01. Bandara

Mulai dari awal
                                    

"Enggak usah dibawa apa-apa, mama cepat pulang aja dari RS-nya, jangan lama-lama," jawab Kiana sekenanya. Sedangkan mamanya hanya menghela napas pelan sambil memperhatikan Kiana yang jalan menuju piano di ruang tamu, dekat tirai rumah mereka yang panjang.

"Papa dua jam lagi flight balik ke Jakarta, kamu udah bales chat papa belum, mau dibawain apa dari Manila?"

Kiana membuka tutup piano dan kainnya, "Udah bales, gak mau, gak usah dibawa apa pun. Kenapa papa harus pake pesawat sih?? Kan ke Filipin udah bisa naik kereta, Ma??"

Suara Kiana sudah tak lagi datar. Dia menunjukkan kecewa, karena untuk pertama kalinya sejak malam itu, papanya menggunakan jalur udara untuk pergi ke luar negeri.

"Jalur darat juga bisa crash, Kia?? Semua udah diatur, di rumah diam aja juga bisa kecelakaan, kamu mau sampai kapan begini?" Mama Kiana sampai menghentikan pekerjaannya karena pembicaraan mereka.

"I hate travel accidents, Ma..."

"So does anyone like it, Na?"

"..." Kiana diam, tak lagi sanggup menjawab. "Trus kenapa papa gak bilang bilang kalau mau pergi pake pesawat? Kenapa gak ada orang yang pernah bilang dulu ke aku kalau mau pergi jauh sih??"

Mama Kiana berjalan ke bangku piano tempat Kiana sedang duduk, wanita itu lalu memegang dengan sayang rambut Kiana, "It's ok, bentar lagi sampe kok," ucap Mama Kiana lembut.

Mama Kiana menemukan leher Kiana yang sangat berkeringat, ia juga merasakan detak jantung anak satu-satunya itu yang bekerja lebih cepat.

"Sana minum dulu, terus tidur siang aja oke? Gak usah dulu latihan pianonya. Oh ya, baju kamu ganti, udah keringet banget." Atas instruksi sang mama, Kiana melihat keadaan tubuhnya sendiri yang penuh dengan keringat hanya karna percakapan tentang pesawat tadi, Kiana lalu menengadahkan kepalanya--melihat mamanya di samping. "Gapapa," sahut Mama Kiana seakan mengerti maksud tatapan itu.

Kiana menuruti perkataan mamanya tanpa kalimat balasan apa pun lagi. Tubuhnya terasa lelah, padahal Kiana tak ada melakukan aktivitas fisik berat hari ini, mungkin beristirahat sebentar adalah keputusan yang benar.

Namun setelah sampai di kamar, Kiana bukannya langsung merebahkan diri di tempat tidur, malah ia membuka jendela balkon dan menumpukan dagunya di sana, melihati atap-atap dan banyak pohon di lingkungan komplek mewah ini.

Sejuk.

Sore yang sejuk selalu membuat Kiana banyak berpikir.

Kiana tak lagi takut dengan Matematika.

Kiana tak takut lagi dengan cercaan anak kelas sepuluh SMA Tunas Bangsa.

Tapi...,

Kiana jadi takut dengan terbang.

Kiana takut pesawat.

Kiana takut berpergian jauh.

Kiana jadi benci hujan, padahal dari semua kejadian alam di dunia ini, Kiana dulu paling suka dengan hujan.

Dan semuanya terjadi bukan tiba-tiba tak beralasan. Orang-orang akan mengerti tentang hal tak masuk akal yang ditakuti Kiana, jika mereka mendengar sebab dari itu semua.

Rewrite My Heart 2 [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang