~ 35 ~

64 22 0
                                    

Flashback



"Jadi lo masuk sekolah ini jalur beasiswa?", tanya Melan pada Aera yang tengah menyeruput es jeruk miliknya. Aera, Echa, Melan, Isree saat ini tengah berada di kantin.

Aera hanya mengangguk. "Aku pernah denger, katanya jarang ada murid yang bisa bertahan masuk ke sekolah ini dari jalur donasi.", ucap Isree yang menarik perhatian Aera.

"Kenapa? Kok bisa?", Aera. Isree, gadis itu sangat lemah lembut dalam bertutur kata. Masih polos, pikirnya.

"Katanya mereka selalu dibully sama senior di sekolah maupun temen mereka sendiri.", jawab Isree dengan nada pelan.

"Hemm, gitu ya?", Aera tersenyum. Ia memikirkan jika selama ini dirinya tidak pernah dibully, malah menjadi seorang bullyers. Itu adalah caranya untuk bertahan di lingkungan sekolahnya dulu yang amat rasis.

Dia membully orang yang sering bersikap rasis, entah suku maupun kasta. Bisa di bilang pembully baik hati yang salah di artikan. Troublemaker, adalah sebutan untuk dirinya saat SMP.

"Jadi gue bakal dibully kalo sampe ada yang tau?", Aera nampak memikirkan sesuatu sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Iya, mending kamu rahasiain aja.", Isree.

"Emm rencana yang bagus.", ucapnya dengan senyuman smirk. Ketiga temannya bingung, rencana apa?

"Rencana?", tanya Echa dengan dahi berkerut.

Sedetik kemudian mereka terkejut ketika Aera berbicara dengan keras. "Gue kan masuk ke sekolah ini dari jalur donasi, mohon bantuannya ya!", ucapan Aera yang disengaja agar banyak siswa dan siswi mendengarnya. Benar saja langsung banyak murid yang berbisik-bisik setelah mendengar pengakuan Aera.

"Shht, lo gila?!", umpat tertahan Melan.

"Kamu sengaja ya?", Isree dengan panik sedikit menundukan wajah agar tidak ada yang melihatnya.

"Lo kalo cari masalah gausah bawa-bawa gue.", ucap Echa dengan nada kesal. Baru saja ia hendak berdiri, tangannya di tahan oleh Aera dan ditarik hingga terduduk kembali.

Aera tersenyum. "Lo ga perlu khawatir, gue bukan orang lemah kok. Gue bakal lindungi kalian kalo sampe ada yang berani macem-macem.", ucapnya yang mendapat tatapan ragu dari Echa.

"Lo upacara aja pingsan.", ketus Echa yang hanya mendapat tawaan dari Aera.

"Kalo tadi emang murni ga kuat, hehehe.", cengengesnya.



Brak! Seseorang menggebrak meja mereka menggunakan gelas minuman.

"Jadi lo murid donasi?", mereka menoleh ke arah perempuan yang terpasang bet kelas 12.

Langsung dapet mangsa kelas 12, ini sangat menyenangkan pikir Aera. Ia ingin menguji keangkuhan seperti apa yang ada pada kakak kelasnya ini.

"Iy-iya kak, nama saya Aera.", ucap Aera berlagak takut.

"Gue Quincy, banyak yang panggil gue ratu di sekolah ini.", ucapnya angkuh. Aera tersenyum sinis dalam hati.

"Lo mau gabung ke geng gue? Temen-temen lo juga boleh.", Quincy dengan senyuman manis yang mengejek.

"Tapi sebagai pembantu, gimana?", ucapnya di susul gelak tawa oleh teman-teman Quincy yang lain. Ketiga teman Aera memandangnya sinis, kecuali dirinya.

"Eumm yah, ga tertarik sih kak. Jadi babu ga di gaji kan rugi.", jawaban dari Aera yang membuat seisi kantin menjadi sunyi. Baru kali ini ada yang berani melawan Quincy.

Give Me Your ClarityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang