20. Survive 3

1.1K 300 93
                                    

'Selalu ada alasan dibalik semua tindakan manusia. Mereka benar-benar licik, pandai mengelabui dan pandai membuat jebakan yang membuat nyawa bisa kembali pada pangkuan Tuhan. Lantas kemudian sebagian mengaku sebab ada alasan yang memang salah namun dibenarkan pihak-pihak terkait. Harusnya biarkan Malaikat maut saja yang jalankan tugasnya. Manusia dan peliknya hidup seorang petinggi, serta dunia yang berbalik dari ikrarnya.'

.
.
.

"Apa yang Hyung rasain saat ini?"

Lino diam, tak menoleh, tak bersua. Wajahnya yang tirus dengan garis wajah yang terlihat sedikit kaku itu hanya pandang pada laut lepas yang mana percikannya hantam batu pinggir pantai, deburan itu sungguh terdengar sangat jelas. Damai yang suram, laut mati tengah malam entah pukul berapa.

"Gue takut mati tanpa ada orang yang tahu."

Jeongin akhirnya menjawab pertanyaannya sendiri, tak ubah pandangannya dari sudut samping wajah Lino yang masih diam tak berikan jawaban.

"Hyung," lagi, panggil yang paling muda menginterupsi Lino seolah tak memikirkan apapun soal pertanyaan itu.

"Hmmm?" Hanya gumam yang diberi. Jeongin menghela nafas, alihkan pandangan sejenak pada laut hitam pancarkan gelapnya dari langit. Entah kemana rembulan malam ini, tak ada gemintang juga yang turut ikut serta seperti malam yang lalu. Kemudian ia menunduk, sembunyikan wajahnya di antara celah lutut sambil rasakan angin membelai tengkuk lehernya terasa dingin buat tubuh meremang.

"Hyung, lo tau gak sih rasanya damai tapi suram. Kaya gini rasanya,"

Jeongin tak tahu sejak kapan pria dewasa disampingnya ini bergerak. Sebab sudah entah berapa lama Lino diam hanya pandang lurus kedepan. Tengkuk lehernya tak lagi dingin, ada rasa hangat ketika ia melihat yang ternyata jaket besar dan tebal kebanggaan dari militer angkatan laut sudah membungkus tubuhnya.

"Nanti sakit." Katanya, saat Jeongin menoleh pada yang lebih tua.

"Jaket lo hilang, kan?" Tanyanya, Jeongin mengangguk.

Ia ingat betul jaketnya itu terlepas sendirinya ketika berusaha mencapai daratan di kedalaman laut, terbawa arus yang sangat kuat dan entah kemana perginya.

"Hyung," Jeongin panggil kembali si tertua kedua dalam ekspedisi militer itu.

"Takut," celah Lino ketika Jeongin ingin kembali berucap.

Jeongin putuskan untuk bungkam, ketika tahu pandangan Lino mengunci kedua matanya seakan menyuruhnya untuk diam.

"Mati tanpa ada yang tahu. Itu yang keluarga gue rasain di tahun 2017. Gak tahu dimana keberadaannya dan bagaimana kejadiannya."

Saat itu Jeongin dapat dengar dengan jelas, ada pemberontakan besar dalam diri Lino yang terhalang kuasa seseorang dalam mencari ketidak adilan hidup. Ia tahu betul bagaimana kerasnya dunia militer, sebab sekali salah hukuman besar menimpa.

Tapi jika petinggi yang salah, siapa yang berani menyalahkan?

Jeongin juga ingat betul, bagaimana Lino mengamuk pada Jendral Kim dulu. Meminta kejelasan dan lisensi pemberian izin untuk lepas landas pada keluarganya saat itu, apapun bentuk dokumen yang memberikan keterangan adanya helikopter yang terbang melewati bermuda.

Tak ada yang menjawab, semua bilang tidak tahu dan tak ada jadwal penerbangan saat itu, sebab ramalan cuaca tak baik untuk pesawat dan helikopter atau transportasi berjenis logam berada dalam ketinggian.

Semua orang tahu. Ayah Lino mengabdi di dunia militer bahkan jauh sebelum Lino ada, Jendral Kim dan Ayah Lino memang sering berselisih meski hanya perihal kecil, namun Ayah Lino selalu mengalah pada akhirnya sebab malas ribut dengan kawannya sendiri.

Bermuda Triangle - StrayKidsWhere stories live. Discover now