BAB X : SELAMAT TINGGAL NERAKA!

30 4 1
                                    

Tika Savitri Amanda

Pertama-tama, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan ketika merasa sedih dan batu-batu besar serasa menimpa kepalaku. Aku ingin bicara, mengatakan lelah letihku, keluh kesahku, perasaanku. Tapi, pada siapa? Dinding di sebelahku yang selalu membisu? Belati-belati yang seakan tersenyum kepadaku? Tapi dia juga bisu. Aku ingin bicara pada benda yang bisa bicara tapi diam mendengarkanku. Aku tak punya itu.

Semakin bertambah umur, aku banyak merasakan kesedihan dan stress, dunia seperti neraka-neraka tak berapi yang membakar batin tiap-tiap penghuni.

Kata mereka, "aku ingin sepertimu yang pintar", padahal aku ingin seperti mereka yang bisa bebas mengekspresikan diri. Tersenyum meski nilai ujian di bawah KKM, berlari-lari di jalanan ketika pulang sekolah, gibah, tidak memikirkan nilai berapa yang harus didapat besok. Mereka hidup di neraka yang disebut dunia, tapi kadang kupikir mereka berada di surga meski memuja-muja para kutu buku.

Andai aku tidak terlahir, rasanya lebih baik.

Dulu aku berpikir buku-buku yang selalu menemaniku, mereka satu-satunya temanku, mereka membuatku bahagia. Prestasi-prestasiku adalah buah hasil dari buku-buku yang kubaca. Tapi sekarang kupikir, buku-buku yang kubaca karena terpaksa bisa menimbulkan stress.

Dulu aku berpikir prestasi akademi adalah hal yang harus kuraih. Aku selalu mengatakan "akulah yang terbaik". Tapi setelahnya apa? Aku masih mengejarnya sampai lelah, sampai orang-orang lupa bahwa aku juga pernah jadi yang terbaik, sampai aku merasa apa gunanya prestasi-prestasiku dulu untuk sekarang jika perlakuan ibuku tidak berbeda.

Ibuku, dia kejam.

Orang-orang berpikir menjadi murid berprestasi adalah menyenangkan, karena bisa dikenal banyak guru, dipuja-puji orang, dan memiliki wawasan luas. Orang-orang selalu begitu, mengira kehidupan orang lain lebih mudah darinya. Padahal menjadi berprestasi adalah beban, melakukan target setiap waktu, menjaga penilaian orang lain tentangnya. Sebab sekalinya terjatuh, orang-orang akan bercerocos "aduh kamu kenapa? Kamu banyak main ya? Kok kamu udah nggak sepinter dulu? Blablabala". Aku seharusnya tidak mempedulikan perasangka macam itu, tapi pikiran dan batin tidak mau berhenti mendebat.

Jadi, sebenarnya aku merasa bosan dan sangat tertekan dengan kehidupanku. Ibuku sangat galak, setiap hari menyuruhku belajar di kamar bahkan mengundang guru privat yang sebenarnya tidak kusukai. Tidak ada wakti bermain bahkan saat ujian masih berjarak 365 hari.

Aku tiba di rumah pukul 17.00, belajar mengaji pukul 18.00, mengerjakan PR pukul 19.00, guru privatku akan datang pukul 20.00, kemudian pulang pukul 22.00, begitu seterusnya sejak aku SMP, bahkan ketika hari libur.

Ibuku tidak pernah mau mendengarkanku karena dia merasa apa yang dia lakukan benar. Selain itu, aku lebih baik diam daripada dia membentak-bentak diriku.

Aku benar-benar tertekan. Seperti tidak tahan lagi hidup di neraka yang menyiksa batinku. Kadang berpikir untuk pergi dari rumah, kadang berpikir untuk loncat dari jembatan sepulang sekolah, kadang berpikir untuk berunding kepada Tuhan agar 'mestinya dulu tak usah menciptakanku'.

Aku sangat lelah berlari-lari dengan ambisiku yang hampir habis di ujung tanduk. Dulu buku-buku bisa membuatku tertawa, sekarang tersenyum pun tidak.

Ambisiku menyisakan janji-janji ibuku. Aku suka negeri Gingseng. Ibuku menjanjikan akan berlibur kesana jika aku berhasil masuk salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia.

Drama Korea, musik Korea, aku menyukainya. Mereka adalah asaku untuk tetap tersenyum. Mereka bukan masa depan, tapi mereka juga tidak sesuram masa depan yang kupikirkan.

Setiap guru privatku menenteng tas lalu keluar dari rumahku. Itu adalah waktunya aku tersenyum. Memandangi apa yang kita sukai kadang membuat kita lupa betapa beratnya menjalani hidup ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 11, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AKU INGIN MATI TERSENYUMWhere stories live. Discover now