04 - Apes

641 136 120
                                    

•••••

Lo nggak perlu repot-repot suka sama gue, biar gue aja yang suka lo.

•••••

Senja menyumpal kedua telinganya rapat-rapat dengan earphone, topi hitam juga sudah bergengger apik diatas kepalanya.

Dia harus sekolah, tapi keadaan rumah selalu sekacau ini. Senja membencinya.

Dibuka pintu kamar miliknya, dia harus melewati ayah dan ibunya yang sedang beradu mulut seperti hari-hari sebelumnya. Apa yang menjadi alasan pertengkaran itu? Jelas, karena ekonomi.

"Kamu harusnya nafkahin kita! Kamu yang harusnya jadi tulang punggung!"

"Kamu pikir gampang cari kerja sekarang?!"

"Gampang kalau kamu mau, Mas! Kamu terlalu pemilih, gengsi kamu tinggi tapi usaha kamu nol!"

"Kalau nggak bisa kerja seenggaknya berhenti ngutang sana sini----"

Prangg!!

Senja memejamkan matanya sekuat yang dia bisa. Kedua tangan gadis itu mengepal erat begitu gelas yang dilemparkan Juna--ayahnya hampir mengenai kepalanya.

Membentur ke dinding tepat dari posisinya berdiri. Demi apapun, baru saja keluar dari kamar, belum ada lima detik.

Ini yang disebut rumah?

"Ja! Kamu nggak papa?" dia menepis tangan Afni--ibunya, tatapan sinis Senja berikan pada kedua orang tuanya.

Dan tanpa mengucapkan sepatah kata dia memilih pergi. Dia tak membenci ibunya, sungguh.

Hanya saja perasaan kesal dan kecewa sebagai anak tak bisa dia sembunyikan. Kenapa tak berpisah? Padahal disetiap pertengkaran mereka pasti rencana itu yang mereka gaung-gaungkan.

Dia tidak masalah jika mereka memilih hidup sendiri-sendiri, daripada terus bersama dengan alasan bodoh.

Ibu pertahanin semuanya demi kamu.

"Cih!"

"Demi gue? Biar apa? Gue mati dipukulin kalau ayah lagi mabuk? Atau demi gue lihat mereka main salah-salahan setiap hari?"

Menurutnya wajar dia membenci sosok Juna sekarang, laki-laki itu berselingkuh, tukang mabuk dan suka sekali berjudi. Uangnya dari mana? Dari hasil kerja keras ibunya, laki-laki sialan.

Yang dia khawatirkan hanya satu, dia juga kehilangan kendali atas perasaanya terhadap Afni. Seringkali dia bersikap kasar pada wanita itu, bukan tanpa alasan dia hanya merasa jika ibunya terlalu naif dan tak mau mendengar apa yang dia inginkan.

Sesekali Senja menjadi sangat malas berinteraksi dengan Afni, dia hanya akan diam jika ditanya, diam jika diajak bercerita. Dia tak bisa melawan itu, ada kekesalan yang terpendam dalam dirinya pada sang ibu.

Tapi dia bersumpah, Senja menyanyangi Afni lebih dari apa yang terlihat.

Dan semoga ibunya mengerti hal itu.

Dia berdiri begitu bus yang akan membawanya ke sekolah tiba, halte sepi. Begitu juga bus hari ini, banyak tempat kosong. Senja bersyukur, setidaknya dia tidak harus berdiri.

Gadis itu terpaku dengan pemandangan didepannya, menatap keluarga kecil yang terlihat bahagia. Ayah, ibu, dan si anak yang entah sedang menertawakan apa.

"Cantiknya anak bapak," puji laki-laki paruh baya itu sambil menciumi pipi bulat sang bocah, perempuan disampingnya tersenyum melihat putrinya tertawa kegelian.

Danum SenjaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt