk membuat Rein yang masih mengumpulkan nyawa mulai sadar penuh. Sejak pulang dari acara berolahraganya tadi sakit kepala menderanya. Karena itulah ia hanya bergelung di kasur untuk meredakan sakit kepalanya.

"Mbak, jadi keluar ndak?" tanya Raihan dari balik pintu.

Perlahan ia bangkit dari tempat tidurnya menuju pintu kamar.

"Jadi, kenapa?" tanya Rein pada Raihan.

"Sendiri nggak papa, kan? Aku nggak bisa nganter, si Doni katanya udah jalan ke sini. Ngajakin ke Kafe ngerjain tugas," terang Raihan. Doni teman kuliah adiknya ini.

"Oalah, nggak papa. Aku berangkat sendiri. Mobilnya nggak kamu pake, kan?"

"Nggak, pake mobilnya Doni kok." Rein pun mengangguk.

Setelah Raihan berpamitan, giliran Rein yang bersiap untuk jalan-jalan malam. Harusnya ia ada janji temu malam ini dengan teman kuliahnya dulu. Sayang, pagi tadi Vega mengabarkan padanya bahwa  acara terpaksa batal. Agar ia tak kecewa, ia memilih menghabiskan waktunya meskipun sendirian.

Rein mengendarai mobil SUV putihnya dengan santai. Lagi pula ia tak diburu waktu. Dari rumahnya yang berada di wilayah Umbulharjo ia menjalankan mobilnya menuju salah satu Mall di Jogja yang berada di jalan Adi Sutjipto. Mall Ambarukmo Plaza atau biasa Rein dan masyarakat Jogja singkat dengan nama Amplaz. Mall yang bersebelahan dengan sebuah Hotel bernama sama.

Tak ada barang yang harus Rein beli, hanya ingin sekedar cuci mata kalau ada yang cocok baru gadis ini beli. Sejak ia bertahun-tahun bekerja di Semarang entah kenapa ia lebih suka berbelanja di Jogja.

Rein memasuki beberapa brand fashion yang memang tak ada di Semarang. Berhubung berangkat dinas sekarang dilarang langsung menggunakan seragam kerja melainkan menggunakan kemeja ala pekerja kantoran, ia pun mencari blus atau kemeja yang cocok untuknya.

Setelah mendapatkan yang Rein mau, gadis itu melangkahkan kakinya menuju lantai satu. Ia berkeinginan melihat jembatan penyeberangan orang yang sebenarnya sudah diresmikan sejak dua tahun lalu. Namun Rein justru belum pernah menginjakkan kakinya di sana.

Jembatan penyeberangan orang ini menghubungkan antara Ambarukmo Plaza dan Hotel Grand Ambarukmo yang berada di seberang jalan. Jembatan yang bernama Ambaramarga ini didesain lebih modern dibanding jembatan penyeberangan yang pernah Rein lihat dan juga ramah difable.

Rein melangkah di lorong jembatan. Lalu ia berhenti kemudian berbalik menghadap arah jalanan sisi timur dengan tulisan Ambarukmo Plaza yang menyala indah. Dari atas ia bisa melihat orang berlalu lalang serta beberapa orang duduk di tempat yang disediakan. Gadis itu terdiam menikmati pemandangan kendaraan yang melintas juga lampu-lampu jalan yang memperindah.

Gadis itu menarik nafas dalam. Matanya menatap jalanan yang ramai namun isi kepalanya melalang buana. Sebenarnya alasan ia pulang bukan hanya melepas rindu pada keluarga dan juga kota ini. Ada alasan lain. Ia menghindari seseorang. Sosok laki-laki yang cukup mengganggu dirinya. Bukan profesi sosok laki-laki yang Rein permasalahkan melainkan sikap juga perilakunya yang jujur sangat menganggu keseharian Rein. Bahkan jika sekembalinya ia dari Jogja, sosok itu masih mengerecokinya ia akan meminta tolong adiknya untuk memberi peringatan.

"Mbak Rein!" sebuah tepukan di bahu gadis berpashmina hitam dan terdengar namanya disebut membuat gadis itu sontak menoleh ke sisi kanannya.

"Loh." Gadis itu membulatkan matanya. Lagi-lagi tanpa sengaja ia berjumpa.

"Sendirian?"

"Iya, Mas. Lha Mas Tara sendiri? Sendirian juga?"

"Bareng rombongan temen, tuh udah duluan ke parkiran Grand Ambarukmo keburu makan mereka."

"Oh, parkir di sana. Lha ditinggal dong?"

"Hehe, ndak papa. Ada Mbak Rein kan?" Mereka hanya tertawa.

"Eh, Mas Tara jadi nggak ikut makan? Tak anterin aja po (ya)?" ujar Rein seraya berjalan ke arah Mall diikuti Tara.

"Nggak usah, kita makan aja gimana, Mbak? Eh, kalau Mbaknya mau sih?" Tara mengusap lehernya yang tak gatal. Sedang Rein hanya tertawa.

"Boleh, saya juga belom makan, kok. Rencananya mau balik mampir makan dulu," terang Rein bersisian dengan Tara.

"Mau makan di Mall apa di luar?" tawar Tara. "Eh, Mbaknya naik apa ke sini? Dianter? Taxi online?"

"Nyetir sendiri, Mas. Di luar Mall aja, ya? Saya kok pengen Raminten deh. Lama banget nggak ke sana."

"Boleh, yang di mana? Sleman apa Kotabaru?"

"Ngikut, enaknya mana ya? Saya seringnya Kotabaru, sih."

"Kotabaru aja, Mbak. Saya yang nyetir, ya!" tawar Tara pada Rein saat mereka tiba di basement. Mereka melangkah menuju mobil SUV milik Rein.

"Eh, saya aja, ndak papa, Mas."

"Nggak papa. Aneh rasanya disetirin cewek."

Rein dan Tara pun menuju Restoran Raminten yang berada di area Kotabaru. Rein akhirnya mau mengalah untuk menyerahkan kemudi mobilnya pada Tara. Sudah Rein jelaskan sebelumnya bahwa mobilnya bertipe matic dan Tara mengiyakan. Lelaki itu menjelaskan bahwa ia sering dimintai tolong Kakak perempuannya untuk menyetir mobilnya yang juga bertipe matic.

"Tapi, besok harus bisa manual lho, Mbak," ucap Tara tiba-tiba saat mereka berhenti di lampu merah.

"Kenapa? Dulu belajarnya manual kok, Mas. Review sebentar kayaknya bisa." Tara mengangguk.

"Kan bisa gantiin saya nyetir." Rein mengernyitkan dahi. Tak ada jawaban dari laki-laki di sisinya.

"Mbak, nggak inget saya, ya?"

"Hah?"

"Empat tahun yang lalu di parkiran gedung serbaguna Adi Sutjipto." Tara tersenyum melihat muka Rein yang kebingungan. "Diingat-ingat lagi!" imbuh Tara lagi juga pertanda percakapan mereka terhenti.

🚂🚂🚂

Hey, Hello..
maaf ya lama updatenya.

Jogja, 7/2/2022

City Series: YogyakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang