12. Kakak Beradik

448 210 57
                                    


Aku terlontar ke belakang hingga kursiku nyaris terguling. Pengalaman memasuki kenangan kedua Darmawangsa ini selalu tidak menyenangkan. Rasanya seperti naik roller-coaster di lintasan yang tidak kokoh.

Ryu Sahara cepat-cepat menahanku. "Kamu baik-baik aja, Jen?"

"Terima kasih, Ryu-san." Untung saja kali ini aku tidak lepas kendali lagi seperti waktu itu. "Ya, saya baik-baik saja."

Lima belas orang di ruangan itu mengamatiku, tatapan mereka kentara sekali menuduhku lemah. Huh, bisa-bisanya mereka nge-judge aku seperti ini. Mereka memang nggak merasakan apa-apa, karena cuma menonton saja. Tapi tadi akulah pemeran utamanya. Sama seperti waktu menjelajahi isi jiwa Toni, hanya saja kali ini aku menjadi Lucien—atau lebih tepatnya Lucas.

Pak Prasetyo membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Pak Pangestu. Ketua Dewan Pengawas Pengendali itu mengangkat tangannya dan menunjuk sosok Lucien yang terbaring di atas tempat tidur. Mata cowok itu terpejam, tetapi dahinya berkerut, seperti risau memikirkan sesuatu.

"Nah, Pengendali Utama..." Pak Pangestu menatapku. "Bagaimana?"

"Saya hanya melihat saat ketika Lucien pertama kali bertemu Toni."

"Kalau itu, saya dan semua orang di ruangan ini juga melihatnya," gerutu sang Ketua Dewan dengan tidak sabar. "Maksud saya, apa kamu sudah menemukan kelemahan Antoinette?"

"Tidak. Tidak ada petunjuk apa-apa di kenangan itu."

"Tidak ada sedikit pun?" Pak Pangestu maju dan menudingku. "Kamu kan Pengendali Utama! Masa kamu nggak merasakan sesuatu?"

Huh. Aku mulai tidak suka dengan sikapnya. Sejak pertama kali datang ke tempat ini, Pak Pangestu terus-terusan merongrongku. "Saya nggak merasakan apa-apa. Kenangan itu tampak normal-normal saja."

Pak Pangestu mendesah frustasi. Dia mengedarkan pendangan ke sekeliling ruangan seperti sedang mencari target untuk dimaki, lalu berhenti di Pak Prasetyo. "Kepala Sekolah, Anda bilang investigasi kenangan ini bisa membantu Pengendali Utama untuk mengalahkan Antoinette Darmawangsa. Tapi tampaknya Pengendali Utama tidak mendapatkan apa pun dari investigasi ini!"

"Pak Pangestu yang baik," Pak Prasetyo tersenyum tipis. "Pertama-tama, Pengendali Utama itu punya nama: Jennifer. Saya percaya memanggil seseorang dengan namanya yang benar menunjukkan bahwa kita menghargai orang tersebut."

Pak Pangestu mendelik. Dia membuka mulutnya lalu menutupnya lagi.

"Kedua, meskipun Jennifer adalah seorang pengendali pengendali, tetapi kita semua di sini punya kewajiban untuk membantunya dengan sebaik-baiknya," lanjut Pak Prasetyo, mengabaikan reaksi si Ketua Dewan. "Sebagai gurunya, saya sudah melakukan kewajiban saya. Bagaimana dengan Dewan Pengendali?"

Pak Pangestu mendengus. "Membantu? Anda hanya membiarkan—"

"Saya membantu Jennifer berdasarkan kekuatan saya, yaitu pengendalian jiwa," sela Pak Prasetyo, dan barulah aku sadar bahwa kepala sekolahku itu sedang geram. Kuakui beliau hebat sekali masih bisa tenang walau lagi emosi. "Petarung yang baik akan mempelajari lawannya sebaik-baiknya sebelum bertarung, jika dia ingin memenangkan pertarungan itu. Apalagi jika lawannya itu sangat kuat."

"Cuma kiasan, Jen," bisik Ryu penuh pengertian. Aku mengangguk.

"Kita semua sudah tahu pengendali seperti apa Antoinette Darmawangsa, dan apa yang bisa dia lakukan. Kita sudah mengenalnya dengan sangat baik," balas Pak Pangestu, nada suaranya penuh sindiran. "Mempelajari masa lalu seperti tadi tidak membawa apa-apa, Kepala Sekolah! Kita harus fokus ke masa kini!"

THE NEW GIRL 3: OBLIVION (TAMAT)Where stories live. Discover now