19 - Hari Penuh Perjuangan

30 10 5
                                    

Hari sabtu, kami kembali berlatih di aula

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari sabtu, kami kembali berlatih di aula. Karena pulang lebih awal di jam dua siang, kami jadi punya banyak waktu latihan sampai sore. Kak Ara terus mendorong kami untuk melakukan yang terbaik dan terus menjadi yang terbaik. Acha pun sudah membaik, meski masih terasa sakit dia sudah bisa menabuh symbal dengan benar.

Latihan langsung dimulai saat personil sudah lengkap. Lagi-lagi aku berhadapan dengan bilah besi marching bell di depanku.

Samar-samar masih terdengar suara para siswa yang berlomba-lomba keluar gerbang lebih awal. Meski begitu kami tetap fokus dengan suara instrumen kami masing-masing.

Aurel bersiap di depan sana untuk memberi aba-aba. Begitu juga aku, dupegang stik dengan erat dan siap bermain.

“Tiga, dua ....”

“Oke, mohon bantuannya,” bisikku kepada alat musik milikku sesaat sebelum latihan dimulai.

“Satu!” Aurel mulai melompat dan memutar-mutar tongkatnya. Kami semua serentak mulai bermain dan menciptakan harmonisasi yang indah. Aku bisa merasakan tiap-tiap instrumen yang ada bersatu padu. Sangat nyaman di dengar di telinga. Aku pun bermain sesuai ketukan.

Sekarang, suara dari depan gerbang sudah tidak terdengar lagi. Bertutupi dengan suara musik kami.

“Stop!” Kak Ara memberhentikan kami. Apa yang salah? Kudengar permainan kami baik-baik saja. Acha pun bermain sesuai dengan ketukan.

“Kamu, Nawang,” kata Anin.

“Aku?”

“Iya, coba lebih fokus lagi."

“Nawang.” Kak Ara memanggilku. “Coba lebih sinkron lagi ya,” ucapnya.

“I-iya, Kak."

Hah? Kukira aku sudah bagus, tapi Kak Ara masih saja protes. Apa yang salah ya? Musik pun kembali bermain. Kami kembali berlatih dan aku pun terus bermain sesuai ketukan, kulihat Kak Ara memasang wajah tak puas. Apa karena aku lagi? Tapi aku yakin sudah benar.

Tiap denting dari bilah besi terasa nyaman di telingaku. Kalau ada kesalahan, di bagian mana?

Sampai musik selesai, Kak Ara terus memasang wajah seperti itu. Aku pun jadi takut kalau ternyata memang permainanku tidak sesuai harapan.

“Nawang, kamu masih banyak salah. Ketukanmu terlalu cepat, nyadar gak? Semngat boleh tapi harus tetap konsentrasi.” Kak Ara kembali menegurku.

“Aku ngerasa udah bagus kok, sesuai sama ketukan,” jawabku.

“Gak cukup sesuai ketukan dan nada, kamu juga harus tau tempo. Hari ini penampilan kamu menurun lho. Gak fokus ya?”

“Fokus kok,” jawabku.

“Semangat gak?”

“Semangat, Kak!"

“Oke, mulai lagi!”

Last Year (TAMAT) Where stories live. Discover now