Suhaila / 6

6 3 0
                                    

***

Hai readers!!
Enjoy!!

***

Brama melamun di ranjang kasur nya..

"Ini menyakitiku bulan, sungguh.. aku memang berbeda jauh dengan Dika.. tapi aku bisa menyayangimu dan menjagamu bagaimana semestinya" batin Brama sembari memejamkan matanya erat.

Setelah mengetahui hubungan bulan dengan Dika, Brama sangat sakit hati.

Bagaimana tidak, dia melihat orang yang dia sukai bersama lelaki lain.

Disisi lain.. Dika mengantar bulan pulang sampai depan rumahnya.

"Ini rumah baru mu?" tanya Dika.

"Iyaa, Alhamdulillah aku bisa beli rumah buat bapak, walaupun engga besar dan sederhana, tapi cukup untuk aku dan bapak tinggal" jawab Bulan sembari tersenyum.

"Aahh begitu.. sampai sekarang aku tidak benar benar tau alasan bagaimana aku bisa jatuh cinta padamu sedalam ini, Bulan. Kamu sempurna dalam segi apapun, dimataku kamu bukan wanita biasa.. mungkin wanita yang akan dipanggil ibu oleh anak balita di masa depan?" ucap Dika sembari menaikan satu alisnya dan tersenyum.

"Apa yang kamu katakan, masuklah jika ingin" ucap Bulan salah tingkah.

"Hahahaha tidak, sampaikan salam ku untuk ayah mu ya.. aku masih ada urusan dengan Rafael." ucap Dika halus.

"Yasudah.. kamu pulang sekarang?" tanya Bulan.

"Iyaaa.. masuklah, sudah malam" ucap Dika lembut sembari mengusap rambut Bulan pelan.

"Iyaa, hati hati di jalan.. kabari aku jika sudah sampai" balas Bulan.

"Tentu, jangan khawatir, dan jangan rindu" ucap Dika dengan wajah meledek.

"Sudah sudah.. daaa, hati hati" balas Bulan masih tersipu.

Sampai dalam rumah Bulan dikagetkan dengan ayah nya yang sedari tadi menguping pembicaraan nya dengan Dika.

"Eh bapak, Bulan kaget pak. Kok bapak belum tidur?" ucap bulan.

"Cieee sama siapa itu tadi, Dityo ya?" ucap ayah Bulan, membuat Bulan bingung.

"Dityo? Dityo siapa pak? Itu Dika" ucap bulan.

"Alaah iyaaa Dika itu Dityo" balas ayah Bulan membuat Bulan semakin bingung.

"Kok bapak panggil dia Dityo? Bapak sudah kenal lama?" tanya Bulan penasaran.

"Sudah, panjang ceritanya bertemu anak baik seperti dia.. sebenarnya bapak tau, kalau dia yang mengirimkan barang barang mewah itu" jelas ayah Bulan.

Bulan bingung tentu saja. Bulan penasaran bagaimana ayahnya bisa mengenal Dika.

"Kok bapak engga bilang kalau itu Dika, bapak juga gimana ceritanya bisa kenal sama dia, ceritain ya pak?" ucap bulan sedikit merayu.

"Jadi begini.."

*Flashback on

Ayah Bulan atau biasa orang memanggilnya Pak Aji berjalan dengan nafas terengah engah dengan membawa kayu dipundaknya.

Pak Aji terjatuh karena lelah dan haus.
Tiba tiba satu mobil berhenti dan lelaki keluar dari mobil dengan wajah panik dan membantu Pak Aji untuk bangkit.

"Pelan pelan pak.. " ucap lelaki itu.

Pak Aji bangkit dan duduk di gubuk dekat tempat itu.

"Ini pak, diminum dulu, supaya lebih tenang" ucap lelaki itu sembari memberi sebotol minum.

"Ya Allah nak, terimakasih banyak yaa.. terimakasih" ucap Pak Aji sembari menunduk nunduk kepada lelaki muda itu.

"Pak sudah pak, tidak apa apa.. saya senang bisa membantu bapak" ucap lelaki itu halus.

"Kamu ada urusan apa datang ke pedesaan seperti ini?" tanya Pak Aji.

"Perkebunan daerah sini milik keluarga saya, dan kebetulan sebagian ada yang saya urus, jadi saya meriksa perkembangan nya" ucap lelaki itu.

Pak Aji tercengang, jadi sedari tadi dia sedang berbicara dengan pemilih lahan luas yang dia urus selama ini.

"Apa benar kamu ini.. putra bapak Bayu Wijaya?"  tanya Pak Aji.

"Iya betul.." jawab lelaki itu.

Pak Aji semakin terkejut.

"Apa benar kamu Raditya Mahardika?" tanya Pak Aji.

"Iya pak benar sekali" jawab lelaki itu sembari mengangguk pelan.

"Ya Allah nak, kamu engga ingat saya??  saya aji, dulu rasanya waktu kamu kesini terakhir kali masih smp yaa?? Sekarang sudah sebesar ini?" Jelas pak Aji membuat Dika berfikir mengingat sesuatu.

"Pak Aji? Saya ingat pak saya ingat" ucap Dika sembari tersenyum.

"Kamu ingat dulu berlarian ke sana kemari bersama putri bapak yang masih sekolah dasar saat itu, membawakan saya minum dan makanan" ucap Pak Aji membuat Dika kembali mengingat sesuatu.

"Putri bapak?" tanya Dika.

"Iyaaa putri bapak, Bulan. kamu tidak ingat?" jelas Pak Aji membuat Dika ingat sesuatu.

"Naahh itu dia.." ucap pak Aji menunjuk Bulan yang sedang menaiki sepeda nya dari sekolah.

Dika terdiam. Dika mengingat sesuatu ketika mereka masih sama kecilnya, mereka bermain bersama. Walaupun tidak terlalu mengenal satu sama lain saat itu, namun Dika menyukai karakter yang dimiliki Bulan.

"Pak, Bulan pulang dulu yaa.  nanti Bulan kesini lagi, daaaa" ucap Bulan sembari mengayuh kembali sepeda nya.

"Kamu ingat gadis cantik itu kan?" tanya pak Aji.

Dika masih terdiam.

"Perasaan apa itu Dika, lancang sekali hadir tiba tiba di jiwamu" batin Dika.

"Nak...?" ucap pak Aji yang melihat Dika terdiam sedari tadi.

"Ah iyaa, saya ingat pak.. ya sudah kalau begitu saya melanjutkan perjalanan saya dulu, saya harus melihat lebih lanjut lagi di wilayah timur" ucap Dika sembari tersenyum dan pergi.

Di mobil. tiada henti nya Dika mengingat gadis itu, ya Bulan.

Bayang bayang Bulan saat tersenyum masih menyangkut jelas di pikiran nya.

"Seingatku.. gadis itu mengenalku dengan nama radit. saat aku bertemu dengan mu lagi. Kenal lah diriku dengan nama, Dika. yaa itu akan lebih baik."  Batin Dika sambil senyum senyum tidak jelas.

Entah apa motifasinya untuk tidak memberi tau jika dia adalah Radit, Pria yang menemani nya bermain dulu.

*Flashback off

"Ahhh begitu ternyata.. tapi, bapak panggil dia Dityo?" ucap Bulan masih heran.

"Seingat bapak memang dari dulu bapak panggil dia Dityo. Agar terlihat lebih akrab" ucap Ayah Bulan sembari mengacungkan jempol nya dan tertawa kecil.

Bulan senang melihat ayahnya terlihat lebih bahagia daripada dulu. Artinya, usaha bulan selama ini tidak sia sia.

SuhailaWhere stories live. Discover now