Chapter 10

50.6K 5K 184
                                    

©Claeria


Begitu jarum jam dinding menunjuk pukul lima sore, aku langsung mematikan komputer dan menyambar tasku. Aku tidak peduli Jessica dan Arin memanggilku dan mengernyit bingung melihatku kabur begitu saja. Ada hal luar biasa penting yang harus kulakukan segera!

Aku berjalan cepat-cepat menuju basement, tempat Mas Jo menunggu. Biasanya jam segini lift selalu penuh dan aku benci turun lewat tangga. Namun, hari ini aku tidak peduli. Biar saja kakiku lelah dan napasku terengah-engah, yang penting aku segera bertemu Mas Jo.

Ketika tiba di basement, aku menemukan Mas Jo berdiri bersandar di tembok sambil melipat tangan di dada. Kepalanya sesekali melongok ke arah lift, mencariku di antara orang-orang yang keluar dari lift.

"Mas Jo," panggilku sambil berlari kecil menghampiri pria yang langsung menggandeng tanganku lembut.

"Mas... Mas, aku takut," mataku otomatis terasa panas begitu aku menatap mata Mas Jo yang tampak begitu khawatir. Aku sudah menahan tangis sejak dua jam yang lalu dan rasanya bendungan di mataku akan segera jebol.

"Hei, tenang dulu ya, Sher? Jangan nangis dulu, kamu belum jelas tadi ceritanya," bisik Mas Jo pelan sambil menangkup wajahku dengan kedua tangannya. "Sekarang kita masuk ke mobil dulu ya? Kamu cerita di mobil saja."

Aku mengangguk dan membiarkan Mas Jo menarik tanganku menuju mobilnya. Dia membukakan pintu untukku dan menutupnya ketika aku sudah masuk ke dalam mobil.

"Nah, sekarang coba cerita sama saya pelan-pelan. Kenapa tadi kamu bilang kalau kayaknya kamu hamil?" tanya Mas Jo setelah duduk di belakang setir dan memposisikan duduknya menghadapku.

"Jadi..." aku menelan tangisku dan menarik napas dalam-dalam. "Aku udah telat selama seminggu, Mas."

Aku bisa melihat mata Mas Jo melebar dan mulutnya membuka lalu menutup lagi. Sepertinya dia juga sama terkejutnya. Namun, tidak sepertiku yang sudah gemetaran sejak jam tiga tadi, Mas Jo tidak butuh waktu lama untuk kembali terlihat tenang.

"Biasanya jadwal kamu teratur atau..." kalimat Mas Jo menggantung.

Aku segera mengangguk mengiakan, "Biasanya selalu teratur, Mas. Kalaupun geser paling hanya beda satu sampai tiga hari aja, tapi nggak pernah sejauh ini."

Hening.

Aku dan Mas Jo sama-sama menatap ke arah lain, tidak mampu menatap mata masing-masing. Jantungku mendadak berdegup kencang.

Kenapa Mas Jo diam saja? Apa jangan-jangan dia berubah pikiran setelah tahu aku mungkin saja benar-benar hamil? Bagaimana kalau dia tidak mau bertanggung jawab?

Berbagai pertanyaan berputar di otakku dan membuat dadaku terasa semakin sesak. Air mata yang tadinya berhasil aku tahan kini mulai menggenang lagi di pelupuk mata.

"Kalau... aku beneran hamil gimana, Mas?" suaraku sekarang seperti sedang mencicit dan serak.

Di luar dugaanku, Mas Jo mengulurkan tangan dan menyentuh pipiku lembut. Ibu jarinya menghapus air mata yang turun membasahi pipiku.

"Sher, tenang dulu ya. Kamu belum tes kan?"

Aku mengangguk.

"Ya sudah, kita sekarang ke apotek beli test pack dulu aja ya?" ujar Mas Jo lagi dengan suaranya yang rendah.

Aku tidak paham, tapi entah mengapa saat dia berbicara begitu lembut seperti ini, hatiku menjadi jauh lebih tenang. Suaranya seperti mampu memadamkan kepanikan di dadaku.

The Proposal EscapeWhere stories live. Discover now