Warung 16

104 2 0
                                    

Halo gaes, mohon maaf sebelumnya. Warung part 16 ini beberapa saat lalu di-unpublish. Sekarang aku publish lagi dengan beberapa tambahan. Yang udah baca boleh dibaca ulang lagi. Jangan bosen ya. 🙏🙏

"Siip," jawab Lena singkat.

"Ohya, soal mau make pakaian apa, lo nggak perlu ribet, pokoknya yang senyaman lo aja. Lagian, gue suka kok liat penampilan lo yang sederhana. Apa adanya," kata Diyo jujur membuat hati Lena terasa melambung hingga ke angkasa. Wajah perempuan itu sedikit memerah karena pujian tersebut. Hm, apa ini semacam sinyal?

***

Malam yang indah buat Lena dan Diyo akan segera berlangsung. Dua sejoli itu sudah memasuki sebuah restoran di lantai tiga. Diyo sengaja memilih tempat di dekat dinding kaca yang tembus pandang agar mereka bisa melihat suasana kota di malam hari yang penuh lampu warna-warni. Saat sudah dekat dengan meja mereka, Diyo yang ingin menunjukkan sikap romantisnya menarik kursi untuk Lena duduk. Namun mungkin karena Lena tidak terbiasa diperlakukan seperti itu atau barangkali tidak menyadarinya, ia duduk saja di bangku lain yang kosong. Diyo yang merasa usahanya diacuhkan cuma bisa garuk-garuk bagian belakang kepalanya.

"Ada apa?" tanya Lena dengan wajah polosnya.

"Nggak pa-pa." Diyo nyengir garing. Ia lalu duduk di kursi dan mulai membuka buku menu dengan cekatan.

"Lo mau pesen apa?"

"Terserah, gue ngikut aja. Lagian gue nggak biasa makan di tempat kayak gini," ucapnya sambil lirik kanan kiri. Lena risih dilihat orang-orang di sekitarnya yang seluruh pengunjung restoran itu memakai setelan jas dan gaun mahal. Sementara dirinya cuma memakai kaos bergambar mini mouse yang dibalut T-shirt dan celana jeans. Anehnya, Diyo yang tidak berbeda jauh dengan penampilannya malam ini malah cuek bebek sama sorotan kaum 'elite' tersebut.

"Oke deh." Diyo celingukan sebentar, kemudian mengangkat tangan memanggil pelayan. Si pelayan yang dipanggil segera datang membawa notebook kecil. Diyo kembali membuka daftar menu lalu menyebutkan satu persatu pilihan menunya.

"BTW, kenapa lo nggak ngajak gue makan ke pedagang yang bawa gerobak di pinggir jalan aja?" tanya Lena ketika makanan yang diorder Diyo sudah tersaji di atas meja mereka.

"Karna gue sedang ingin membuat seseorang terkesan, sampai akhirnya seseorang itu menyadari, bahwa dia begitu spesial buat gue." Mata Diyo hanya terfokus pada Lena. Bagaikan tersihir, Lena terdiam membalas tatapan Diyo yang menghipnotisnya dengan kata-kata manis yang ditujukan untuknya.

"Gu-gue?" ucap Lena terbata.
Diyo tersenyum tipis. "Ayo makan." Diyo mulai mengangkat sendok dan garpu di sisi piringnya kemudian diikuti Lena yang masih malu-malu.

Baru saja menikmati hidangan makan malam mereka, seorang wanita datang dan membuat suasana indah yang terjadi berubah menjadi tidak nyaman. Ketukan langkah sepasang high hill berhenti tepat di hadapan keduanya.

"Diyo? Hai ...." sapa seorang wanita yang begitu modis dengan balutan gaun hitamnya. Sedetik kemudian matanya menyipit tampak keheranan, "ada apa sama penampilan lo? Lo tau kan ini tempat makan para konglomerat? Masa lo make kaos, jeans sih? Kayak lagi nongkrong di warteg gang sempit. Lo kan bukan orang susah, tapi penampilan lo ... ya ampun, dekil banget," cerocosnya lalu menoleh sebentar ke arah Lena duduk.

Walau sungkan, Lena tetap memaksakan bibirnya tersenyum. Sayangnya bentuk keramahan kecilnya tersebut tak diindahkan sama sekali.

"Lah, emangnya kenapa? Yang penting makanannya gue bayar. Beres," jawab Diyo ringan. Namun wanita yang menyapanya tadi cuma bisa geleng-geleng kepala tak puas dengan jawaban itu.

"Tapi menurut gue, ini tuh bukan lo banget tau nggak. Terus dia siapa?"

Diyo mengikuti lirikan mata wanita tersebut, saat itu pula ia mengerti maksudnya. "Ohya, gue hampir lupa. Kenalin, dia Lena."

Hanya Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang