Dua

55.1K 3.5K 22
                                    

Alia mengusap pipinya yang basah karena air mata yang terus menerus mengalir. Sumber air mata itu juga terlihat sembab dan memerah. Pasrah pada apa yang menimpanya saat ini. Alia tidak mungkin melarang Arga, atas tindakan pria itu. Yah, Alia cukup tau diri saja, jika ia memang tidak pernah dianggap oleh Arga, suaminya.

"Alia, aku pergi dulu ya. Kamu kalo ngantuk langsung tidur di kamar, jangan di sofa kaya tadi malam," ujar Arga.

Alia mencoba tersenyum ada Arga, matanya meneliti penampilan Arga yang terlihat rapi, maksudnya lebih rapi dari biasanya dan kali ini tidak dengan pakaian formal pria itu.

"Mas Arga mau kemana? Nggak mungkin urusan kantor kan? Mas biasanya kalo lembur kan enggak pulang dulu," tanya Alia.

Pasalnya ini adalah pertama kali Arga keluar malam setelah pulang dari kantor semenjak ia menjadi istri dari duda tampan itu.

"Kamu lupa sama yang aku bilang tadi? Aku punya pacar Alia. Dan ini malam Minggu kalo kamu lupa,"
jawab Arga dengan santainya.

Alia menahan sesak yang tiba-tiba datang menghampirinya. Tentu saja ia mengerti maksud dan tujuan dari perkataan Arga barusan. Sebagai penghilang penat dan jenuh, biasanya para pasangan akan keluar rumah di malam Minggu seperti ini. Ternyata Arga salah satunya.

Alia menghela nafas panjang yang terasa sulit untuk ia hembuskan pagi ke udara. Arga berjalan keluar pintu setelah menikmati keterdiaman Alia. Tidak terasa kristal bening itu meluncur lagi ke permukaan pipi gadis manis ini. Alia bahkan memegang dadanya yang terasa sesak. Bagaimana tidak, membiarkan suaminya yang akan bermalam Minggu dengan kekasihnya tanpa bisa ia cegah itu tentu sangat menyakitkan.

"Aku nggak boleh lemah, Mas Arga suamiku dan aku akan berupaya untuk  meraih cinta Mas Arga dari wanita manapun yang ada di dekatnya saat ini,"
tekadnya sembari menghapus air mata di pipinya. Alia bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamarnya.

"Lagian enggak akan berdosa kalau aku menggoda mas Arga, dia itu suamiku, aku udah jadi istrinya dan aku berhak untuk dapatkan cinta dari Mas Arga," gumamnya setelah sampai di kamar.

Ia menatap tumpukan baju yang baru ia beli tadi siang, baju yang hampir menunjukan semua lekuk tubuhnya. Baju dan gaun malam yang sangat terbuka itu ia letakkan di dalam lemarinya. Alia berniat untuk menggunakan baju itu saat ada di rumah dan tentu saja saat ada Arga.

Katakan ia gila, Alia hanya ingin meraih cinta Arga. Pertahanan lelaki pasti akan goyah jika terus menerus diberikan pemandangan yang ia membuat nafasnya tertahan, bukan?
Dan Alia ingin itu semua. Lagian semua yang ia lakukan demi rumah tangganya. Ia tidak akan berdosa karena Arga halal baginya dan ia pun sudah halal bagi Arga.

***

Alia membuka layar jendela kamarnya saat ia rasa hari sudah lumayan siang, dan waktu sudah menunjukkan jam setengah delapan. Itu artinya sinar matahari sudah menerobos masuk melalui celah jendela kamarnya.

Alia menatap pada ranjang. Di sana ada Arga yang masih tertidur pulas menggunakan kaos putih. Selimut menutupi tubuh pria itu sampai batas pinggang. Alia mendekati ranjang dan duduk di samping suaminya itu. Tangannya terulur mengusap pipi Arga, rahang tegas milik pria itu pun ikut ia usap.

"Aku akan tunggu sampai kamu juga merasakan seperti apa yang aku rasakan Mas," ucapnya pelan dengan senyum tipis di bibirnya.

Alia cepat-cepat melepaskan tangannya dari sisi wajah Arga saat pria itu bergerak dan mengerjapkan matanya. Perlahan kedua mata elang itu terbuka.

Arga mengerutkan keningnya melihat Alia yang duduk di sampingnya, sedang apa gadis ini di sini. Biasanya Alia sudah tidak ada di kamar di pagi hari setiap ia bangun tidur. 

pandangannya  mengarah pada jam dinding yang ada di kamarnya. Ia mmenghela nafas dan merubah posisinya menjadi duduk dengan kepala bersandar pada kepala ranjang.

"Ngapain kamu di sini?" tanyanya melirik Alia hanya dengan ekor matanya saja.

"Aku cuma mau bangunin Mas Arga aja kok. Tapi kalau Mas masih mau tidur juga nggak apa-apa mumpung hari Minggu," tutur Alia diiringi senyum manis yang selalu terpatri jika sedang dengan Arga.

"Yaudah Mas, aku keluar dulu mau nyiapin sarapan. Mas maunya sarapan di mana? Di kamar atau di meja makan?" tanya Alia dengan lembut. Arga mendengus tidak suka tapi ada rasa tenang dihatinya setiap Alia yang sabar menghadapi sifatnya.

"Nanti aku turun," jawabnya dengan dingin.

Selanjutnya Arga mengambil handphone miliknya yang ia taruh di sebelah bantalnya. Alia menghela dan melangkah ingin keluar dari kamar tapi ia urungkan mendengar perkataan Arga.

"Kamu keluar kaya gitu?" kata Arga yang membuat Alia menghentikan langkahnya tepat di dekat pintu.

Ia menoleh pada Arga yang ternyata menatap tajam padanya. Alia sampai menahan nafas dipandangi begitu oleh Arga. Alis pria itu terangkat sebelah.

"Mm-Mas ... maksud Mas kaya gimana?" tanyanya terbata.

Dipandangi oleh Arga begitu membuatnya malu sekaligus salah tingkah.

"Baju kamu, enggak sadar kalo ada Pak satpam di depan rumah? Bisa aja nanti dia masuk ke dalam rumah dan liat kamu kaya gitu. Mau pamer tubuh kamu sama semua orang?" ujar Arga.

Secara spontan Alia menatap pada tubuhnya sendiri yang memang memakai pakaian minim. Bibirnya mengulas sedikit senyum mendengar penuturan Arga. Tidak ada nada lembut memang tapi mampu membuat perasaannya sedikit menghangat.

"Pak satpam enggak mungkin masuk ke rumah. Lagian dia enggak ada keperluan di dalam rumah Mas. Udah ah aku mau nyiapin sarapan untuk Mas Arga dulu ya," Alia melanjutkan langkahnya untuk membuka pintu kamar.

Baju model tertutup yang biasa ia gunakan sudah ia berikan pada anak pembantunya, hanya tinggal beberapa saja yang nanti ia gunakan untuk keluar rumah. Alia juga sudah mantap untuk memakai pakaian yang lebih terbuka saat di dalam rumah terlebih di dalam kamar.

"Ganti atau aku yang akan gantikan baju kamu."

Duda Tampan (Tamat)On viuen les histories. Descobreix ara