21. Alasan

24.9K 4.2K 160
                                    

“Sial, sial, sial. Gue telat.”

Kanya memberhentikan motornya di depan gerbang sekolah yang sudah ditutup. Pagi ini, ia bangun kesiangan karena tidurnya sangat pulas. Banyak yang sedang ia pikirkan, mungkin karena itulah ia kelelahan.

Kanya menghela napas dengan frustrasi. Ia melirik beberapa murid yang juga terlambat. Kemudian, ia turun dari motornya.

“Psstt, gue mau nanya dong.” Kanya menyolek lengan salah seorang murid perempuan yang terlambat. Gadis itu menoleh ke arahnya dan kemudian mengangguk.

“Ini kita gak pulang aja apa? Bukannya kalau gerbang udah ditutup, yang telat gak boleh masuk?” tanya Kanya.

Itulah yang dia alami dari sekolahnya di dunia nyata. Memang agak kejam menurutnya, namun cukup efektif untuk mendisiplinkan siswa.

“Emm, gak..? Nanti juga dibolehin masuk. Tapi yaa.. dihukum,” jelas gadis tersebut. Kanya mengangguk paham.

Gadis yang menjadi lawan bicaranya barusan terlihat sangat santai. Sepertinya ini bukan pertama kalinya dia telat.

“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam… Hari ini kok banyak sekali yang terlambat,” ketus seorang guru, yang sepertinya bertugas untuk mencatat siswa-siswa yang datang terlambat.

“Pak Satpam, tolong dibuka dulu gerbangnya. Habis itu anak-anak masuk, langsung ke lapangan.”

Kanya tidak bisa ingat siapa nama guru yang wajahnya galak itu. Tetapi, Kanya sempat melirik nametag-nya dan menemukan bahwa namanya adalah Pak Seno.

Kanya dan anak-anak lain yang terlambat mengikuti arahan dari Pak Seno untuk pergi ke lapangan, setelah gerbang dibuka oleh Satpam.

Matahari sudah mulai terik. Sehingga saat di lapangan, Kanya dan yang lainnya langsung kepanasan. Mereka mengeluh dalam hatinya. Namun, mereka tetap bergerak membentuk barisan sesuai perintah Pak Seno.

“Aduh, Bapak lupa ada rapat pagi ini.”

Setelah mendengar ucapan Pak Seno, Kanya langsung sumringah. Berharap beliau akan pergi begitu saja, dan memberi hukuman lain pada mereka.

Dijemur di tengah lapangan dengan siswa-siswi lain yang berlalu lalang membuat mereka menjadi perhatian, rasanya sangat tidak menyenangkan.

“Oh, gini aja… Mahendra!”

Ha?

Kanya menoleh ke arah si guru memanggil seseorang. Tadinya ia pikir guru itu mungkin saja memanggil ‘Mahendra’ yang berbeda dengan yang ada di pikirannya.

Namun, itu tidak mungkin. Tidak ada figuran yang boleh memiliki nama yang sama dengan pemeran utama kan?

Pak Seno benar-benar memanggil Mahendra. Iya, Mahendra. Si pemeran utama laki-laki yang ketiga. Kalau kalian lupa, Mahendra ini mantan pacarnya Kanya.

Kanya langsung merutuki dirinya sendiri yang datang terlambat. Akibatnya ia tidak sengaja berpapasan dengan Mahendra, yang belum pernah ia temui lagi sejak kejadian di parkiran. Ini akan menjadi sangat canggung.

Mahendra menghampiri Pak Seno yang memanggilnya dengan kebingungan. “Ada apa, Pak?”

“Tolong catat nama anak-anak yang telat ini, ya. Bapak harus menghadiri rapat,” titah Pak Seno, kemudian menyerahkan sebuah buku catatan yang cukup besar. Mungkin isinya adalah catatan keterlambatan siswa selama satu tahun.

“Pak? Saya sudah lepas tugas OSIS…”

Kanya mengulum bibirnya, menahan cekikikan yang hampir keluar. Entahlah, melihat ekspresi wajah Mahendra yang kebingungan dan ketidakmauannya untuk menerima perintah dari Pak Seno itu cukup lucu.

EXTRA'S HELP #TRANSMIGRASITahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon