1 - Lembar Pertama

164 40 21
                                    

Dengan bangga aku keluar rumah dan menghirup aroma embun pagi yang teramat sejuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan bangga aku keluar rumah dan menghirup aroma embun pagi yang teramat sejuk. Aku memakai seragam putih abu-abu di tahun terakhir masa sekolahku. Patch di lengan kiri ku jadi pertanda di masa apa aku sekarang, kelas dua belas.

Itu yang membuatku bangga, tahun-tahun sulit di masa sekolah telah aku lewati. Kini tinggal satu tahun lagi. Kini aku adalah seniornya senior, tak ada yang lebih senior dari kelas 12 SMA.

"Tasmu gak ganti, Nawang? Itu terus," kata Ibu mengomentari ranselku.

"Enggak. Tanggung, seminggu lagi."

"Bu, Nawang berangkat ya," ucapku kepada Ibu yang sedang mengupas bawang di pelataran rumah.

"Assalamualaikum!"

Setelah berpamitan, aku mulai melangkah meninggalkan rumah, menghadap ke cahaya mentari pagi keemasan yang tampak bersinar dari balik gunung yang megah di kejauhan. Kakiku berjalan dengan tegas dari balik rok abu-abu panjang ini.

Setelah melewati jalan-jalan setapak dan juga rumah tetangga-tetanggaku, aku masuk ke jalan utama desa. Di mana hamparan sawah hijau menjadi pemandangan yang memanjakan mata, luas membentang sampai ke cakrawala. Masih ada sedikit kabut tipis menyelimuti, tak dipungkiri hawa dingin juga masih terasa.

Sesekali aku berpapasan dengan para petani yang hendak ke sawah bersama kerbau dan hewan ternak lainnya. Terkadang juga berpapasan dengan mobil-mobil bak yang membawa berbagai hasil tani.

Sambil memandang semua kegiatan pagi ini, tak terasa suara riuh anak-anak sekolah terdengar. Menandakan bahwa aku sudah hampir sampai ke sekolah. Beberapa anak berseragam sama denganku pun mulai lalu lalang. Aku masuk ke dalam sekolah dan segera menuju kelasku di lantai dua.

"Pagi," sapaku kepada siapa pun yang ada di sana.

"Pagi," jawab salah seorang teman sekelasku.

Aku duduk di tempat dudukku di posisi ketiga dekat dengan jendela, sehingga kadang kalau bosan aku suka melihat ke luar. Aku menaruh tas dengan rapi, sementara suasana kelas masih sepi. Beberapa anak sedang menyapu lantai.

"Tugas yang kemarin itu, kamu udah belum?" tanya seseorang dari arah belakang.

Aku menoleh dan melihat siapa yang ada di belakangku. Ternyata sosok laki-laki berambut cepak dengan wajah datar yang posisi duduknya memang di belakang kursiku. "Udah dong," jawabku.

Laki-laki itu bernama Rian, dia ketua kelas di sini. Kami sempat satu kelas di kelas satu, berpisah di kelas dua dan bertemu lagi di kelas tiga. Selama tiga tahun itu pula dia selalu jadi ketua kelas. Jadi jangan ragukan pengalamannya.

Last Year (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang