16. Lampion Merah

468 204 28
                                    


Meskipun banyak yang menentang keputusanku untuk bergabung dalam rencana menjebak Toni, tetapi aku tidak goyah.

Aku sudah memberitahu para sahabatku soal ini. Mereka juga waswas—itu wajar—tetapi mereka berjanji untuk ikut mendukungku. Namun Dewan Pengendali menentang keterlibatan pihak-pihak lain dalam rencana ini. Carl, Meredith, Tara dan Reo amat kecewa. Dalam hal ini, aku setuju dengan Dewan Pengendali. Tidak ada jaminan rencana ini berjalan mulus, dan aku tidak sudi membahayakan teman-temanku. Kalau sampai terjadi sesuatu pada mereka, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri. Mom sudah menjadi korban, aku tidak mau kehilangan para sahabatku.

"Kita bisa membantu, Jen," kata Carl, sehari sebelum acara Imlek itu.

"Ini terlalu berbahaya, Carl. Kalian bisa celaka."

"Kalau kita bisa celaka," Meredith memelototiku. "Terus elo gimana?"

Tidak ada jaminan bahwa aku juga akan selamat. Aku terpaksa beralasan Bu Olena dan Pak Prasetyo melarang Carl dan yang lainnya untuk ikut. Setidaknya aku yakin Carl dan para sahabatku tidak akan berani menentang Kepala Sekolah.

Harinya pun tiba. Dua jam menjelang acara, kami berkumpul di markas Dewan Pengendali untuk mendengarkan "strategi" jebakan ini. Aku ditemani Pak Prasetyo, Pak Yu-Tsin, Bu Olena, dan Ryuichi Sahara.

Kelihatannya seperti salah satu scene di film-film action Hollywood. Pak Pangestu menunjukkan berbagai diagram dan menempatkan beberapa gugus satgas di titik-titik tertentu. Area Monas yang akan jadi venue acara berbentuk persegi sempurna, sehingga mudah menempatkan pasukan di keempat titik sudutnya. Di bagian tengah, tepat di depan pintu masuk ke gedung Monas, ada panggung besar tempat berbagai acara dilaksanakan. Di depan panggung itu, ada dua deret kursi untuk para tamu VIP.

"Presiden sudah diberitahu soal ini," kata Pak Pangestu sambil menunjuk salah satu titik di diagram itu yang bertuliskan RI-1.

"Presiden tahu tentang para pengendali?" bisikku pada Ryu-san.

"Ya. Top secret!" angguk Ryu-san. "Segala bencana yang diciptakan Toni itu... media massa harus membuat berita untuk menjelaskan kejadian-kejadian itu sehingga tampak 'normal', dan pemerintah punya andil dalam 'mengaturnya'. Tapi untuk pengawasan para pengendali, sepenuhnya diserahkan pada Dewan."

"Presiden sudah setuju untuk tidak datang. Dia akan digantikan oleh seorang pengendali wujud," lanjut Pak Pangestu. "Begitu juga dengan para pejabat penting lainnya. Jadi kita tidak perlu khawatir menyelamatkan mereka."

"Bagaimana dengan Lucien?" tanya Bu Olena. "Siapa yang menjaganya?"

Pak Pangestu mengerling pada si wanita berwajah seperti tikus yang mengujiku saat Ujian akhir semester lalu. "Lorelei Singgih adalah pengendali listrik. Dia yang akan mengawasi Lucien. Kalau Lucien berniat kabur..."

Lorelei menyeringai sambil meregangkan jari-jarinya yang berkuku tajam. Petir-petir kecil melecut dari ujung-ujung jarinya.

Pak Prasetyo mengusap dahinya dan mendesah kecil. Bu Olena dan Ryu-san bertukar pandang, sorot mata mereka cemas. Aku tidak bisa membaca pikiran mereka tapi aku tahu persis apa yang mereka pikirkan. Lorelei si wanita tikus itu tidak punya perasaan. Aku tidak akan pernah melupakan apa yang dilakukannya saat ujianku tempo hari.

"Selanjutnya Anda, Jennifer." Sang ketua Dewan menunjukku. "Anda yang akan meringkus Toni. Tapi Anda dilarang keras bertindak tanpa persetujuan dari saya."

THE NEW GIRL 3: OBLIVION (TAMAT)Where stories live. Discover now