Prologue

99.6K 4.1K 14
                                    

"Kamu pasti sudah gila..."

Pria yang berada di bawahku mendesis. Wajahnya memerah dan nafasnya memburu. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Aku menikmati ekspresinya. Ia terlihat kacau, berusaha mengontrol dirinya agar tidak menyerah terhadap hawa nafsu. Matanya terpejam, ia menggigit bibirnya sendiri.

"Jangan sengaja menantang saya."

Aku menatapnya sambil tersenyum penuh kemenangan. Jari telunjukku lalu bergerak menyusuri tubuhnya yang setengah telanjang. Mulai dari pipi, rahang, leher, dadanya yang bidang, perut, lalu semakin ke bawah. Ketika jemariku sampai di sana, pria tampan itu mengerang. Jemarinya meremas sprei yang sudah berantakan.

"Hentikan semua ini sebelum kita berdua menyesal, Sheren!"

"Kamu harus lihat wajahmu sendiri. Bukankah kamu juga menikmatinya?" godaku sambil berbisik di telinganya dengan sensual. "Why don't we let all hell break loose?"

Aku yakin kata-kataku barusan tepat sasaran karena pria itu langsung membuang muka, ia mendorong tubuhku dengan kedua tangannya. Kalau kami berdua dalam keadaan normal, pastilah aku sudah jatuh terjengkang ke belakang. Namun, saat ini alkohol sudah mengambil alih aku dan dia, mengeluarkan sisi gelap diriku yang tidak kukenal, serta meniadakan tenaga pria di bawahku, membuat dirinya tidak berdaya. Tenaganya tidak seberapa, aku yang tingginya hanya sebahunya lebih hanya terduduk dibuatnya, masih di atas tubuhnya.

Belum menyerah, aku lalu memposisikan diriku tepat di atas bagian paling privatnya, menggodanya di sana. Ia kembali mengerang, kali ini suaranya lebih seperti teriakan bercampur umpatan.

Tubuhku sendiri sudah semakin meremang. Kulitku terasa panas, seperti terbakar. Rasanya ada sesuatu dari diriku yang meronta, butuh dipuaskan.

Aku lalu menggodanya semakin hebat dan liar. Sama seperti tubuhnya, tubuhku juga tidak lagi dibalut lengkap oleh pakaian, menyisakan bra dan celana dalam dengan warna hitam senada. Aku sendiri sudah lupa ke mana perginya baju, stocking, dan sepatuku. Entahlah, tampaknya mereka berserakan di lantai, di atas karpet tebal yang empuk.

"Demi apapun, kamu akan menyesalinya, Sheren!" ancam pria itu.

Aku hanya tersenyum, tidak menjawabnya. Aku tidak peduli dengannya. Satu-satunya yang aku pikirkan saat ini adalah cara untuk memuaskan hasrat yang meluap-luap ini.

"Kamu—"

"Berisik!" bentakku, membuatnya terkesiap. Dengan mata yang berkabut, aku lalu menatapnya angkuh, dengan dagu terangkat.

"Aku sedang bersenang-senang, tidak bisa lihat?!" lanjutku sambil kembali menggerakkan tubuhku, membuat friksi yang menimbulkan kenikmatan di antara kami berdua.

Di tengah-tengah aktivitas itu, aku melihat pria itu akhirnya mengembuskan napas panjang. Ketika aku berhenti sejenak untuk mengamati ekspresinya, tiba-tiba ia mendorongku dengan keras hingga aku kehilangan keseimbangan.

Kini posisi kami sudah bertukar. Aku terbaring di atas ranjang, dengan dia di atasku. Wajahnya yang tampan kini hanya berjarak kira-kira lima senti dari wajahku, membuatku bisa menatap manik mata warna coklat yang indah.

Dengan napas memburu, ia lalu mendesis di hadapanku dengan suaranya yang rendah dan serak, "Kalau kamu kira kamu akan menang, kamu salah. Bermainlah sendiri di sini."

Aku mendengus. Lihat pria ini, ia berbicara dengan angkuh, padahal tubuhnya sendiri sudah sama panasnya. Bagaimana ia bisa keluar dari kamar ini? Berani taruhan, begitu berdiri ia akan terjatuh. Gerakannya sudah oleng, matanya juga sudah berkabut. Namun, pria keras kepala itu masih berusaha menyingkir, hendak pergi dari tempat ini.

Sebelum ia bergerak lebih jauh lagi, tanganku lebih cepat menarik tangannya, membuat badannya terhuyung dan kembali mendekat.

"Kita lihat siapa yang akan kalah," tantangku sebelum lalu menyambar bibirnya, melumatnya dengan terburu-buru.

Sepertinya ciuman itu berhasil. Kesadaran pria tampan di hadapanku ini akhirnya menghilang, digantikan oleh gairah yang memuncak. Ia akhirnya menyerah.

Ciuman itu lalu mengawali rentetan aktivitas panas penuh gairah dengan kami berdua sebagai lakonnya.

Aktivitas yang mungkin saja aku lupakan esok hari.

Aktivitas yang tidak kusadari akan membuat hidupku jungkir balik, seperti sedang naik roller coaster.


***


Author's Note

Hai, bertemu lagi dengan Claeria di sini!

Aku kembali dengan judul baru, yaitu 'Dikejar Pinangan Mas Shua'

Berbeda dari Ablaze, DPMS ini lebih santai, tetapi mungkin mengandung tema dan beberapa adegan yang lebih dewasa. So, jadilah pembaca yang bijak dalam menyikapinya ya.

Akhir kata, enjoy!

Dikejar Pinangan Mas Shua [COMPLETED]Where stories live. Discover now