28 - Last Chapter

49 12 1
                                    

"Kamu telat banget sih datengnya," ucap Lingga sambil berjalan mendekatiku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu telat banget sih datengnya," ucap Lingga sambil berjalan mendekatiku.

"Kamu menungguku?"

"Tentu, aku yakin kamu datang."

Aku lalu menatapnya tanpa bisa berkata-kata. Kemudian air mataku menetes. Aku terduduk di tanah sambil menutup wajahku dengan kedua tangan. Terdengar suara langkah Lingga mendekat ke arahku.

"Nawang?"

Sambil menangis aku berdiri, menghadap ke arah Lingga yang berada satu meter di depanku Lalu dengan cepat memeluknya begitu erat. Sampai-sampai Lingga hampir terjungkal ke belakang.
"Whoaa, santai," kata Lingga.

Terasa tangannya mendekapku dengan hangat, membalas pelukanku ini. Aku pendamkan wajahku di bahunya yang dibalut jaket biru. Wangi parfumnya masih sama. Aku menangis di sana, membasahi jaketnya dengan air mataku.

"Aku kira kamu nolak aku," ucapku sambil memangis terisak.

"Kamu udah baca tulisan di kertas merah itu, kan? Aku tepati janjiku. Jadi semuanya udah jelas. Kalau aku juga menyukaimu," ucap Lingga. Aku hanya mengangguk sambil melanjutkan tangisan haruku.

"Andai aku tau lebih cepat."

"Aku sudah menyukaimu sejak beberapa waktu lalu. Maaf karena harus menunggu lama, sampai-sampai kamu menyatakannya duluan. Andai aku lebih berani terus terang denganku, maaf karena aku payah."

Aku menggelengkan kepala. "Gak apa-apa, gak masalah, Lingga. Kamu gak sepayah itu kok."

"Tapi ada satu hal yang masih aku ragukan, bisa lepas pelukannya dulu?" pinta Lingga.

Aku lalu melepas pelukan, lalu menatapnya dengan wajah basah oleh air mata. "Apa?" tanyanya.

"Sebelumnya, ini harus dihapus dulu." Lingga mengeluarkan selembar tisu dan mengelap air mataku. Dari jarak sedekat ini, aku menatap wajah tulusnya.

"Apa?" tanyaku lagi yang tidak sabar ingin mendengar kata-kata darinya.

"Aku gak yakin kalau kita saling cinta, soal hubungan kita. Belum ada kepastian dan semua ini tak ada artinya kalau belum kupastikan. Jadi aku mau memastikannya sekarang," kata Lingga.

"Apa? Coba bilang, cepet!"

"Apa kamu mau jadi pacarku?" tanya Lingga sedikit kikuk.

Aku lalu tertawa kecil walau mataku masih berkaca-kaca. Pertanyaan macam itu? Setelah sama-sama menyatakan rasa suka kamu pikir aku ingin hubungan kita ini menjadi apa? Majikan dan anak buah?

"Jangan ketawa dong, aku jadi malu," kata Lingga.

"Kamu itu bodoh atau polos sih? Udah pasti aku mau jadi pacarmu, itu impianku sejak kelas dua," jawabku sambil tersenyum.

Lingga pun mengangguk beberapa kali. "Ya, ya. Rasanya hebat, terima kasih karena sudah mewujudkan mimpimu," ucap Lingga.

Tanpa berkata-kata, aku kembali memeluknya. Dan ia pun tak membalas pelukan, tangannya melingkar di punggungku. Rasanya nyaman, inilah yang aku inginkan. Berada di sampingnya. Kalau dulu aku hanya bisa mengikutinya dan melihatnya dari belakang, maka kali ini aku ada di dalam pelukannya.

Last Year (TAMAT) Where stories live. Discover now