9

44 4 0
                                    

   "Warna merah aja Mars! Kamu pasti cantik!" Goda Devan.
"Apa gak terlalu kelihatan aneh ya di aku?" Sahut Marsya seraya mengusap mini dress di hadapannya.
"Pakai warna apa aja kamu tetap sek---awwww, sakit Mars." Devan meringis setelah mendapat cubitan di pinggangnya oleh perempuan yang tengah melenggang ke deretan baju bermerk yang menurut Marsya satu buah baju bisa untuk beli motor baru dua unit. Wanita itu tertegun di sebuah dress berwarna broken white, cutting nya sederhana namun entah kenapa terlihat cantik di mata Marsya. Devan menatap punggung Marsya dengan kedua tangan di masukan ke saku celananya.
"Beautiful dress, isn't it?"
Marsya menoleh pada pria yang berdiri di belakang tubuhnya. Hembusan nafas Devan terasa di tengkuk Marsya hingga ia membuat ia meremang. Marsya mengangguk lalu meraih label harga baju tersebut lalu menggeleng pelan.
"Kemahalan, Dev." Marsya hendak memutar tubuhnya namun tangan kanan Devan menahan pinggang Marsya.
"Kamu dan gaun itu sama-sama mahal, tapi kamu berharga untuk aku, Mars." Bisik Devan. Marsya menoleh dan wajah Devan hanya beberapa senti di sampingnya. Marsya menatap manik mata Devan dan menemukan sebuah kesungguhan yang tak pernah ia dapatkan di mata Ragil dulu.
"Dev.." Marsya mengusap pipi Devan. Pria itu memejamkan matanya.
"Aku mau pipis..." Bisik Marsya. Sontak saja pria itu membelalakan matanya menatap punggung Marsya yang sudah menuju arah toilet di butik tersebut dengan tawa renyahnya.

Totalnya Devan membelikan dua buah gaun, satu untuk acara tersebut, satu lagi untuk acara lain hari, tentu ini keinginan Devan. Marsya merengut ketika tahu Devan mengeluarkan uang hampir 100 juta untuk dua buah gaun dan satu dress cantik.
"Ck, coba kalo uang itu di tabung, mungkin bisa untuk hidup beberapa tahun ke depan. Boros banget!" Marsya menoleh pada Devan yang tengah terkekeh, ia seperti sedang di marahi istrinya karena membelanjakan uangnya untuk membeli barang-barang gak penting.
"Nanti selesai acara jual lagi aja, aku gak perlu kok gaun mahal-mahal kayak gitu Dev." Marsya menatap intens pada Devan.
"Iya..Iya sayang.. Nanti kita hemat ya." Devan mengusap puncak kepala Marsya. Wanita cantik itu membeku. Jalanan di depan terlihat sepi karena sudah memasuki area komplek rumah Marsya. Devan menoleh pada Marsya yang sedang menatapnya.
"Kenapa?" Tanya Devan. Marsya tersenyum lalu mendekat ke arah pipi Devan dan cup!! Satu kecupan mendarat di sana. Devan langsung menepikan kendaraannya. Ia menoleh pada Marsya yang sedang tersenyum malu-malu. Pria itu meraih pipi Marsya dengan tangan kanannya lalu ia memiringkan wajahnya dan mengecup bibir tipis yang merekah sempurna tersebut. Ciuman yang terasa hangat dan manis. Marsya memejamkan matanya, ia berusaha membalas ciuman Devan yang lembut. Ia membuka celah bibirnya membiarkan lidah Devan membelit lidahnya. Devan mengerang merasakan gairah yang luar biasa. Jantungnya berdebar hebat dan ia tak kuasa menahan hasrat nya.
"Mars! Aku mau gila rasanya." Ia membenamkan wajahnya di ceruk leher Marsya.
"Kenapa?" Suara Marsya terdengar parau.
"I want you..." Bisik Devan. Marsya terdiam. Sungguh sejak ia di tinggal Ragil, sejak saat itu juga ia tak pernah bersentuhan fisik dengan siapapun selain dengan Devan sekarang. Bahkan jika ia harus jujur, selama ia menikah dengan Ragil, ia tak pernah merasakan kehidupan seks layaknya orang-orang yang baru saja menikah. Marsya belum pernah merasakan bagaimana seks yang bergairah. Marsya tak menemukan itu pada diri Ragil. Tapi sekarang di dekat Devan, Marsya bisa merasakan itu semua. Marsya mengusap punggung Devan dengan lembut, Devan menegakkan tubuhnya dan menatap Marsya. Wanita itu jelas bisa melihat kabut gairah di mata Devan.
"Tapi jangan di rumah aku ya.. Nanti di gerebek tetangga." Gumam Marsya. Devan menangkup wajah Marsya dengan kedua tangannya.
"Oke sayang!" Devan segera berputar arah dengan hasrat dan penis yang sudah tegak sejak tadi. Marsya menoleh pada selangkangan Devan dan terkekeh. Pria itu tersipu malu lalu menutup selangkangan nya dengan tangan kirinya.
"Sabar ya jack.." Gumamnya.

Janji senjaWhere stories live. Discover now