5.Temen Tidur

168 102 102
                                    

Jangan lufa follow dulu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lufa follow dulu. Dan tinggalkan jejak. Karena Author butuh itu untuk semngat
   
🦄
 

Hembusan angin malam masuk begitu saja lewat jendela kamar. Felicia merasa sedikit takut karena gorden berwarna peach nya bertebaran karena hembusan angin itu. Maka dari itu, dia memaksakan diri untuk menuntup semua jendela dan gordennya.

Setelah itu dia duduk di atas kasur lalu menyalakan TV yang tertempel di dinding nya agar suasana tidak begitu mencekam. Namun, kepokusan nya ter alihkan saat suara dering dari handpone yang tergeletak di sampinya terdengar begitu nyaring.

"Emberayen" gumam Felicia. Awalnya dia malas, tapi takut jika anak itu akan menanyakan perihal tugas. ya meskipun sangat mustahil. hingga ahirnya Felicia memiliih menggeser tombol hijau ke atas.

"Halo, lap pel" sapa Brayen dari sebrang.

"Baru aja gue angkat, udah minta di kasih pesugihan?"balas Felicia agak kesal.

"Belum tidur, lo? mau gue kelonin?"tanya Brayen di iringi kekehan kecil. dia membayangkan bagaimana wajah marah Felicia saat ini.

"Mau apa nelponin gue malem-malem?"tanya Felicia cuek, dia menyandarkan bahunya di daun kasur.

"Kao di tanya, harus jawab jujur ya, lap?"tanya Brayen.

"Iya" balas Felicia cuek.

"Gue kangen sama lo"balas Brayen. Felicia menghela napas nya malas. Baper gak? Baper gak? Baper lahh masa engga.

"Mati besok, mau?"tanya Felicia.

"Kalo gue mati, gak ada yang telepon elo dong, Gak ada yang bikin jengkel elo juga."

"Lo gak ngantuk? ganggu tau, gak?!"

"Ngantuk, sih, tapi mau denger suara lo"balas Brayen terkekeh getir.

"BODO! Gue mau tid-"

"Jangan di matiin lap, please! temenin gue tidur, sekarang gue alihin ke vidio call ya. Please angkat! kuota lo tar gue gantii, deh" potong Brayen cepat.

"Bener?"

Brayen tak menjawab. Dia mematikan teleponya lalu mengalihkan nya ke VC. Setelah menggeser tombol hijau, Felicia melihat Brayen tersenyum tipis ke arahnya. Wajahnya nampak pucat, Kantung matanya pun sedikit menghitam. Sepertinya dia kelelahan, batin Felicia.

"Jangan di matiin ya, lap sampe pagi." pintanya.

"Awas aja kalo besok lo gak ganti kuota gue!"

"Iya. Itungan banget, sih, lo." balas Brayen.

"Ya haruslah. Jaman gini mana ada yang murah." balas Felicia merasa paling benar.

"Lap?" tanya Brayen.

"Hmm?" Felicia membenarkan posisi tidurnya terlebih dahulu, dia menyandarkan handphone nya di samping boneka unicorn, mengambil posisi paling nyaman lalu menatap handphone yang menampilkan wajah Brayen.

"Pernah gak, sih lo nyerah dalam titik terlemah lo?" tanya Brayen dengan nada yang bersahabat.

"Hmmm, gue sih belum pernah. menurut gue, lelah boleh, nyerah jangan. Kalo lelah, istirahat aja dulu, jangan paksain diri kita. Karena kita juga butuh istirahat. Kadang ketenangan juga merupakan dari perjuangan, lho" balas Felicia yang juga sama-sama tak mengeluarkan nada permusuhan. Dua orang yang biasanya bertengkar ini terlihat bersahabat pada malam ini.

"Sesuatu yang di buang itu gak ada harganya dan gak ada gunanya, ya? " tanya Brayen lagi.

Felicia tertegun sejenak, dia sedikit heran dengan apa yang di tanyakan oleh Brayen. "Barang? menurut gue gak semua nya gitu, karena bisa aja orang yang membuang barang itu gara-gara mempunyai kenangan buruk yang orang itu gak mau teringat lagi sama kenangan nya," balas Felicia. Brayen tersenyum kecil menunggu lanjutan ucapan Felicia.

"Kadang sebenarnya ada juga yang mengarsipkan nya, dia sayang, tapi gak mau liat. Gitu," lanjutnya lagi.

"Apa? Lo mau buang barang?" tanya Felicia dengan polosnya. Brayen menggeleng pelan di iringi senyuman manisnya.

"Definisi orang tua itu apa, sih?" tanya Brayen.

"Emmh apaya. Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga"jelas Felicia.

"Gue kangen mereka" gumam Brayen pelan. Felicia sempat tertegun. Dia tidak tau harus mengucapkan apa. Dia malah ikut sedih dalam apa yang Brayen ucapan.

"Gue capek sendirian, gue kadang mau nyerah aja," Lanjutnya lagi. Tapi Brayen tetap melihat kan senyuman.

"Hidup tanpa semangat itu berasa kek mayat tau," lanjutnya lagi terkekeh getir. Felicia terdiam, membiarkan laki-laki itu berbicara.

"Dan kadang, ucapan orang tua lah yang mematahkan semangat seorang anak." Brayen mengigit bibirnya. mungkin dia menahan dirinya agar tidak menangis.

Anak Gak guna!

Anak pembawa petaka!

Kenapa gak mati?!

Anak Sialan!

Anak bodoh!

Brayen terkekeh saat sebuah memory berputar di otaknya.

"Lo omongin aja apa yang mau lo omongin. Gue bakalan denger, kok." ucap Felicia susah payah.

"Singkat aja. Gue capek. Gue nyerah."

"When you want to give up, remember how long you fought, endured, and got through it all," balas Felicia sedikit tersenyum.

Brayen mendongak

"Lo harus ingat satu hal. Sabar lo bakal ke bayar, lelah lo bakal hilang, luka lo bakal sembuh. Tuhan gak buta," lanjut Felicia meyakinkan.

"Dendam terbaik adalah buat diri lo jadi lebih baik."

"Kalo ada banyak penyesalan, gue harap gue bisa memaafkan diri gue yang sebegitu pengecut nya."

***

Felicia memandang wajah Brayen yang nampak begitu tenang, meskipun anak itu sedang tidak baik-baik saja. Felicia jadi senyum sendiri melihatnya.

Ganteng ya kalo lo tidur, Coba ajaa lo Kesekolah sambil tidur pasti ganteng nya keliatan terus. Jadi gemes, kalo lo gak nyebelin mungkin gue udah jatuh hati sama lo. Tapi sayangnya lo nyebelin abis. Dan lo kuat!

***

Makasih kak udah mampir. Jangan lupa teliti yaa kak. Oh iyaa Jangan lupa Jejaknya juga.

Kita kenalan @fitrilaisaarswa

Rafel Where stories live. Discover now