23 - Benci Sekali

331 61 18
                                    

•••••

Sekarang, beri alasan kenapa aku harus tetap hidup saat dunia ingin aku mati?

••••

Pagi kesekian dengan keadaan yang masih sama. Kesepian yang selalu memeluk jiwanya setiap hari. Kenapa tuhan tidak menitipkan apapun untuknya? Uang? Harta? Keluarga? Cinta? Atau setidaknya kesehatan? Dia hanya ingin diberikan alasan untuk tetap bertahan, dia hanya ingin kontrak nya di dunia sedikit lebih berguna dan mengesankan. Dia ingin sesuatu yang lebih baik.

Diawali dengan segala sakit, Senja sudah tidak tau muntah berapa kali sejak semalam. Bagian ulu hatinya yang terasa nyeri dan melilit benar-benar membuat gadis itu tak tidur semalaman.

"Pasti karena gue belum makan." dia bermonolog, mengingat jika kemarin tak sebutir nasi pun masuk ke dalam perutnya. Makan malam yang harusnya dia dapatkan, urung karena perdebatan dengan sang ayah semalam. Senja hampir beranjak, tapi ditunda saat merasakan kakinya gemetar.

Apa dia terlalu kelaparan? Rasanya tidak juga, belakangan ini tangan dan kakinya sering gemetar hingga menyulitkan dirinya untuk beraktivitas. Kepala gadis itu juga terasa sakit mendadak, mungkin akibat dari siklus tidurnya yang tidak teratur.

Sulit bagi Senja untuk tidur dengan nyenyak, meski mengantuk pun dia tetap kesulitan terlelap. Sebab tak jarang dia mendapat mimpi buruk dalam tidurnya, Senja benci itu.

Lalu dengan perlahan, gadis itu beranjak. Memilih meja makan sebagai persinggahan. Nasinya semalam masih utuh, tapi dia tak yakin dengan lauknya.

"Basi," celetuk Senja setelah mencium bau dari piring didepannya. Dia mengambil piring lain, mengambil nasi baru untuk sarapannya. Namun hanya itu yang dia punya, tidak ada lauk pauk yang bisa dimakan. Senja tidak punya sisa uang lagi.

Matanya memanas, merasa kasihan pada dirinya sendiri. Dalam keadaan itu, dia mengangkat sudut bibirnya tinggi tinggi. Tersenyum agar tidak kembali menangis.

"Nggak papa, Ja. Masih ada garam buat lauk."

Menatap isi piring serba putih didepannya, Senja mulai mengunyah makanannya. Gadis itu menangis lagi. Dia rindu masakan sang ibu. Senja merindukan wanita yang sudah lebih dari tiga bulan menghilang tanpa kabar. Ibunya ingkar janji, sama seperti Abi.

"Kenapa, sih, kalian harus ngasih janji ke aku?" Senja bergumam setelah berhasil menelan makanannya. "Pulang, Bu. Masakin opor ayam, atau nasi goreng juga nggak papa. Aku mau makan masakan ibu lagi." diakhiri tawa sumbang yang berharmoni sempurna dengan tangisnya, Senja terisak. Tubuh gadis itu bergetar hebat karena menahan suara agar tak terdengar, meski faktanya tidak ada manusia lain yang bersamanya.

"Sebentar lagi aku ulang tahun. Kak Abi pulang, ya? Bawa hadiah yang banyak buat aku." bahkan jika mengasihani adalah tugas orang lain, sepertinya Senja akan mengambil tugas yang satu ini.

"Aku kasihan sama aku,"

•••••

Dila, remaja perempuan berusia tujuh belas tahun itu duduk tak selera di meja makan. Menatap kosong isi piringnya.

"Cepet, makan. Udah jam berapa ini? Nanti papa kamu kesiangan sampai kantor." tegur sang mama, wanita itu nampak tergopoh dengan sebuah tempat makan ditangannya.

"Papa aja santai," gerutunya sembari menyuap sekali.

Ting!

Notifikasi itu membuat Dila tersenyum. Setidaknya beberapa detik setelah pesan pertama.

Satria Ketos.

Danum SenjaWhere stories live. Discover now