BAB 28

329 40 10
                                    

Kehangatan. Jika dicari arti nya maka orang akan terpikir sesuatu yang hangat. Namun, bahasa tak sedangkal itu. Banyak makna yang akan hadir dari kata kehangatan. Salah satu nya adalah keadaan bahagia. Jika dikaitkan dengan hal lain, maka kata kehangatan begitu luas makna nya. Begitu pun Jani, saat ini dia sedang mencari kehangatan di sebuah keluarga. Arti kata kehangatan bagi nya adalah perlindungan dan kenyamanan saat apapun. Tak banyak yang bisa dia utarakan, hanya kehangatan adalah kunci dari dia yang ingin bertahan hidup.

"Ada lo, Jan. Namanya Lettu Pradana. Adik asuhku satu tingkat, usia nya masih muda lah." Tawar Sargas masih mencoba menggoda Jani dengan memperkenalkan adik asuh nya.

"Nggak, Mas. Jani masih mau karier dulu."

Sargas tertawa, "Mbak mu dulu juga gitu. Eh tahu nya tiga bulan kemudian nikah sama Mas." Jelasnya sambil mengedipkan mata pada sang istri.

Jani yang melihat kemesraan kedua orang itu hanya tertawa. Kebahagiaan bagi diri nya sendiri. Atas apa yang terjadi pada Rasya dulu.

"Kan dulu Mbak Rasya langsung di tembak sama Pak Dokter. Kalau Jani mah masih mau kerja dulu. Cicilan masih banyak!" Ujar Jani mendramatisir alasan nya.

Sargas hanya tersenyum kecut, "Awas aja kalau tiba-tiba nyebar undangan! Mas belum gajian." Canda Sargas yang mengundang gelak tawa sang istri dan Jani disana.

Drtt... Drtt... Drtt...

"Jan, ponsel mu bunyi itu. Ada yang nelfon." Ucap Rasya sambil memberikan ponsel pada Jani yang asik bermain bersama dewa.

"Dari siapa, Mbak?"

"Gak tau nih, nama nya Pak Wardhana Dosen."

Jani seketika bangkit dan menghampiri Rasya, segera diambil ponsel nya. Jantung Jani benar-benar berdebar hingga tak tahu harus bagaimana.

"Ini dia?" Tanya Rasya yang dijawab anggukan Jani.

"Jawab, Jan. Sana!" Suruh Sargas sambil menunjuk ke arah taman belakang rumahnya.

"Oke Mas, Mbak. Jani izin angkat telfon dulu ya. Jangan pacaran aja!" Cetus Jani sambil berlalu meninggalkan keluarga itu untuk menuju taman.

"Halo," Ucap suara yang Jani rindukan satu bulan ini. Jani hanya diam saja, tak mampu menjawab sapaan itu. Namun akhirnya ia tersadar,

"Halo," Jawab Jani dengan suara pelan, nyaris tak terdengar.

"Jani, Ini aku Dana!" Lanjutnya yang semakin membuat Jani bingung, untuk apa sang dosen menghubunginya?

"Oh. Hai, Pak!" Sapa Jani kembali, salah tingkah dan tergagu sendiri dengan pikirannya yang ntah kemana itu.

"Mari kita bertemu!"

Jani terbelalak, hingga kedua bola mata nya nyaris keluar dari tempatnya. Kalimat yang diucapkan Pak Dana sungguh aneh saat itu.

"Jan, Jani. Masih disana?" Sapa Pak Dana dengan panggilan khas. Jani yang termenung, seketika kaget dan panik sendiri. "Ah, Iya Pak. Masih disini."

"Mari kita bertemu!" Ulangnya lagi.

"Sekarang, Pak?" Tanya Jani sambil melihat langit malam yang nampak menghitam. Namun masih terlihat jelas hiasan bintang dan rembulan yang tersenyum diatas sana.

"Iya, Sekarang." Jawab Pak Dana dengan cepat.

"Tapi saya di Yogya, Pak." Ungkap Jani yang merasa terheran dengan ajakan Pak Dana yang diluar nalar itu.

ℍ𝕒𝕚, ℙ𝕒𝕜!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang