6. Percikan

40.9K 6.1K 184
                                    

Kanya mengerjap-ngerjapkan matanya. Seluruh penglihatannya berwarna putih. Tidak ada suara sama sekali.

Namun kemudian terdengar suara-suara beberapa orang. Yang anehnya terasa sakit di telinga Kanya.

"DASAR KAMU PEREMPUAN GAK GUNA!"

"AYAH UDAH CUKUP! BUNDA KESAKITAN!"

"Sorry, Kanya. Saat ini gua belum bisa hidup sendiri tanpa bantuan Ayah."

"Kanya mau tinggal sama Bunda."

"Kamu masih anak Ayah. Kalau udah waktunya, kamu boleh kembali ke rumah ini."

"Aku gak perlu Ayah yang udah nyakitin Bunda."

Kanya menutup kedua telinganya rapat-rapat. Apakah ini bagian dari ingatan Kanya? Kenapa tidak ada sebelumnya?

"Kanya, maafin gua..."

"Gue benci lo, Karel. Gue harap gue gak akan pernah ngelihat wajah lo lagi. "

Kanya sangat ingin berteriak minta tolong. Napasnya terengah-engah. Rasanya kesal dan menyedihkan dia yang harus menanggung rasa sakit ini padahal dia sendiri bukan Kanya.

Tak lama setelah itu, pandangan Kanya menghitam.

. . .

Draka menatap gadis yang saat ini terbaring lemah di ranjang UKS dengan pandangan yang sulit diartikan. Sudah beberapa lama sejak bel masuk berbunyi, dan Kanya masih belum bangun juga.

Dia bahkan belum meminum obat karena masih pingsan. Petugas PMR juga hanya mengompres dahinya.

Draka melihat sejak tadi bagaimana gadis itu memucat, tubuhnya menggeliat, dan berkeringat dingin. Bahkan sudah beberapa menit lamanya sejak Draka menggenggam tangan Kanya yang bergemetar.

"HUAHHH!"

Draka terkejut bukan main ketika Kanya tiba-tiba terbangun dan langsung terduduk. Napas Kanya terengah-engah.

Draka hanya terdiam ketika Kanya kemudian melirik ke sekitarnya, mencari tahu di mana dia sedang berada. Sebelum akhirnya pandangan mereka bertemu, diikuti dengan pupil mata Kanya yang membesar.

"Lo ngapain di sini?" tanya Kanya. Niatnya mau bicara dengan sinis, tapi malah terdengar lemah.

"Nemenin lu," balas Draka singkat.

Tidak ada perubahan ekspresi pada raut wajahnya sehingga membuat Kanya mengerjap bingung. Yang bener aja Draka nemenin dia? Rasanya kok impossible.

Kemudian pandangan Kanya beralih pada salah satu tangannya yang entah kenapa terasa hangat.

"HEH! LO NGAPAIN PEGANG-PEGANG TANGAN GUE?"

Kanya langsung menarik tangannya yang bergenggaman tangan dengan Draka. Kemudian ia mengibas-ngibaskannya seperti sedang kepanasan.

Draka tersenyum tipis melihat reaksi Kanya yang berlebihan. Setelah dipikir-pikir olehnya, Kanya dan Isabella sangat berbeda. Jika Isabella akan tersenyum malu ketika Draka menggenggam tangannya, maka Kanya sepertinya bahkan tidak segan untuk meninjunya jika dalam kondisi yang baik.

"Ngapain senyam-senyum?! Lo modus ya?!" tuduh Kanya.

Draka menatap Kanya tidak percaya. Modus? Dia?

Sepertinya Draka ingin sedikit menjahili gadis ini.

"Padahal tangan gua yang ditarik terus dipegang erat."

Kanya membeku mendengar pernyataan Draka. Sementara Draka ingin sekali tertawa melihat reaksi paniknya.

"Lu... Lu bohong, kan?! Mana mungkin gue... Gue kan gak sadar?!"

EXTRA'S HELP #TRANSMIGRASIWhere stories live. Discover now