Bab 14: Other Esper (1)

1 0 0
                                    

Besoknya, Vitha sudah melalui masa penyembuhannya. Sebelum berangkat ke kantor Keamanan Publik Rama, ia izin sebentar pergi ke rumah sakit-di mana kapan hari itu dirinya rawat inap. Bersama Allen dan Cakra, yang bersedia mengantarnya. Sejam kemudian, mereka tiba di rumah sakit. Cakra berbelok masuk menuju area parkir, dan berhenti tepat di dekat pagar berjaring. Pintu bergeser otomatis, mereka turun. Vitha sudah lengkap dengan seragam dinasnya menggamit tangan anaknya masuk duluan. Cakra berjalan santai di belakang mereka.

"Kenapa kita ke sini lagi?" tanya Allen,"Mama sakit lagi?"

"Mama enggak sakit, cuma mau cek in," jawab Vitha.

Pintu bergeser, mereka bertiga masuk. Mereka berbelok menuju meja resepsionis. Vitha menanyakan kepada resepsionis, dokter yang pernah menanganinya waktu itu. Resepsionis membuka jadwal praktek dokter yang dimaksud di buku khusus jadwal, mencari.

"Hmm, sebentar ya, Nona." Membolak-balikkan kertas, tangan lentiknya mencari nama dokter beserta jamnya."Nah," katanya, menemukan sang nama dokter. Memberitahukan pukul sembilan sang dokter datang, dan mulai melakukan pemeriksaan, menyuruhnya untuk menunggu di ruang tunggu.

"Baik, terima kasih," ucap Vitha.

Mereka bertiga beranjak dari meja resepsionis, bergantian dengan pengunjung yang lain untuk mengantri. Mereka menuju ruang tunggu, melewati lobby rumah sakit itu. Suara sirine ambulans bertalu-talu, memasuki area rumah sakit. Para petugas turun, membuka pintu belakang ambulans, mengeluarkan dua korban yang tampaknya masih hidup, dengan dipasangkan alat bantu pernapasan di hidung masing-masing. Allen melihat para perawat berlari terburu-buru menghampiri Dua petugas itu mendorong ranjangnya menuju ruang UGD.

"Ayo! Ayo!"

"Cepat bawa mereka!"

Dia melihat dua korban itu dengan luka disekujur tubuh parah dan darah mengalir segar. Salah satu korban itu adalah seorang gadis remaja kira-kira seumuran lima belas tahun.

"Ada apa dengan kedua korban itu, Pak?" tanya seorang pengunjung, yang juga menuju ruang tunggu. Pengunjung itu bersama seorang bocah kecil, seumuran dengan Allen.

"Enggak tahu, ya, Bu," jawab Cakra."Mungkin korban kecelakaan."

Allen masih menatap dua korban itu sudah menjauh dari pandangan. Terutama gadis itu-mengingatkan akan kakaknya yang sudah meninggal. Tangan mungilnya mengeratkan genggaman di tangan Vitha. Matanya cokelatnya nanar saat melihat koban itu. Vitha merasakan tangannya digenggam erat, menundukkan kepala, menatap anaknya.

"Allen?"

Allen bergeming.

Sampai di samping ruang tunggu, mereka duduk di salah satu bangku besi panjang kosong di situ.

"Allen?" panggil Vitha.

Allen menoleh.

"Kamu kenapa?"

Cakra di samping bocah itu, nimbrung, tangannya merogoh saku celana, mengambil handpone."Ada sesuatu?"

Allen menggeleng.

"Kalau begitu, beli minum dulu. Mama lupa tadi enggak bawa air minum. Mau beli apa?" tanyanya."Mumpung ada yang jualan. Tuh, lihat," tunjuk Vitha ke arah lemari pendingin di samping pintu kaca yang bertuliskan "Ruang Tunggu". Berwarna putih mengkilat.

Allen melihat ke arah pendingin. Di dalam pendingin itu banyak sekali berbagai macam minuman.

"Kamu pilih aja." Vitha merogoh saku seragamnya, mengambil selembar uang."Kamu mau beli yang mana."

Allen mengangguk, beranjak dari kursi. Menghampiri pendingin. Membuka pintu pendingin, seketika hawa dingin menerpa wajahnya, melihat banyaknya minuman. Memilih di antaranya yang menurutnya dia sukai-memilih susu kotak rasa cokelat. Kembali menutup pintunya. Di balik kaca pendingin, dia melihat Cakra sedang memainkan handpone. Seperti mengenal akan sesuatu.

Vitha and AllenWhere stories live. Discover now