Bab 17: Next Coporation (1)

0 0 0
                                    

Di Kantor Publik Rama, tepatnya di kantin yang dijadikan kantin sementara kedatangan para petugas yang dikirimkan oleh pihak pusat, dengan seizin Pemerintah Kota. Maka, dengan amat terpaksa, kantin ditutup sementara. Kantin yang sebenarnya masih dalam perbaikan juga. Alhasil, pegawai kantin berjualan di dalam dengan syarat makanannya sudah jadi alias sudah terbungkus. Pihak pusat mengizinkan pegawai bekerja kembali dan membuka kantin dadakan yang tempatnya di lantai bawah.

"Berarti enak dong, jadi cepat," kata Aksara, pagi itu menyeruput cokelatnya.

"Iya. Kita bisa makan di dalam ruangan kita masing-masing," timpal Wima,"Tapi kantin sementara yang hancur kemarin bakal lama juga. Kantin yang sebenarnya saja belum selesai dibangun. Jadi dibangunkan awal, deh."

"Betul! Siapa yang ngerusak? Bukannya esper-esper yang dikenal muncul dan-hap! Langsung sekali jentikkan saja, hancur!" Aksara menjentikkan jemarinya.

"Bikin sebal saja," sahut Cakra, menompang kepalanya dengan kedua tangan, satu kakinya diangkat ke kaki kirinya.

"Tapi esper-esper yang munculkan mengaku bukan esper asli?"

Wima menyeruput cokelatnya sedikit. Meletakkannya di meja."Yang kemarin apa esper asli?"

"Mungkin."

"Menurutmu dia esper asli enggak, Len?" Cakra menatap Allen yang menonton Adventure Time.

Allen berhenti menatap kartunnya, mendongak.

"Asli."

"Dia esper asli?" kata Vitha.

"Karena baunya berbeda sama esper buatan. Baunya pekat."

"Baunya pekat? Baunya kuat begitu?"

"Eem."

"Kayak aku dong!" Aksara bangga."Bukan kayak esper buatan yang abal-abal..."

"Abal-abal katamu?" sahut Bobby, yang sudah kembali dari bawah. Dia di sana mengecek keadaan kedua kantin.

"Eh, itu... Bukan apa-apa. Iya, kan, Allen?"

Allen mengangguk, menatap kembali kartunnya.

"Esper, Ketua," kata Wima, mulai membuat laporannya, membuka komputernya."Ayo, kerjakan," menyuruh Aksara ikut membuat laporan. Aksara menurut, membuka komputernya.

"Esper abal-abal?"

"Esper Buatan!" Cakra menyahut lantang.

Anita yang sudah datang, sudah naiki ke lantai dua sampai di depan ruangan "Tim Gisela", akan masuk, langkahnya terhenti saat Cakra menyahut lantang.

"Esper Buatan!" Cakra kembali menyahut.

Bobby terdiam sesaat.

"Tahu, kan? Aku sebal dengan kemunculan mereka yang mendadak itu."

"Kita kan, enggak tahu kalo mereka muncul secara mendadak begitu?" Vitha menimpali."Kita juga enggak tahu mereka itu Esper Buatan maupun Esper Asli."

"Kita juga enggak bisa membedakan keduanya-karena kita cuma bisa mengandalkan penciuman Allen," tambah Cakra.

"Pembasmi lain saja bisa melawan mereka tanpa penciuman Allen," Aksara mulai mengetik, sesekali melirik laporan buatan Wima."Kamu kan Werewolf, punya penciuman tajam. Kemanakan penciuman andalamu itu?" ejeknya."Kalo lama dibiarin, salah-salah penciumanmu tumpul kayak pisau tumpul yang enggak bisa diasah."

Cakra merasa tersinggung.

Anita di luar, masih mendengarkan. Dia berpikir, jika mereka membahas Esper Buatan-Bobby akan teringat dengan gadis yang pernah ditemuinya.

"Jangan harap kamu bisa melawan mereka," jawab Bobby dingin."Sekira membuat kalian menjadi lengah."Mana dia? Kenapa dia belum datang juga?"

"Kak Anita, Ketua?"

"Iya, tumben dia belum datang."

"Enggak tahu. Enggak biasanya dia ngaret."

Bobby meraih remote, menyalakannya. Televisi hologram itu terpampang di depan mereka. Salah satu channel menanyakan sebuah berita.

"Berita hari ini. Pihak kepolisian Kota Banyu beserta warga kota yang ikut membantu berhasil menemukan tempat semacam gedung terbengkalai yang ternyata sudah lama tertutup dari awak media. Perusahan itu adalah Perusahaan Next atau Next Coporation."

"Next Coporation?"

Vitha mendongak. Ia tampak tak asing dengan perusahaan itu.

"Aku pernah membaca di sebuah artikel di koran lama, perusahaan itu sudah bangkrut," kata Wima berhenti mengetik.

"Bangkrut karena apa?"

"Katanya artikel yang pernah kubaca, membahas soal kebangkrutan akibat peristiwa ledakan yang menimpa perusahaan itu. Ledakannya menyebar sebagian kota, termasuk kota ini," jelasnya.

"Kok aku enggak tahu?"

"Beritanya sudah lama. Pemerintah Negara mencabut hak pendiriannya setelah itu, menutupnya agar enggak terjadi kejadian yang sama. Perusahaan itu ilegal dan enggak mempunyai izin pembangunan. Perusahaan itu dibangun tanpa ada yang tahu dan secara sembunyi. Cuma pihak-pihak tertentu saja yang tahu," lanjutnya.

"Pihak kepolisian masih menyelidiki perusahaan itu lebih lanjut."

Kata pembawa acara di televisi.

"Perusahaan itu sebenarnya bekerja untuk apa?" Bobby tampak minat.

"Kalo soal itu, saya enggak tahu kelanjutannya. Dirahasiakan."

"Kantor saja ada yang dirahasiain apalagi perusahaan kayak gitu," celetuk Cakra."Perusahaan yang misterius."

"Memang misterius, Cak. Enggak salah, perusahaan itu sudah ditutup sama Penerintah Negara."

"Ditutup. Karena dilarang beroperasi lagi."

Berita tersebut telah habis, tergantikan iklan daging panggang di salah satu acara makanan kekinian. "Demen Makan Nih!". Judulnya terpampang di depan serta dua host pria memperlihatkan dua jempolnya. Bobby meraih remote, mematikan televisi hologram.

Pip!

"Hei, kenapa dimatiin?" Cakra berseru."Aku belum selesai nonton!"

Bobby berdiri, beranjak keluar. Melemparkan remote kepada Cakra. Cakra dengan sigap menangkapnya cepat.

"Mau ke mana?" tanyanya.

"Mau ke perpustakaan sebentar." Bobby melenggang keluar saat pintu bergeser secara otomatis. Dia melihat Anita di balik tembok. Pintu kembali tertutup di belakangnya.

 Pintu kembali tertutup di belakangnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu baru datang?"

"Iya."

"Kamu kemarin pulang duluan?"

"Iya."

"Kenapa?"

Anita gelagapan.

"Ada urusan mendadak. Maaf, aku enggak izin kepadamu. Permisi." Beranjak melewati punggungnya.

Bobby melangkah lagi, menuju tangga.

Vitha and AllenWhere stories live. Discover now