16

39 5 0
                                    

"Ras, jangan ngambil coklat yang merk itu. Kayaknya terlalu pahit deh." Marsya memilih beberapa batang cokelat yang berjejer di rak di salah satu supermarket yang sedang mereka kunjungi.

"Oke bu." Aras kembali memilih merk lain.

"Oh kamu janda dan punya anak?" Suara seseorang membuat Marsya dan Aras menoleh.

Tania tersenyum mengejek.

"Kalo iya kenapa?" Balas Marsya.

Tania tak menjawab ia berlalu dengan niat busuk di pikirannya.

"Siapa bu?" Tanya Aras dengan heran.

"Gak tahu, orang setress mungkin." Marsya memilih berlalu dan mengabaikan Tania.

"Bisa-bisanya dia mau ngerebut Devan dari gue. Kita lihat aja apa yang bisa gue lakuin untuk menghancurkan hubungan kalian." Tania berlalu dari parkiran dengan senyum licik di wajahnya.

***

Devan baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan hendak kembali ke apartemen. Besok hari sabtu ia akan pergi ke rumah orang tua Marsya untuk menjemput Aras.

Ponselnya berdering.

"Halo, Mi."

"Dev, pulang ke rumah Mami ya. Ada yang mau Mami omongin." Suara Irina nampak lain tak seperti biasanya.

"Ada apa Mi?" Tanya Devan khawatir.

"Pulang aja dulu, nanti kita bicara." Irina mematikan panggilan telpon nya.

Devan melangkah memasuki teras rumah Irina. Sekuriti rumahnya sendiri menyapa dengan sopan namun hanya di tanggapi dengan anggukan oleh Devan.

"Ada apa, Mi?" Devan memeluk Irina yang sedang berdiri menghadap jendela rumah mereka yang terhubung dengan taman belakang.

"Kenapa gak bilang kalo Marsya itu janda?"

Devan mengendurkan pelukannya.

Beberapa jam sebelumnya.

Irina menatap Tania yang baru saja tiba di kediamannya.

"Mami apa kabar?" Tanya Tania dengan tak tahu malunya.

"Kabar tante baik." Sahut Irina. Tania mengerjapkan matanya mendengar jawaban dari mantan calon mertuanya itu. Sepertinya Irina tak sudi lagi di panggil Mami oleh Tania yang sudah menghancurkan hidup anaknya dan sudah menghina keluarganya.

"Ada perlu apa?" Tanya Irina tanpa basa-basi.

"Aku dengar Devan punya pacar lagi ya Mi--eh tante?" Tania meralat ucapan nya.

"Lho?" Irina mengernyitkan keningnya. "Lalu urusannya dengan kamu apa?" Tanya Irina tak suka.

Si pantat monyet itu terkekeh pelan.

"Tante tahu kalo dia---janda?" Tanya Tania.

"Tahu." Irina berusaha tak terpancing.

"Dan apa tante tahu juga kalo mantan suaminya yang udah meninggal dulu sakit apa?" Tanya Tania lagi. Irina tak menjawab. Tania dengan senang hati menyodorkan amplop berwarna coklat bertuliskan sebuah Rumah Sakit Swasta yang Irina ketahui adalah tempat untuk penanganan penyakit khusus.

"Mendiang suaminya dulu sakit AIDS, tante." Tania bergidik ngeri.

***

Devan membaca dengan seksama rekam medis yang entah darimana bisa ada di tangan Tania dan Devan sungguh kecewa dengan kode etik Rumah Sakit tersebut karena rekam medis seseorang bisa di dapat dengan mudah begitu saja.

"Mami kecewa. " Irina memejamkan matanya. "Kenapa kalian nggak jujur." Gumam Irina.

"Maafin aku Mi. Aku mau cari tahu masalah ini dulu." Devan beranjak.

"Dev!" Seru Irina dan Devan menoleh.

"Mami nggak mau ketemu Marsya lagi." Irina kini beranjak meninggalkan Devan yang sedang membeku.

Kali kedua Irina kecewa dengan kekasih Devan.

Pria itu faham, yang di permasalahkan oleh Irina bukanlah status Marsya melainkan cerita yang ada di baliknya. Bukan perkara mudah bagi orang tua yang mengetahui jika anaknya berhubungan dengan seseorang yang ada keterkaitan dengan penyakit yang paling di takuti di muka bumi ini.
Apalagi Irina tahu sepak terjang putranya untuk urusan ranjang.

Devan meninggalkan rumah Irina dengan langkah gontai. Kenapa Marsya tak jujur padanya? Kenapa sejak awal ia tak bercerita tentang riwayat sakit suaminya.

Di sinilah sekarang. Devan berada di klub malam yang biasa ia kunjungi. Ia ingin melupakan sejenak beban pikiran dan kekecewaannya pada Marsya.

Janji senjaWhere stories live. Discover now