(45) Perang Dingin

105 15 10
                                    

Happy reading

please vote if you know how to respect author's work!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


please vote if you know how to respect author's work!

••••

Bagi Azril, antara percaya dan tidak percaya saat melihat kalapnya sang kepala keluarga di rumah ini yang sampai tega menampar pipi kakak perempuannya. Dia tahu, kalau mungkin Ayahnya masih dikuasai oleh amarah ditambah dengan kondisi tubuh dan pikiran yang lelah, lalu begitu pulang ke rumah langsung mendengar sesuatu yang sangat-sangat mengejutkan. Emosinya langsung naik ke permukaan, dan kebetulannya juga sang kakak langsung memberontak tak menurut apa yang diperintahkan.

Walau demikian, Azril sedikit tak membenarkan tindakan enteng Ayahnya yang main tampar pipi kakaknya. Dirinya tak pernah di tampar oleh orang tuanya, tapi hanya dengan melihatnya saja dia tahu bagaimana rasanya. Sakit, jelas. Tapi bukan hanya sakit fisik, dia yakin bahwa hati kecil kakaknya juga ikut sakit. Selama ini kakaknya selalu dimanja oleh Ayah, membuat Azril yakin kalau pasti setelah ini hubungan antara bapak dan anak itu akan sedikit merenggang beberapa waktu ke depan.

Azril tadi sudah mencoba memanggil kakaknya dari luar pintu kamar, tapi yang ia dengar hanya isak tangis kejar dan saat ingin membuka pintu secara paksa, ternyata dikunci dari dalam. Maka dari itu tak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu. Tadi juga sempat ia menguping pembicaraan orang tuanya di kamar mereka, tapi belum ada jalan tengah. Ayahnya masih terlanjur emosi. Menyalahkan Tara karena membohongi keluarga ini, dan menyalahkan kakaknya karena diam-diam menyembunyikan fakta ini. Padahal kalau Ayahnya berbesar hati mau mendengarkan penjelasannya lebih dulu, kakaknya pun sama menjadi korban.

Alhasil, malam ini hanya ada suasana dingin karena orangnya masih pada emosi. Lagi, Azril tak bisa melakukan apapun sehingga dia juga memutuskan untuk masuk ke kamarnya sendiri.

~••~

Ketika pagi tiba pun, suasana rumah masih sama seperti semalam. Tidak ada kehangatan seperti pagi-pagi biasanya. Areta masih terus berada di kamar, Azril juga di kamar, Feira memasak di dapur sendirian, sedangkan Jaehyun duduk di teras rumah sambil ngopi — ini hari Sabtu, jadi dia libur mengajar — toh juga ini tanggal merah karena tanggal dua puluh lima Desember, hari dimana umat kristiani merayakan hari natal.

Baru ketika Feira berseru kalau sarapan sudah siap, satu persatu mulai berdatangan ke ruang makan. Jaehyun jadi yang pertama kali tiba, duduk di kursi yang biasa ia duduki. Disusul Azril, lalu terkahir Areta. Tak ada senyum cerah nan manis seperti sebelum-sebelumnya, yang ada gadis itu menunjukkan wajah tanpa ekspresi, sedikit menyembunyikan wajahnya menggunakan rambut panjangnya yang ia gerai.

Areta duduk di samping Azril, berhadapan dengan sang Bunda. Sarapan pagi kali ini benar-benar hening, awkward banget pokoknya.

Rain In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang