2

62 3 0
                                    

Hari itu Marsya tiba di rumah sebelum gelap, tumben sekali hari ini jalanan bersahabat.
" Ibu pulang..." Sapa Marsya pada Aras yang sedang menonton televisi di ruang keluarga rumah mungil tersebut, bocah itu menoleh lalu melambaikan tangannya. Matanya kembali sibuk dengan serial kesayangannya. Mbak Yayu terlihat sedang menyetrika baju di meja tak jauh dari Aras.
" Bu, mau makan sekarang?" Tanya mbak Yayu.
" Nanti aja mbak, aku mandi dulu deh!" Marsya bergegas ke kamarnya dan membersihkan tubuhnya.

" Ras, besok ibu mungkin akan pulang malam, nanti kamu di temani mbak Yayu dulu ya." Ujar Marsya menatap putranya.
" Mau kemana memangnya bu?" Tanya Aras.
" Ibu ada meeting tapi jauh dari rumah, jadi kayaknya pulang nya malam." Terang Marsya pada Aras.
" Oh ya udah, kebetulan besok aku jadwal les gitar bu, jadi aku juga pasti pulang telat." Sahut Aras.
" Oke, clear ya, nak." Marsya tersenyum.
" Iyes, bu." Sahut Aras. Bocah itu bernama Arasyi. Sejak usia 4 tahun ia sudah kenal dengan Marsya, ayahnya sendiri yang mendekatkan Marsya pada dirinya. Dulu, Aras merasa asing terhadap Marsya tetapi seiring berjalannya waktu, Aras ternyata sangat menyayangi Marsya, ibu sambungnya tersebut. Tak ada jarak diantara Marsya dan Aras, bagi Marsya Aras adalah dunianya, begitu juga sebaliknya.

" Habis ini kita langsung pulang pak?" Tanya Marsya pada Dante.
" Iya Sya, saya mau antar mami saya ke dokter." Sahut Dante. Mereka sedang dalam perjalanan pulang ke kantor, Marsya sendiri duduk di depan bersebelahan dengan supir kantor sementara Dante duduk di kursi penumpang belakang. Terdengar ponsel Dante berdering.
" Ya Dev?"
" On the way ke kantor, lo dimana?"
" Oh ya sudah tunggu sebentar ya, gue udah mau sampe!"
" Oke!"

Dante menutup telpon nya lalu beralih pada Marsya.
" Sya, boleh minta tolong?" Tanya Dante.
" Oh iya? Kenapa pak?" Marsya menoleh.
" Ada sahabat saya di kantor, tolong pesenin makan malam ya, sekalian sama kamu juga, jangan lupa pak Dudi." Ujar Dante.
" Oh oke pak, mau makanan apa?" Tanya Marsya.
" Kayaknya seafood enak, Sya." Sahut Dante.
" Okey, saya pesenin ya!" Seru Marsya.

30 menit berlalu, Marsya dan Dante sudah tiba di kantor, jam menunjukan pukul 18.30 malam. Dante bergegas menuju ruangannya sementara Marsya tentu saja mengurus hidangan makan malam untuk tamu Dante.

" Gilaaa, kemana aja lo!" Dante mencebikkan bibir nya pada sahabatnya yang baru saja kembali dari Inggris. Devan Aryasena adalah pemilik salah satu bank terbesar di Indonesia. Ia juga penerus perusahaan yang bergerak di bidang bahan pangan. Ia pemilik perusahaan retail terbesar di Asia.
" Bos gue ini udah lupa sama gue, mentang-mentang udah kaya raya." Ejek Dante.
" Anjing, berisik ah!" Devan melempar pulpen pada Dante. Keduanya tergelak.
" Mami lo apa kabar?" Tanya Dante.
" Baik, kemarin masih gue tinggal di Inggris, katanya masih mau main salju." Sahut Devan.
" Ah iya, kocak emang mami lo." Dante dan Devan tergelak.

Tok..tok..tok

Terdengar suara pintu di ketuk oleh seseorang tak berselang lama muncul seorang wanita cantik dengan rambut yang di ikat sembarang dengan anak rambut yang di biarkan menjuntai cantik. Ia berjalan mendekati Dante dan Devan karena keduanya tengah duduk di sofa.
" Pak, maaf ganggu, makanannya sudah siap, bisa saya susun di meja?" Tanya Marsya.
" Ah iya sampe lupa, boleh Sya. Thanks!" Sahut Dante. Marsya tersenyum pada Dante dan Devan lalu melangkah keluar memanggil Office boy yang sudah bersiap di luar ruangan Dante. Devan hampir tak berkedip menatap Marsya, selain wanita itu cantik, tubuh yang indah, sorot mata yang tajam dan teduh juga bibir yang tipis, Ah Devan suka itu.
" Ck, lap iler lo, nanti netes!" Goda Dante.
" Fuck you!" Sahut Devan tanpa suara.
Marsya menoleh pada Devan karena merasa sedang di perhatikan. Devan membuang pandangannya karena terpergok tengah mencuri pandang pada sekretaris sahabatnya.
" Silahkan.." Ujar Marsya dengan wajah yang sudah lelah tetapi tetap tersenyum ramah.
" Sya, makan sekalian." Ujar Dante.
" Gak usah pak, terima kasih." Marsya tersenyum canggug.
" Ck, kalo alasan kamu nolak gara-gara dia, lupain aja. Anggap aja dia gak ada!" Dante menunjuk Devan dengan dagunya. Si mpunya wajah tampan itu mendelik sebal pada Dante.
Mau tak mau akhirnya Marsya ikut makan bertiga di meja yang memang tersedia di ruangan Dante.
" Sya, kenalin ini Devan, sahabat saya. Devan ini pecinta selangkangan lho!"
" Uhukk...uhuk!!!" Marsya tersedak oleh makanannya sendiri mendengar penuturan Dante, mata wanita itu menatap nyalang pada Devan.
" Anjing si Dante!" Kesal Devan dalam hatinya.

Janji senjaWhere stories live. Discover now