Bab 8: Aplogize

1 2 0
                                    

Menjelang subuh, Vitha membuka kedua matanya perlahan. Ia tersadar.

"I-ini... d-di mana...?" katanya pelan, menatap ke langit-langit yang seluruh ruangannya didominasi oleh warna putih. Ia mencoba bangkit, segera memegang kepalanya yang berdenyut sakit sembari suara erengan tertahan.

"Ukh..."

Ia menoleh ke arah sofa abu-abu, memandangi Cakra bersama anak laki-lakinya tertidur. Keduanya masih terbuai dalam mimpi. Ia mencoba berbaring namun erangan menahan rasa sakit di kepala. Allen menggeliat dari dalam selimut yang dibawa kemarin oleh Cakra. Dengan mengedipkan mata, dia terkejut melihat mamanya sudah siuman. Menyibakkan selimut turun dari sofa, berlari memeluk ke arah mamanya.

"Mama!"

Vitha terbaring, membalas pelukannya. Bocah itu kembali menangis. Tangis bercampur rasa lega menyerapinya.

"Huaa... Mama..."

"Cup, cup... Mama sudah baikan,
kok... Syukurlah kamu selamat..." satu tangannya yang bebas mengusap air mata di pipi Allen."Sudah, sayang..."

Cakra terbangun. Dia memandangi Allen yang menangis. Beranjak dari sofa, menghampiri mereka. Ada perasaan lega yang sama seperti halnya Allen.

"Biar kupanggilkan dokter," ucapnya. Tangannya memencet bel di atas tempat tidur.

Bel berbunyi. Dokter dan perawat segera datang menuju ruang perawatan. Keduanya menghampiri mereka. Dokter dengan cekatan memeriksa keadaan Vitha. Selesai memeriksa, beliau mengatakan,"Tidak ada keluhan. Tapi, sakit di kepala Anda, itu belum sepenuhnya sembuh," lanjutnya.

"Terima kasih, Dok," jawab Vitha tersenyum.

Dokter dan perawat itu beranjak keluar. Cakra menatap Vitha mengelus kepala anaknya.

"Uum..."

Vitha berganti menatapnya. Allen juga.

"Uum..." katanya terpotong. Inilah saat yang tepat untuk meminta maaf. Kalau tidak meminta maaf dari sekarang, gadis di hadapannya itu bakal marah untuk kedua kali dan dirinya tidak mau ada kejadian yang berlarut-larut.

"Apa?"

"Uum... itu... aku mau minta maaf..." ucapnya pelan.

Vitha terdiam.

Allen menatap keduanya.

"Kamu masih marah kan, sama aku?" tanyanya takut-takut.

Vitha menghela napas.

"Enggak, kok," jawabnya.

Cakra gantian terdiam. Bibirnya terukir sebuah senyuman. Vitha menatap pemandangan itu membuat pipinya merona. Ia menjadi salah tingkah. Allen ikut tersenyum. Dia tahu, mama mau memaafkan pemuda itu. Seketika perutnya berbunyi.

"Krucuuk..."

"Kamu lapar?"

Allen meringis.

"Ya sudah, kalau begitu Oom bikinin mie instan, ya. Kayaknya kemarin beli." dia beranjak menuju koper. Koper yang dibawanya adalah koper multifungsi.

Koper berwarna hitam itu dibuka, Cakra merogoh isinya, mengambil sebungkus dua cup mie berukuran besar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Koper berwarna hitam itu dibuka, Cakra merogoh isinya, mengambil sebungkus dua cup mie berukuran besar. Menyeduhnya di Dispenzer. Tangan menekan tombol berwarna merah, menandakan air di dalamnya panas diiringi bunyi air keluar. Bergantian menyeduh cup mie satunya. Selesai menyeduh, meletakkannya di meja. Menyuruh Allen untuk sarapan. Dia beranjak menghampiri meja, duduk dan segera menyantapnya.

"Mama enggak ikut Sarapan?" tanya Allen di seberang meja.

Vitha menggeleng pelan.

"Enggak. Kamu sarapan duluan," jawabnya.

Allen mengalihkan pandang ke mie-nya. Asap mengepul mengenai wajahnya.

Vitha and AllenWhere stories live. Discover now