#11 - Contradiction

Mulai dari awal
                                    

Sonya yang mendengarkan penuturan Melodi tersebut lantas tersenyum simpul sambil mengangguk pelan. "You're right. We have to create a big history there, the biggest one! Setidaknya, Mr. Charles sama Mrs. Helena nggak harus tutup muka kalau-kalau gue ngide jadi street dancer dadakan di New York."

Tawa Melodi dan Sonya pecah seketika, seiring dengan binar harap dan semangat yang terpancar pada kedua pasang netra tersebut.

"Ah! Because it's almost christmas, how about we make a wish right now?"

"A wish?" tanya Sonya heran karena Melodi tiba-tiba beranjak dari duduknya dan kembali beberapa saat kemudian dengan sepotong kue serta sebatang lilin yang tertancap di atasnya.

"I know it sounds childish for us, but—"

"You want Santa to come and help us?" Sonya menyela sambil berusaha dengan keras untuk menahan tawanya.

Melodi mengangguk antusias sebagai validasi dari pertanyaan Sonya sebelumya. "And more than that, I hope we can always perform perfectly and get many good opportunities in the future."

Seiring dengan cahaya lilin yang padam akibat tiupan pelan dari keduanya, beragam harapan yang menggantung dalam benak Melodi maupun Sonya semakin terpatri pada setiap detik yang terus bergulir. Mereka tidak pernah sekali pun melewatkan jadwal latihan yang telah ditentukan. Bahkan, Melodi dan Sonya memilih untuk berlatih bersama ketika mereka memiliki waktu luang. Antusiasme yang menyelimuti kedua gadis itu benar-benar membuat semangat mereka semakin berkobar di kala lelah datang menghampiri.

Namun, tidak semua harapan dapat terkabul begitu saja. Ketika masa-masa sulit itu akhirnya meledak bagaikan bom waktu, keputusan impulsif yang tidak pernah Melodi kira sebelumnya pun datang begitu saja hingga menghancurkan kepercayaan yang telah saling mengikat pada diri Melodi dan Sonya.

"I can't do this anymore," ungkap Melodi pada suatu malam yang dingin, di antara suara hujan yang menderas dan percikan air yang membasahi sepatu mereka.

"What do you mean?" tanya Sonya tidak mengerti. Suasana tempat kursus yang telah sepi membuat percakapan mereka semakin terasa menekan. Penantian terhadap mobil jemputan yang biasanya mereka isi dengan diskusi terkait materi latihan pun kini berubah menjadi momentum yang benar-benar ingin segera Melodi tinggalkan.

Genggaman Melodi pada pegangan violin case di tangan kanannya semakin mengerat. Gadis itu berkali-kali menarik napas dalam. Lagu Ah Vous Dirai-je Maman yang mereka mainkan pada sesi latihan beberapa saat yang lalu masih terngiang jelas dalam benak Melodi, dan hal tersebut menjadikan pikirannya semakin terasa penuh bersamaan dengan seluruh seruan bernada tinggi yang sering Melodi dengar akhir-akhir ini.

"Melodi?" tanya Sonya sekali lagi. Sorot mata sahabatnya itu tampak menuntut sehingga mau tidak mau Melodi kembali menaruh atensi pada gadis itu.

"I wanna tell you something ...." Melodi kembali menghela napas dalam. "Well, you can mad and blame me after you hear what I'm gonna say."

"Just say it right know," ujar Sonya tegas dan terdengar sedikit menuntut.

Dengan mengumpulkan keberanian yang masih sedikit tersisa, Melodi mencoba menjelaskan seraya menatap tepat kedua netra milik Sonya.

"I think ... I'm gonna stop playing my violin—no, I mean ... I've decided to stop playing my violin from now."

"WHAT?!" Kedua bola mata Sonya membulat akibat pernyataan yang baru saja ia dengar. "Wait ... why so sudden?!"

"You know the reason as well."

"Are you crazy?! How do I know if you never told me before?!"

Melodi Dua Dimensi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang