#11 - Contradiction

151 41 79
                                    

Bagi sebagian besar musisi, dapat tampil di Carnegie Hall adalah salah satu mimpi yang ingin diwujudkan paling tidak sekali seumur hidup. Bergaya arsitektur Renaisans dengan struktur ruang akustik yang sangat luar biasa, Carnegie Hall seolah memiliki kekuatan magis yang mampu menyalurkan resonansi beremosi kepada para penonton yang hadir di sana. Sekalipun usianya telah melewati satu abad, gedung pertunjukan yang terletak di Midtown Manhattan tersebut masih saja menjadi salah satu gedung pertunjukan paling prestisius yang dimiliki Kota New York hingga generasi saat ini.

Melodi masih ingat dengan jelas bagaimana euforia yang ia rasakan ketika pertama kali mendengar kabar bahwa dirinya diberikan kesempatan untuk tampil di Carnegie Hall enam tahun lalu. Antusiasme yang berkobar saat itu tentu bukanlah tanpa alasan. Dapat berdiri di atas panggung megah bersama musisi-musisi lain yang sudah lebih dulu mendunia tentu merupakan suatu kesempatan yang tidak mungkin Melodi sia-siakan—meski itu artinya intensitas waktu latihan yang harus Melodi jalani menjadi lebih padat daripada hari-hari biasanya.

"Lo mau pakai dress warna pink atau ocean blue?"

Melodi yang tengah asyik menghias pohon natal di kamarnya hanya menjawab sekenanya tanpa menatap langsung lawan bicaranya. "Prefer warna coklat, sih."

Sonya yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya lantas memutar kedua matanya dengan malas. "Oh, please ... are you sure, Melodi? It's a spring concert! Better you wear brighter color than your fuckin-brown-dress."

"Hm ... okay, then. If you say so ..." Melodi melanjutkan sambil mengedikkan bahu. "... I'll choose the beige one."

Tatapan tajam dan juga ketiadaan respon dari Sonya akhirnya membuat Melodi meletakkan seluruh atensinya sejenak pada gadis yang kini tengah melipat kedua tangannya di depan dada.

"What? You said I should wear brighter dress, right? Beige is a bright color too."

"But not in the brown category—OH COME ON!!! Don't you understand what I mean???"

Melodi tergelak seketika. "Alright ... I do understand. Gue ngikut lo aja lah."

"Ck ... males banget punya partner kayak elo."

"Ya ya ya, terserah. Tapi saran gue, lebih baik kita fokus dulu sama christmas concert minggu depan. Masalah dress apa yang bakal kita pakai buat spring concert di Carnegie Hall bisa kita pikirin lagi nanti."

Dengan sedikit menggerutu, Sonya beranjak mendekati Melodi dan ikut memasang miniatur manusia salju pada replika pohon cemara yang telah dipenuhi oleh beragam hiasan dengan berbagai bentuk dan warna.

"Lo kok kayaknya santai banget sih, Mel?" tanya Sonya seraya membantu Melodi melilitkan lampu LED di antara dahan-dahan pohon cemara.

Melodi melirik Sonya sekilas. "Emang gue harusnya gimana? Teriak-teriak kayak orang sinting sambil guling-guling di lantai, gitu?"

"Nah nah, emang harusnya begitu."

"Dih. Urat malu gue masih utuh, ya. Nggak kayak lo yang bisa-bisanya joget-joget nggak jelas padahal masih ada Mr. Charles sama Mrs. Helena di ruang latihan kemarin."

"Well, it's not a sin, tho? For God's sake ... it's our first ever international concert that we'll attend as duo, Melodi! Gimana gue nggak excited banget coba???"

Melodi hanya dapat mengembuskan napas pelan. Gadis itu masih memusatkan atensinya pada pohon natal yang kini hampir selesai ia hias.

"Gue juga excited banget kayak lo, kok." Melodi meletakkan hiasan bintang pada puncak pohon cemara. Lantas setelah pohon natal tersebut benar-benar selesai ia hias dan pendar warna-warni dari lampu LED telah menyala, Melodi duduk berhadapan dengan Sonya yang kini sedang bermain-main dengan boneka beruang miliknya seraya melanjutkan perkataannya. "But you need to remember, Sonya. The way we perform on the stage is more important than the excitement itself. So, it means that we need to work harder than before, right?"

Melodi Dua Dimensi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang