[Dua] Keadaan

214 40 0
                                    

Harun Arfiano papah dari Hadit dan Radit sedari tadi menelepon Hadit yang tak kunjung pulang.

"Gimana pah? Diangkat?" Olivia Ricardo mamah Hadit dan Radit yang sedari tadi sangat cemas dengan Hadit.

Anaknya itu baru saja sembuh dari koma yang hampir merenggut nyawanya. Sekarang dia malah tidak bisa dihubungi.

Harun menghela napasnya, "tenang mah, mungkin Hadit di rumah temannya"

"Mamah gak tenang pah, gimana kalau Hadit ikut balapan lagi? Gimana kalau...."

"Sshhh... percaya sama papah ya, Hadit baik-baik aja, pasti" Harun memeluk Olivia dan menepuk-nepuk pelan pundaknya. Harun juga sangat khawatir dengan keadaan Hadit saat ini.

Radit yang berada di lantai atas hanya bisa melihat kedua orangtuanya. Hadit, kembarannya itu sangat membencinya. Berkali-kali Hadit selalu kabur dari rumah. Padahal Radit selalu mengkhawatirkannya dan mau berbagi perasaan dan kehangatan yang sama di keluarga ini pada Hadit.

"Harusnya kita jangan menyangkut pautkan apapun tentang Radit ke Hadit. Ini salah mamah, harusnya mamah bisa memperhatikan kedua anak kita"

"Nggak ada yang benar dan salah, kita hanya kurang jujur sama anak kita. Biarkan keadaan seperti ini dulu, biar Hadit mengerti. Mamah inget kan apa kata dokter?"

Olivia mengangguk,"mamah gak mau buat Hadit makin kesulitan, bener kata papah, biarkan keadaan seperti ini dulu"

Radit menghela napasnya lalu masuk ke dalam kamarnya. Jika bisa ditukar, ia ingin seperti Hadit, apapun yang ia peroleh tidak bisa membuatnya bahagia karena Hadit tidak memiliki itu.

Waktu Radit terbatas, ia harus membuat Hadit dan kedua orangtuanya dekat. Ia tidak mau, jika Hadit malah melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.

Radit harus bergerak cepat atau Hadit akan semakin sulit menerima keadaan seperti ini. Ia harus membagikan kebahagiaannya kepada Hadit.

♤♤♤

Pagi-pagi sekali Hadit dengan terpaksa harus pulang ke rumahnya karena satu pesan yang sama sekali tidak ingin ia baca.

R.

| Hadit, sekali ini aja gue minta sama lo pulang, kalau lo gak pulang dan gak ke rumah sama sekali. Gue bakal minta ke mamah sama papah buat pindahin gue ke sekolah lo.

Sial.

Berkali-kali Hadit mengucap kata itu, tidak ada yang tidak mungkin jika Radit yang meminta, dan hal itu tidak akan ia lewatkan.

Hadit dan Radit memang beda sekolah. Itu karena Hadit yang meminta, jika mereka satu sekolah sudah pasti entah guru dan murid yang lain akan membandingkannya dengan Radit. Seperti halnya kedua orangtuanya yang selalu membandingkannya dengan Radit.

Hadit turun dari motornya dan masuk ke dalam rumah. Orang pertama yang akan ia temui adalah Radit. Hadit membuka kasar kamar Radit yang berada di lantai dua. Ia melihat Radit yang sedang duduk menghadap jendela, rapih dengan seragam sekolah yang ia kenakan.

"Akhirnya lo pulang Hadit" Radit membalikkan badannya dan tersenyum lembut kearah Hadit.

Hadit muak dengan semua hal tentang Radit dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

"Gue tekenin lagi, mau lo apa dari gue? Gak cukup lo ngambil semuanya? Sekarang apa yang lo rencanain"

"Gak ada" Radit berdiri dan menghampiri kembarannya, "Hadit, gue mau lo bahagia. Gue gak mau lo terus kayak gini, gue tau lo kehilangan ingatan lo. Mungkin itu hal yang baik buat lo, dan mungkin ini adalah waktunya lo bahagia"

Hilang || HARUTO (Short story) [END]Where stories live. Discover now