0 - Prolog

159 39 15
                                    

Pernahkah kamu menyukai orang yang kamu temui di jalan pulang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernahkah kamu menyukai orang yang kamu temui di jalan pulang?

Sore itu, aku melangkah seperti biasa sepulang sekolah pada bulan maret di tahun pertamaku berseragam SMA.

Kala itu cahaya mentari sudah memudar, senja sedikit lagi tiba. Dengan rasa haus di tenggorokanku aku berjalan cepat di pinggir jalan yang sepi. Cepat-cepat mendekat ke vending machine. Tapi sayangnya mesin ini tidak mengeluarkan uang kembalian, hanya menerima uang pas.

 Tapi sayangnya mesin ini tidak mengeluarkan uang kembalian, hanya menerima uang pas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan wajah sebal aku mencari di segala sudut tas, saku dan dompetku. Benar-benar tidak ada uang kecil, sial.

Apa aku harus jalan kaki sambil menahan haus sampai rumah? Ini akan terasa mengerikan. Jalan masih panjang. Ah, sial sudah lima menit aku di depan mesin ini. Aku merasa ada seseorang berdiri di sampingku.

Lantas aku menoleh, dan mendapati sosok cowok dengan seragam sekolah yang sama denganku. Yang dengan ramah tersenyum saat mata kami saling bertatapan. Lalu dengan kaku aku membalas senyuman anak yang tak kukenal itu.

"Ada masalah?" tanyanya.

"Iya, aku gak ada uang kecil. K-kamu duluan deh, daripada kelamaan." Aku lalu menyingkir dan mempersilahkannya untuk menggunakan mesin itu duluan.

Aku duduk di kursi halte samping mesin minuman itu. Tetap mencari-cari uang kecil di beberapa tempat yang belum aku lihat, bahkan di buku pelajaran pun aku cari. Biasanya aku menyimpan uang di sana. Tapi tetap tidak ada.

Aku frustasi.

Mungkin harus kutahan rasa haus ini sampai rumah.

Sial. Sampai cowok itu selesai membeli minum, uangku belum juga ketemu. Hah, sudahlah. Menyebalkan, andai aku jadi unta. Pasti tak akan kehausan karena punya cadangan air.

Enak sekali ya jadi unta.

"Nih!" Tiba-tiba cowok itu mendekat dan menyodorkanku sekaleng minuman dari vending machine. Dia sengaja membeli dua untuk memberikan satu kaleng untukku?

"Hah?" Aku terdiam sesaat, hanya memandangi tangannya yang dengan ramah memberiku sekaleng minuman.

"Udah ambil aja, kamu gak ada uang kecil, kan?" tanyanya.

"Iya sih." Aku mengangguk lalu menerima kaleng itu dengan ekspresi wajah yang kaku. "Makasih ya," ucapku padanya.

"Sama-sama." Cowok itu membuka kaleng minuman miliknya, lalu mulai meminum sedikit dan mulai berjalan meninggalkanku tanpa berkata apa-apa lagi. Sementara aku yang baru pertama kali mengalami hal semacam ini hanya terdiam mematung.

"Oh iya lupa," gumamku. "Ini uangmu aku ganti!" kataku dengan suara sedikit keras.

Seketika suaraku menghentikan langkahnya, ia berhenti dan menoleh ke arahku. "Gak apa-apa. Gak usah," jawabnya sambil tersenyum.

***

Dia adalah anak dari kelas lain, satu angkatan denganku. Yang membuatku senang adalah ketika aku sadar kalau ternyata jalan pulang kami searah. Namanya Lingga, aku tahu dari nametag yang ada di seragamnya.

Selama setahun ini, aku selalu pulang bersamanya. Tidak, tidak benar-benar bersamanya sih. Maksudku aku berjalan sekitar sepuluh meter di belakangnya.

Sedangkan dia kadang berjalan bersama temannya, kadang sendiri sambil mendengarkan musik. Dan di belakangnya, aku selalu memperhatikannya, memandangi punggung dan rambut ikalnya.

Aku pernah melihat dia pulang dengan wajah kesal. Pernah juga dengan wajah sedih. Dia adalah moodbooster-ku.

Meski dia tak pernah menyadari keberadaanku, atau bahkan sudah lupa denganku. Gadis yang dia selamatkan dari rasa haus senja itu. Tapi aku tak pernah bosan melihatnya sepulang sekolah.

Kadang, kalau dia tersenyum aku jadi salah tingkah. Padahal dia senyum ke orang lain.

Ya, satu tahun di kelas sebelas SMA aku seperti penguntit yang terus mengikutinya dari belakang tanpa pernah disadari olehnya.

Mau bagaimana lagi? Jalan pulang kita searah. Dan lagi, aku tak punya keberanian untuk menyapanya.

Sampai akhirnya hari itu tiba, di bulan Juni yang panas oleh terik matahari. Aku naik ke kelas 12! Pas sekali ketika hari ulang tahunku, di tahun terakhirku di SMA aku mendapat kelas baru. Dan juga beberapa teman baru yang diacak dari kelas lain.

Tahu apa yang terjadi? Ada nama Lingga Dewangga di kelasku. Ya, di tahun terakhir ini aku berada satu kelas dengan cowok idamanku.

Seakan takdir memberiku kesempatan terakhir untuk mengenal dan dekat dengannya. Sebelum kami semua lulus dan berpisah, aku ingin sekali menjadi temannya.

Dan sejak detik ini aku bersumpah, aku berjuang demi dia. Aku akan berusaha mencuri perhatiannya! Demi cowok idamanku, di tahun terakhir masa sekolahku!

Ya, Nawang! Lakukanlah sebelum menyesal! Satu tahun lagi di masa sekolahku!

Kira-kira, apa aku bisa ya meraih cintaku di tahun terakhir masa SMA-ku? Ikuti terus kisahku ya!

- Nawang -

Last Year (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang