49. Still with you

27 5 2
                                    

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼

🌼

Happy Reading 😁

Duniaku serasa runtuh detik itu juga, ibu separah ini?

Bahkan rasanya kakiku gak kuat lagi untuk menapak dan menopang tubuhku. Aku bisa saja jatuh kebawah kalau Yeonjun tidak siaga menahan ku.

"Jun, dokter bilang begitu?"

Aku hanya tertunduk, menggigiti kuku jariku demi membuang panik yang semakin menjadi. Untuk melihat gesture Yeonjun saja tidak kuat kalau mengenai jawaban dari pertanyaan ku. Kuharap laki-laki disamping ku keliru, kuharap dia salah dengar atau semoga saja bagian dari guyonan mungkin.

"Kenyataannya aku gak bisa nyembunyiin apapun dari kamu saat dokter ngomong ini bisa aja terjadi karena overdosis obat."

Ayahku saja bertitle seorang Dokter, pada dasarnya dia tidak peduli dan tidak pernah tahu akan sakit yang diderita ibuku. Saat seperti ini benciku kian membesar kala mengingat bagaimana laki-laki yang kuanggap hebat itu berhasil menyembuhkan beberapa pasiennya. Aku bahkan kian muak untuk menyebut ayah lagi kalau begitu caranya.

"Sudah lama?" tanyaku

Yeonjun mengangkat bahunya, "Dokter bilang kamu temui saja dia sendiri. Bukan hak ku untuk tahu sejauh mana penyakit ibumu!"

Aku mengangguk, seketika menoleh saat pintu yang hampir setengah jam sejak kedatanganku tadi masih tertutup kini dibuka oleh seorang dokter pria.

Tentu itu mengingatkan ku pada ayah dan jas kebanggaan nya.

"Keluarga dari Nyonya Lia?"

"Saya!" kataku, merapikan sedikit almamater yang kukenakan berikut tas sandang dipunggung ku.

"Bisa ikut keruangan saya?" tanyanya

"Ya, bisa!" Kalau bukan aku siapa lagi? Aku menatap Yeonjun sejenak, menepuk pelan bahunya.

"Pasti ku jaga!" ucapnya sebelum aku benar-benar pergi mengekori pria paruh baya yang lebih dulu berjalan didepanku.

Yah, agak menyedihkan kalau yang harus mendengarkan penjelasan rumit nan menyakitkan ini adalah seorang gadis SMA labil seperti ku. Ingin rasanya berteriak saja sekalipun pria ini belum membuka konversasi nya denganku. Seharusnya dia tidak perlu bertele-tele bukan dengan menyuruhku mengatur pernafasan selagi dia menegak sebotol air disana.

"Lea anaknya dokter Erlan bukan?"

Ah, namanya. Aku seakan amnesia tiba-tiba kalau disuruh mengingat rupa pemillik nama dengan menyandang gelar dokter itu.

"Ya!" Jawabku tidak ingin panjang lebar.

"Dokter Erlan dipindah tugaskan Minggu lalu ke Bandung. Apa sudah menghubunginya terkait ibumu?"

Bahkan aku tidak tahu kalau sampai dipindah tugaskan. Kupikir hanya sekedar seminar atau liburan panjang dengan selingkuhannya?

"Belum, akan saya lakukan nanti."

Dokter dengan nametag Arfan itu mengangguk. Membuka sebuah map oranye di depan ku. Map yang ternyata isinya formulir kosong.

"Kami butuh tindakan cepat, Mungkin semacam melakukan transplantasi hati. Agar Ibu Lia bisa diselamatkan!"

Ragaku membeku, jiwaku mungkin sudah melambung entah kemana. Belum sedih yang kurasakan, masih tidak terima dan bingung harus apa.

"Lakukan, saya akan menghubungi ayah segera!"

How Feels? || Choi Yeonjun ✓Where stories live. Discover now