BAB V : AKU SEDANG INGIN SENDIRI

25 3 1
                                    

"Sial sekali. Kami mendapatkan lelaki terbodoh di kelas ini," kata Yanni.

"Jangan seperti itu. Lihat! dia ingin menangis," bisik Ummi.

"Lihat! Apa dia seperti pria? Tangannya sengat kurus seperti perempuan," sambung Gea.

"Jakunnya juga tidak ada." Yanni mengoceh lagi sambil menatapku.

"Aku sudah bergabung dengan kalian, ayo kita fokus saja pada tugas kelompok ini," kataku. Sejujurnya jika mereka bukan perempuan, aku ingin memukulnya dan mengata-ngatainya. Tapi kupikir tidak ada gunanya saja melakukan hal seburuk itu, mereka akan tetap iblis.

"Dengan terpaksa, kami akan melakukannya bersamamu. Daripada nilai kami zonk."

Kelasku saat ini adalah neraka, tapi kelompok ini adalah jahanam, aku akan menyebutnya lagi jika ada yang lebih buruk dari jahanam.

Setiap detik aku tidak bisa berpikir jernih, perasaan dongkolku mendominasi. Jantungku berdetuk kencang seperti akan jatuh secara bertahap. Ini bukan jatuh cinta, tapi karena aku duduk dengan iblis-iblis ini.

Tapi kami bisa menyelesaikannya meski aku lebih banyak diam, dan ketiga perempuan itu lebih banyak bergibah.

.

Pada pertandingan futsal hari rabu, sekolahku mendapat tamu lawan dari sekolah sebelah kecamatan. Jam pelajaran dikosongkan, murid-murid diarahkan untuk menonton dan mendukung Willy CS.

Aku duduk di tribun pojok kiri atas belakang gawang bersama Anhar. Para murid bernyanyi-nyanyi, berteriak-teriak mendukung tim kesayangannya, tapi aku merasa jengah kerena tim kami kalah dalam teknik permainan hingga terbobol 4 gol tanpa balas di babak pertama.

"Apakah itu yang bernama Willy? Kumis tipis dan hidung mancung?" tanya Anhar.

"Ya," kataku.

"Wajahnya seperti aktor."

"Dia memang tampan."

"Jika aku perempuan, aku akan menyukainya."

"Dasar Homo!"

Pertandingan itu ditutup dengan skor 2 - 8 untuk kekalahan tim sekolah kami. Semua murid keluar dari tribun dengan lemas, memegangi kepala seperti migrain, beberapa ada yang berkaca-kaca. Aku palah senang. Orang-orang seperti mereka tidak pantas bahgia dalam waktu yang lama, mereka harus merasakan kesedihan dan marah seperti yang tengah aku rasakan sekarang ketika berada di kelas neraka -kelas unggulan-.

Pada sore hari setelah aku mengerjakan tugas kelompok bersama Yanni CS, aku melihat Willy berjalan dari tribun futsal sembari menyeka-nyaka air matanya. Ia menggendong tas yang penuh dengan barang, tangan kanannya menenteng sepasang sepatu futsal, tangan kirinya mengenggam kaos seragam futsalnya, dan ia menangis dengan rengekan lirih. Ia terlihat menyedihkan, dan aku tidak tega melihatnya. Pasti dia sengat terpukul karena timnya kalah, padahal dia sudah berjuang susah payah.

Aku menghampirinya, dan menepuk pundaknya. Ia menoleh kepadaku dengan tatapan kesedihan, lalu aku tersenyum kepadanya. "Aku tahu kamu pasti sangat terpukul. Tapi kamu sudah berjuang keras. Lain waktu jika ada turnamen lagi, tim sekolah kami pasti akan bisa memenangkan pertandingan. Semangatlah!" ujarku.

Tapi tiba-tiba Willy berekspresi marah, seakan-akan air matanya berubah menjadi kobaran api, dan ia ingin menyemburku dengan api itu. "Pergilah Liv! Aku sedang ingin sendiri."

"Maaf, aku hanya ingin memberimu semangat-."

Lalu dia memukul wajahku hingga aku tersungkur ke tanah. Kemudian semuanya seperti remang-remang, Willy seperti bayangan kabut yang berlari dari pandanganku, dan langit yang jingga berubah menjadi gelap.

AKU INGIN MATI TERSENYUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang