24 - Selamat Ulang Tahun

207 92 299
                                    

•••••

Selamat ulang tahun?

•••••

Jika memang sudah terlanjur, mungkin Senja akan betulan mati setelah ini. Gadis itu berusaha mengisi perutnya dengan sisa nasi yang dia makan tadi pagi, tapi sia-sia juga ujungnya. Semua yang ditelan terus dimuntahkan keluar. Dia kehabisan tenaga, tenggorokannya panas seperti terbakar.

Tubuh Senja gemetar tak karuan, setelah kembali memuntahkan isi perutnya. Kali ini ada darah disana. Remaja perempuan itu mulai merintih.

Meringkuk diatas ranjang dengan tubuh menggigil penuh keringat membuat Senja berpikir jika ini sudah semakin buruk.

"N-nathan...," dia bergumam, mengingat janji cowok itu yang konon akan selalu bersamanya. Bersama? Sedang sudah tiga hari ini dia tak sama sekali peduli. "Gue sakit, sakit banget. "

Pintu kamarnya didobrak dari luar. Membuat gadis diatas ranjang itu terkejut.Juna menggeram marah melihat Senja yang berbaring bukannya bekerja.

"Bangun kamu!" tanpa permisi dia menarik Senja paksa. Membuat gadis itu ambruk dilantai karena tak kuat menahan beban tubuhnya sendiri.

"Mana uangnya?" Juna berjongkok, menyamakan tinggi dengan Senja yang masih terduduk dilantai. Yang ditanya
menggeleng lemah, "Belum ada―"

Plakk!

Dia bergeming, bahkan sesaat setelah menamparnya Juna menjambak Senja. Membuat sang empu mau tidak mau harus menatap wajah laki-laki bajingan yang sangat disayangkan adalah ayahnya.

"Ayah udah bilang kalau hari ini uangnya harus ada." tekan Juna dengan segala marah pada sang putri. "Terus sekarang mana uangnya?!"

Gadis itu memejamkan mata kesakitan, merasa jika dia bisa saja kehilangan kulit kepalanya karena ulah Juna. "S-sakit, Yah." Senja kembali merintih, berusaha melepaskan tangan laki-laki itu dari rambutnya.

"Besok, janji! Badan aku sakit semua, Ayah." dia berharap Juna melepaskannya malam ini. Demi tuhan, rasanya dia sudah tidak kuat.

Gadis yang sudah nyaris tak berbentuk itu kembali dikejutkan dengan percobaan sang ayah melepas kalung yang mengisi lehernya. Hadiah pemberian kakaknya.

"Jangan-akhhh!" tak sabar, Juna asal menarik perhiasan itu. Membuat luka dileher pemiliknya.

"Ayah jual dulu kalung kamu," begitu ujarnya sebelum melangkah keluar dari kamar sang putri. Senja berusaha mencegah, dengan terseok mengejar sang ayah.

Dia menggapai lengan Juna, menatap penuh harap dengan perasaan yang tak karuan. "Jangan ambil kalungnya, Yah. Itu satu-satunya pemberian kak Abi―"

"Oh, ini dari Abi? Itu artinya ayah juga berhak, Abi itu anak ayah. Dia nggak akan keberatan kalaupun ayah jual kalungnya."

"Aku yang keberatan,"

Juna berdecih, mengibaskan tangannya yang masih ada dalam genggaman sang putri. "Kamu pikir ayah peduli? Abi sama kamu itu beda, anak laki-laki ku itu nggak pernah perhitungan sama ayahnya. Nggak kayak kamu yang apa-apa diungkit."

"Ayah kenapa kayak gini, sih?! Yang anak ayah bukan cuma kak Abi, tapi aku juga!" Senja berteriak, mengabaikan nafasnya yang sudah tak beraturan. Semakin terisak, dia menggigit bibir bawah agar mencegah suaranya terdengar lebih keras.

Danum SenjaWhere stories live. Discover now