✙ SILENT MIDNIGHT ✙ : EPISODE 1

506 49 5
                                    

Hari yang tenang, ya sangat tenang. Anak-anak berlarian kesana kemari dengan senyuman yang lebar mengembang, perempuan paruh baya duduk diantara bangku yang disediakan di taman itu, menunggu anak-anaknya yang sedang asyik bermain.

Sangat bahagia, sungguh sangat. Ketika mereka masih menghirup udara yang bersih dan sejuk, tersenyum, datang ke pelukan hangat orangtua, menangis karena hal yang sepele, merengek meminta uang jajan-- bertengkar dengan anak lainnya.

Matahari pagi menemani aktivitas mereka, orang-orang sibuk berlalu lalang sesekali mengantarkan anaknya untuk menuntut pendidikan.

"Soviet, kau jangan bermain curang!" teriak anak lelaki dengan surai rambut full merah. Dia menggembungkan pipinya merasa kesal dengan teman yang bernama Soviet telah mengganti kartunya dengan yang lain, sehingga dia memenangkan permainan kartu itu dengan mudah.

"Aku tidak pernah curang, Reich. Kau saja yang bodoh, tidak bisa membaca taktik permainanku." Dia sedang berusaha membela diri dari tuduhan yang memang benar dari sang teman.

"Sudahlah, kau memang curang Soviet, jangan terus mengganggunya," ucap anak yang lainnya ikut terkekeh melihat perdebatan kecil diantara mereka.

Apa yang sedang mereka mainkan? Tentu saja bermain kartu remi, kalian sudah pasti tahu bagaimana cara memainkannya, mudah saja setiap kartu memiliki lambang yang berbeda-beda yaitu spade (sekop), heart (hati), diamond (wajik), dan club (keriting). Dan masing-masing jenis kartu remi terdiri atas 13 kartu yakni Jack, Queen, King, Ace/As, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 serta dua kartu Joker berwarna hitam dan merah.

"Kau selalu curang, aku malas bermain kartu lagi bersamamu!"

"Hey, hey, hey, Reich tunggu jangan marah."

Reich beranjak pergi dari tempat mereka bermain, dia sungguh sudah muak lagi-lagi Soviet tidak pernah bermain secara jujur, salahkan dirinya juga yang termakan ke jebakan yang sama.

Soviet sedang mengejar Reich, tidak disangka dia akan marah seperti itu. Ingin sekali Soviet menceritakan hal ini kepada kedua orangtuanya, Reich sedang merajuk gara-gara dirinya.

Saat hari cerah seperti biasanya, canda riang tak ada resah, lalu melihat benda ajaib melayang---

Lalu seketika...

"Oy Reich, aku minta maaf---"

Duar!

Suara ledakan yang sangat dahsyat muncul, rumah hancur seketika, tanah bergoyang cukup membuat suasana indah satu menit yang lalu menghilang bersama suara teriakan histeris yang mengundang orang berlarian kesana kemari.

"Soviet!" Reich berlari mendekati Soviet yang sedang menatap sekeliling, ada apa ini? Tiba-tiba sekali.

"Kalian, cepat lari anak-anak! Ikuti ibu." Seorang perempuan paruh baya dengan menggunakan baju seperti seorang guru mengiring anak muridnya yang menangis bahkan bergetar ketakutan.

"Soviet, ayo!"

Mereka ikut ke kumpulan itu, ikut berlari bersama dengan gurunya. Perasaan bingung dan takut bercampur aduk, Soviet masih diam seperti mencari seseorang. Lalu secara tiba-tiba dia menepis tangan Reich yang masih menggenggam eratnya.

"Apa yang kau lakuk--!"

"Ayahku-- Ayahku ada di kota sebelah!" potong Soviet dengan wajah penuh kekhawatiran.

"A-- Soviet, kita harus melarikan diri! Orangtuamu pasti akan selamat. Masih belum diketahui dimana ledakan itu terjadi, sekarang kita cari tempat persembunyian, sebelum bom yang lainnya datang!"

"Ledakan itu dari arah kota sebelah, Reich ... Dari arah kota sebelah!" Ketakutan Soviet menjadi-jadi, sang teman yang mendengar itu pun juga terkejut, bingung apa yang harus mereka lakukan, dan saat ini kedua Orangtua Reich pun tidak tahu bagaimana kondisinya. Tanpa memperdulikan wajah Soviet yang marah karena dia tiba-tiba menarik tangannya, Reich membawa Soviet ketempat yang aman.

Hingga bom kedua datang, bom itu tepat meledak di depan mereka-- gedung yang akan mereka jadikan sebagai tempat persembunyian.

Ledakan itu cukup hebat, membuat orang-orang yang sudah berada di gedung itu mati entah itu terkena daya ledak ataupun terhimpit bebatuan besar disana.

Reich dan Soviet yang berada cukup disana pun terkena dampaknya, mereka kepental cukup jauh oleh angin yang di sebabkannya, kepala Reich terbentur batu-- sedangkan Soviet baik-baik saja dia mendarat di tubuh Reich.

Satu detik, satu menit-- hingga lima belas menit ledakan itu sudah berhenti. Soviet bangkit dan mencari Reich yang sudah melepaskan pegangan tangannya.

"Rei ... ch?!" Ketika tahu siapa orang yang dia tumpaki, Soviet buru-buru menyelamatkan temannya yang sedang terluka.

"Reich, oy Reich!"

"Tolong! Siapapun tolong kami, Reich bertahanlah aku mohon, Tolong!!" teriakan sekuat tenaga yang dia kerahkan berhasil membawa beberapa orang dengan menggunakan baju militer lengkap.

"Ada anak kecil disini!"

"Bawa dia."

"Satu orang terluka!"

"Segera bawa mereka ketempat pengungsian!"

"Perintah dilaksanakan."

Pria paruh baya itu langsung menggendong Reich yang dipenuhi oleh darah, tangannya juga patah karena terhimpit batu. Tubuh Soviet bergetar hebat, dia tidak memperdulikan luka lebam dan kecil di seluruh tubuhnya, yang dia khawatirkan sekarang adalah keluarga dan temannya.

"Nak, tenanglah. Dia pasti akan selamat."

"Bagaimana jika tidak!" Soviet membentak orang yang menyelamatkannya, sungguh sangat lama mobil ini berjalan, beberapa luka serius Reich sudah di obati seadanya, agar darah tidak berceceran kemana-mana.

"Aku tahu kau sangat takut, tapi jangan biarkan kau terlarut dalam ketakutan, bisa-bisa kau gila."

"Kau masih kecil, ada kami disini yang akan menyelamatkan kalian! Percayakan semuanya kepada kami."

"Aku tidak tahu, bagaimana bisa percaya." Bukan saatnya menghibur orang lain yang sedang panik, walaupun Soviet belum menginjak remaja-- tapi dia tahu situasi.

Suara ribut terdengar dimana-mana, beberapa orang datang untuk menumpang juga, satu diantaranya adalah mayat yang sangat mengerikan mati dengan kepala yang hancur. Seorang perempuan menangis keras ketika melihat mayat hancur itu segera di tutup, dan diamankan.

"Ini sungguh mengerikan, sekejap-- hanya sekejap kota menjadi hancur lebur," ucap salah satu dari orang yang menyelamatkan Soviet dan Reich itu.

Soviet memegang tangan Reich dengan erat dan bergumam tidak jelas.

Pertolongan pertama sudah diberikan, sekarang Reich diantarkan ke rumah sakit yang aman.

Ternyata, kondisi rumah sakit pun sedang tidak baik-baik saja. Banyak sekali pasien dengan banyak luka di sekujur tubuhnya, bahkan ada yang menangis keras meminta agar sang rumah sakit menerima pasien lagi.

"Kami mohon, Dok."

"Tidak bisa, sudah banyak pasien yang mengantri-- kami tidak bisa menampung lebih dari ini."

"Lalu bagaimana nasib anakku? Sebentar lagi dia akan lulus kuliah, selama ini aku berjuang mencari uang untuk bisa membuatnya merasakan wisuda. Aku mohon hanya anakku saja!" Wanita paruh baya itu terus memohon agar mereka memberikan luang bagi satu orang lagi. Tapi tahukah kalian, seberapa banyak pasien yang ada di dalam dan berserakan diluar? Sangking banyaknya mereka tidak bisa menampung lagi jumlah orang.

Memang cuman satu, tapi yang memohon seperti itu banyak-- dari pada menghabiskan waktu melayani orang yang sudah mati dan hampir mati-- lebih baik mereka mengobati orang yang masih bisa di selamatkan.

Maafkan mereka, lebih baik kehilangan satu orang dari pada kehilangan ratusan orang yang akan membela wilayah ini.

TBC

N : Tidak ada maksud untuk menyinggung siapapun.

Fiksi semata.

✙ SILENT MIDNIGHT ✙ [revisi]Kde žijí příběhy. Začni objevovat