1. Mereka bilang, namaku Aksara Nada

Start from the beginning
                                    

Ah, iya ....

Aku ingat betul waktu itu.

Begitu dokter menemukanmu berdiri di depan cermin, dia langsung melakukan pemeriksaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Begitu dokter menemukanmu berdiri di depan cermin, dia langsung melakukan pemeriksaan. Juga melemparkan beberapa pertanyaan yang aku tidak tahu harus menjawab apa.

Apa aku mengingat sesuatu?

Apa yang aku rasakan?

Apakah kepalaku terasa sakit?

Saking bingungnya, aku hanya menggeleng dan mengangguk. Itu juga bisa dihitung dengan jari.
Karena, ketika menghadapi berondongan pertanyaan itu, aku lebih banyak bengong.

Lebih tepatnya, aku tidak tahu harus bereaksi apa.

Kenapa dokter tidak bertanya kenapa aku bisa berada di sana? Apa yang aku lakukan? Atau, setidaknya memberi penjelasan, kenapa aku bisa sampai ada di rumah sakit itu.

Namun, ternyata itu cuma ekspektasiku. Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh, dokter hanya memintaku untuk beristirahat. Setelah mengatakan hal tersebut, dokter keluar ruangan.

"Suster," panggilku kepada perawat yang tengah melakukan entah apa. "Saya ... kenapa?"

Suster itu menoleh dan menenangkan. "Nona Nada nggak apa-apa. Istirahatlah dulu. Jangan terlalu banyak berpikir. Kalau ada apa-apa, bisa panggil saya." Setelahnya, suster itu berpamitan.

Tepat saat itu, aku terdiam.

Apa katanya tadi? Nada?

***

Semua orang memanggilku Nada.

Pihak pertama tentu saja dokter dan perawat. Mereka selalu memanggilku Nada. Terkadang, Aksara Nada. Membuatku merasa aneh setiap kali dipanggil begitu.

"Saya bukan Nada," kataku, setelah mereka memanggilku begitu untuk ke sekian kalinya. "Nama saya Aria. Aria Laraswati." Aku mencoba menjelaskan.

Sebenarnya, aku tidak bermaksud mengucapkan hal itu. Refleks. Bentuk kebingungan karena situasi ini. Terutama, fakta bahwa aku terbangun sebagai orang lain.

"Nona, istirahatlah dulu. Dokter akan segera ke sini," Suster yang memeriksa keadaanku mencoba menenangkan.

Pada akhirnya, aku tidak mengatakan apa pun dan membiarkan suster permisi keluar. Begitu punggung suster tersebut sudah tidak tampak, aku dengan hati-hati turun dari tempat tidur. Melangkah menuju cermin.

Sekali lagi, aku menatap lama pantulan bayangan di sana.

Benar-benar bukan aku. Namun, jelas sekali itu aku.

Setengah jam berlalu dan aku masih sama: bingung. Tepat begitu aku kembali berbaring di ranjang, pintu kamar terbuka.

Dokter yang menanganiku.

Senyumnya tampak ramah. Namun, kali ini, dia tidak sendiri. Bukan dengan suster, tapi bersama dua orang yang asing.

Laki-laki dan perempuan. Usia mereka mungkin sekitar empat puluh ke atas. Aku menerka-nerka, mungkin mereka pasangan suami istri.

Just Like Magic [ON HOLD]Where stories live. Discover now