02 - Pangeran Roti Sobek

Mulai dari awal
                                    

"Nggak usah alay. Saya makan pakai sendok."

Gadis itu menyapu wajahnya pelan, dia tak berbohong kalau tangan laki-laki itu memang bau ikan asin. "Skincare saya kehilangan fungsi, udah terkontaminasi sama tangan kotor, Bapak."

"Saya beliin," sahut Ponco sambil menatapnya malas.

"Nafkahin?" helaan nafas kasar meluncur dari bibir laki-laki itu, Senja membuat ulah lagi. "Bapak mau nafkahin saya?!"

Ponco dibuat kaget bukan main saat muridnya itu kian meninggikan suara dengan lantang. Padahal dia tau banyak manusia berseliweran disini. "Mulutnya, Ja!"

"Mulut saya kenapa?" ditatapnya laki-laki itu dengan wajah dramatis yang sangat tidak pantas sebenarnya.

"Jangan bilang bapak tergoda sama bibir saya. Miris, nggak bisa cium sekarang. Belum dihalalin soalnya--"

"Astaghfirullah. Senja jaga bicaranya!" akan jadi masalah besar kalau sampai ada yang mendengar ocehan tak berbobot muridnya itu.

"Kamu mau saya dipecat?!" kali ini suara Ponco terdengar tajam. Sebelum laki-laki itu marah padanya, Senja lebih dulu menyuguhkan cengiran kuda. "Damai, Pak.Canda doang," begitu katanya sambil mengangkat kedua jarinya sebagai tanda damai.

"Bercanda kamu nggak lucu buat jantung saya, Ja." sungut Ponco yang lagi-lagi harus menahan kekesalannya atas semua ulah Senja.

"Takut jatuh cinta beneran, ya?" kekeh Senja sambil menaik-turunkan kedua alis tipisnya. Puas sekali menggoda Ponco.

"Jatuh cinta? Nggak mungkin. Tipe saya perempuan anggun, bukan bocah brutal kayak kamu!" seru laki-laki itu yang langsung mendapat cubitan keras diperutnya. Senja tak terima, padahal ucapannya pada gurunya itu jauh lebih pedas dan frontal biasanya.

Ponco mengaduh, perih. Dia tak melebih-lebihkan, tenaga gadis itu memang diatas rata-rata.

"Bapak kira saya mau sama cowok kerempeng kayak bapak?" geram Senja yang tak terima diledek tadi.

"Kamu ngatain saya kerempeng? Tubuh ideal saya nggak keliatan dimata kamu? Dengan proporsi kayak gini? Kamu, ngatain saya kerempeng?"

Bukan hal baru melihat Senja yang tak segan mengajak ribut siapapun. Beberapa orang yang melewati mereka sudah biasa melihat drama begini. Lagian koridor ini bukan tempat ramai juga, hanya ada satu dua orang yang mereka lihat.

"Ideal? Mana yang bisa saya verifikasi, perut bapak aja rata kayak punya saya!" gadis itu melipat kedua tangan didepan dada, alisnya menukik tak suka.

"Rata? Rata kamu bilang?" Ponco turut menggebu, dia paling tak bisa jika tubuhnya sudah menjadi bahan ledekan seperti ini.

"Faktanya emang gitu." seolah tak percaya mendengar semua ucapan Senja, laki-laki itu memutar mata kesal.

"Sini, lihat kalau masih nggak percaya."

"Nggak mau! Saya yakin masih bagusan perut Pak Jeje!" Jeje, satpam sekolah mereka adalah bapak bapak yang sudah hampir berkepala empat. Jelas jauh beda dengan Ponco yang masih ada diumur dua puluhan. Dan tentu hal itu makin membuat harga dirinya semakin terinjak-injak.

Ponco dengan kasar menyibak baju olahraga yang dia pakai. Diangkat hingga sebatas dada, "Lihat! Masih kamu bandingkan sama perut Pak Jeje?" Senja berdecak pelan, namun setelah matanya melihat objek yang Ponco maksud dia kehilangan kendali atas ekspresinya.

Dia berdeham, berusaha menetralkan kegugupannya. Dia tak mau kalah begitu saja dengan Ponco, lalu dengan jahatnya Senja berceletuk. "Biasa aja, kelihatannya."

Danum SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang