BAB 30

376 37 6
                                    

Bulan-bulan berlanjut. Tahun yang semula terasa berat bagi Jani akan segera berakhir. Bulan Desember datang, itu tanda nya tepat tiga bulan setelah kejadian malam dia diantar Pak Dana, Jani masih melanjutkan pekerjaan nya.

Di temani udara malam di kota Yogyakarta, Jani berhasil menyembuhkan luka nya. Hubungan nya bersama Pak Dana pun mulai dekat, bahkan bisa dikatakan ini adalah hubungan terdekat bersama dengan lawan jenis selama hidup Jani. Tak ada kata cinta atau sayang yang terucap, namun bagi Jani bisa merawat Raras adalah kebahagiaan pada dirinya.

Malam ini masih sama seperti sebelumnya, Jani yang terduduk di dalam sebuah cafe, terlihat menatap langit yang mulai meneteskan peluh nya. Sesekali Jani melihat jam tangan yang melingkar indah di tangan nya. Sambil terus menunggu seseorang yang akan menemui nya.

Sepuluh menit sudah berlalu, namun nampak nya tak ada tanda-tanda orang itu akan datang. Tapi Jani yang merasa harus menyelesaikan semua nya masih tetap menunggu dengan sabar. Menyiapkan hati dan juga mental nya saat ini.

Pintu kafe terbuka, di lihat nya seseorang lelaki berdiri memakai hoodie berwarna hijau tampak menengok ke kanan dan ke kiri. Jani yang menyadari hal itu segera melambaikan tangan ke arah nya. Lelaki itu pun beranjak, berjalan mendekati meja yang sudah Jani pesan.

"Maaf, Jan. Tadi macet disana," Ucap nya sambil menarik kursi di hadapan Jani, bersiap untuk duduk.

"Nggak papa, Dik! Duduk aja." Ucap Jani mempersilahkan Dikta untu duduk di hadapan nya.

Ya hubungan Dikta dan Jani kembali membaik. Namun kali ini hanya dalam lingkaran pertemanan seperti dulu. Bukan lagi memainkan hati apalagi bersama seperti dulu lagi.

Dua bulan lalu Dikta yang merasa menyesal, akhirnya memutuskan untuk menyusul Jani ke Yogyakarta. Maksud hati ingin memperbaiki hubungan dan kembali bersama Jani, namun akhirnya harus menelan kekecewaan. Jani jelas menolak hubungan yang menyakitkan itu. Tak mau mengulang lagi, Jani tahu ending nya akan bagaimana.

"Kehujanan?" Tanya Jani membuka sesi mengobrol malam itu.

"Nggak sih, Jan. Cuman gerimis aja dikit."

Jani mengangguk, sambil mengaduk jus jeruk yang sengaja ia pesan tadi. Setelah itu meminum nya dan bersiap untuk kembali menyelam ke dalam obrolan itu.

"Ada apa ngajak aku ketemu?"

"Kamu nggak mau makan dulu, Jan?" Dikta mencoba basa basi dengan Jani.

"Langsung aja ke inti nya, Dik. Aku ada urusan!" Ucap Jani menolak tawaran itu.

"Sama Mas Dana?"

Jani hanya bungkam tak mau menanggapi pertanyaan itu. Jani memang sudah memaafkan Dikta, namun saat itu Jani sudah berada di level kecewa. Jadi kesalahan Dikta memang di maafkan, tapi tak akan pernah Jani lupakan.

"Gini, Jan. ." Ucap Dikta menggantung sambil mengeluarkan selembar kertas berwarna hijau dari dalam saku Hoddie nya. Dan segera menyerahkan nya ke Jani.

"Apa ini?" Tanya Jani, segera mengambil nya.

"Undangan pernikahan ku dengan Reta, Jan. Minggu depan." Jelas Dikta sambil menatap Jani yang nampak tersenyum sambil membaca nama nya dan Reta yang tercetak di dalam nya.

"Wah, Keren. Gercep juga kamu, Dik." Ucap Jani spontan sambil tertawa membaca nama itu.

"Maaf, Jan!" Gumam Dikta.

Jani menggeleng, "Heh, buat apa minta maaf. Aku bahagia denger nya."

"Maaf sudah menyakiti mu."

ℍ𝕒𝕚, ℙ𝕒𝕜!Where stories live. Discover now