7. The Little Girl On Fire

470 204 22
                                    


Ternyata Meredith sangat serius soal pesta ulang tahun itu.

Entah bagaimana caranya, keesokan harinya saat datang ke sekolah, semua orang yang bertemu denganku sudah tahu aku akan berulang tahun beberapa hari lagi. Wynona dan Emma yang pertama membahas soal undangan itu. Mereka mencegatku dalam perjalanan dari lapangan parkir ke barisan dengan tampang muram.

"Jen, kita udah terima undangan Meredith," kata Wynona, jari-jarinya yang dipoles kuteks warna-warni menjentik-jentik. "Soal pesta ulang tahun elo."

Aku langsung cemas. "Siapa aja yang diundang Meredith?"

"Kalau yang mantan sepuluh Nobel ada gue, Wynona, Karina, Hanna, Azka, sama si Kiki. Dari kelas sebelah, katanya ada Timothy sama Hardi, terus si Farrel yang pakai kawat gigi itu juga bilang dia diundang; dan dia pasti bakal ngajak pacarnya, si Valen. Dan kalau Valen ikut, berarti dua BFF-nya juga pasti datang; si Selena sama Cathy," jawab Emma sambil membuka jari-jari di kedua tangannya, yang ternyata tidak cukup.

Sebentar, sebentar. Jangan-jangan Meredith mengundang satu sekolah!

"Masalahnya begini, Jen," kata Wynona terus terang. "Kita pada bingung mau kasih kado apa ke elo. Lo kan udah punya segalanya dan yang paling kaya dari kita semua. Otomatis apa pun yang kita kasih buat elo, pasti..."

"Dianggap cuma butiran debu," sambung Emma sedih.

Oooh! Hatiku langsung terasa pilu. "Kalian nggak perlu bawa kado. Datang aja ke pestanya, gue udah senang banget!"

"Tuh, kan!" Emma menunjuk Wynona dengan penuh kemenangan. "Apa gue bilang? Jennifer Darmawan mana perlu hadiah ulang tahun dari kita!"

Nada bicara Emma membuatku merasa semakin bersalah. Akhirnya aku hanya bisa nyengir sambil meminta sekali lagi supaya Emma dan Wynona nggak perlu pusing memikirkan kado. Lalu aku bergegas kabur ke barisan kelasku.

Apel pagi dimulai seperti biasa, dan Bu Olena masih menggantikan Pak Prasetyo. Beberapa anak di barisan kelas sebelah berbisik-bisik soal kedatangan Pak Pangestu kemarin sore—rupanya mereka ikut menyaksikan kunjungan tiba-tiba si Ketua Dewan. Samar-samar aku mendengar namaku ikut terbawa-bawa, tapi aku sudah pasrah; ini semester ketiga namaku jadi topik gosip terpanas di sekolah dan aku terlalu capek untuk memedulikannya.

Setelah apel pagi selesai, kutarik Meredith untuk bertanya padanya soal pesta ulang tahunku. "Dith, berapa banyak yang lo undang buat pestanya?"

"Empat ratus tiga puluh sembilan. Beberapa anak kelas sepuluh dan kelas dua belas belum konfirma—"

"Empat ratus tiga puluh sembilan?" Pekikanku sangat keras sampai-sampai Iswara yang melintas di sampingku tersandung. "Lo undang satu sekolah?"

"Oh, it's okay kok, Jen. Tara udah dapat aula yang muat seribu o—"

"Lo tahu kan ini cuma acara ulang tahun, bukan pesta nikah?"

"Jen, relax!" Meredith meletakkan kedua tangannya di bahuku, rambut bop-nya bergoyang-goyang. "Gue tahu, kok. Lo nggak perlu kaget begitu, gue kan udah bilang ini bakal jadi pesta ulang tahun termegah—"

"Tapi lo nggak perlu mengundang satu sekolah juga!"

"Sepanjang sejarah SMA Cahaya Bangsa," sambung Meredith lancar tanpa menggubrisku. "Semuanya udah diatur. Birthday girl tenang aja, oke?"

THE NEW GIRL 3: OBLIVION (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang