2 - Zathrian

2.8K 237 7
                                    

Dua belas tahun lalu.

Ini hari pertama Camry berkuliah. Juga hari pertama ia sebenarnya akan pergi ke sekolah, bertemu orang-orang baru, dan mulai bergaul dengan teman-teman sebayanya. Camry takut.  Selama 18 tahun hidupnya, ia tak pernah bersekolah di sekolah umum. Ayahnya, Lucas, selau mengirim guru privat ke rumah mereka dan mengajarnya di sana. Camry tak pernah punya teman.

Mobil yang ditumpangi Camry sudah berhenti selama beberapa saat tepat di depan tangga kampus. Namun, Camry masih duduk di dalam dan menontoni mahasiswa-mahasiswa di sana yang tampak memiliki banyak teman. Camry tidak terlalu yakin bahwa ini adalah apa yang ia mau. Mungkin Lucas benar, seharusnya Camry melanjutkan kuliahnya dari rumah saja seperti hari-hari sekolah yang telah ia lalui. Mungkin seharusnya ia mendengarkan kata sang ayah dan membiarkan mimpinya untuk berkuliah di kampus terbaik ini lumpuh begitu saja. Tapi sekarang sudah terlambat. Ia harus menghadapi hari pertamanya, setidaknya.

Menarik napas dalam, Camry membuka pintu mobilnya dan menginjakkan kakinya di kampus tersebut.

Baiklah, detik pertama tidak begitu buruk. Belum ada hal aneh yang terjadi. Ini awal yang bagus, pikir Camry.

Camry berjalan menunduk memasuki gedung kampus, sembari membawa sebuah tas berisi beberapa buku dan sebuah laptop di genggamannya.

Halaman kampus tampak mulai ramai saat lonceng besar berbunyi. Sementara ratusan gerombolan mahasiswa buru-buru masuk dan menuju kelas mereka masing-masing, Camry hanya terpaku takut di tengah lobi utama. Ia bingung, tak tahu harus pergi ke mana.

Tak sampai semenit lobi itu sudah kosong. Suara-suara riuh yang tadi mengelilinginya menghilang. Digantikan kesunyian gedung kampus tua dari abad sebelumnya.

Baru saja Camry akan melangkahkan kakinya, mencoba untuk mencari kelas yang memiliki namanya, sebuah langkah kaki menghentikan aktivitas Camry. Suara langkah kaki yang terdengar tergesa-gesa. Langkah-langkah lebar, hingga bayangan seorang pria tinggi menjulang terlihat di lantai marmer pijakan kaki Camry.

BRUK!

Pria tinggi itu menabrak Camry hingga gadis belia tersebut terjatuh. Lututnya terasa sakit. Buku-buku pun keluar dari tas yang tadi ia genggam. "Aduh..," rintih Camry, melihat lututnya yang sudah memerah dari benturan tadi.

Pria tadi tidak melanjutkan langkahnya. Ia berhenti dan berlutut di depan Camry. Tiba-tiba saja tangannya menarik rok pendek yang Camry kenakan.

"Hey! Jangan kurang ajar-," Camry hendak memprotes.

"Rokmu tersingkap. Aku lihat dalamanmu warna merah muda," ujar pria itu.

Camry membulatkan matanya. Pria ini, benar-benar blak-blakan dan tidak tahu malu!

"Kau baik-baik saja?" tanya suara itu lagi.

Camry mengernyit marah, ia memberanikan diri untuk mendongak dan menatap mata si pemilik suara.

Gila. Pria ini tampan sekali! batin Camry.

Mata ketemu mata, raut marah di wajah Camry menghilang, digantikan sebuah sorotan pandang yang melembut. Mata pria ini begitu indah. Pandangannya begitu teduh dan menenangkan. Rasanya Camry bisa saja menatapnya seharian tanpa melakukan hal lain.

"Hei."

Camry mengedip. Ia menganggukkan kepalanya. "Aku baik-baik saja."

Pria itu melirik lututnya yang merah. Lalu pandangannya jatuh pada buku-buku Camry yang berserakan, juga pada laptop gadis itu yang tampaknya sudah patah. Kemudian pria itu kembali menatap Camry. "Siapa namamu, anak baru?"

"Camry."

"Nama lengkap."

"Camry Lennox."

Pria itu mengangkat alisnya sedikit. "Lennox. Lucas Lennox?"

Camry mengangguk lagi.

"Baiklah. Kau butuh bantuan menemukan kelasmu?"

Camry menunjukkan secarik kertas yang di mana di situ tertera namanya dan nama dosen pengajarnya.

Lelaki itu mengangguk-angguk kecil. Ia lalu berdiri. Sementara Camry hanya bisa menganga melihat menjulangnya tinggi pria itu.

"Kelasmu pintu pertama lorong ini," ujar si pria sembari menunjuk ke arah lorong di samping mereka.

Camry mengangguk dan buru-buru berdiri setelah memperbaiki letak buku dan laptopnya yang rusak. Ia tidak terlalu memedulikan rasa sakit di lututnya, ia harus segera ke kelas atau namanya akan jelek di hari pertama.

"Terima kasih... um.."

"Zathrian. Namaku Zathrian Balthair."

"Terima kasih Zathrian."

Camry berbalik badan dan dengan langkah yang agak sedikit pincang, ia segera berlari kecil ke pintu kelasnya. Ia tak menoleh sama sekali pada Zathrian. Ia tak tahu pandangan mata pria itu berbinar saat dirinya memperhatikan Camry dari belakang.

———

Lucas tersenyum tipis saat melihat anaknya sudah kembali dari hari pertamanya kuliah di tempat umum. "Bagaimana hari pertama di kampus?" tanyanya pada Camry yang baru saja memasukki pintu rumah megah mereka.

Camry menunjukkan laptopnya yang patah pada sang ayah. "Aku tidak sengaja menjatuhkannya."

Lucas mengeluarkan ponselnya dan tampak menghubungi seseorang. "Dad akan membelikan yang baru sekarang juga. Apa kau memiliki teman baru?"

"Tidak juga. Semua orang tampak sibuk dengan diri mereka masing-masing," jawab Camry lesu. Gadis itu lalu duduk di sofa dan melihat lututnya yang sudah membiru. Ia meringis kecil, namun suaranya tetap terdengar sang ayah.

"Kenapa dengan lututmu?"

"Tadi jatuh. Tidak apa-apa kok, Dad. Tidak terlalu sakit. Lusa juga sudah sembuh dan hilang memarnya," ujar Camry berusaha membuat sang ayah tidak khawatir.

Lucas mengangguk. "Kalau tambah sakit, bilang pada Dad. Kita bawa ke rumah sakit untuk melakukan rontgen, atau mungkin operasi kecil—"

Camry tertawa. "Dad, ini hanya jatuh kecil. Jangan lebay."

Ayah tunggal itu mendengus. "Kamu adalah harta paling berharga Dad. Dad sudah berjanji pada mendiang ibumu untuk selalu menjagamu dan melindungimu. Oleh sebab itu, Dad harus selalu memastikan kamu aman. Semua teman-temanmu, Dad harus mengenali mereka luar dalam. Dan ingat—"

"Tidak boleh ada lelaki. Aku mengerti, Dad. Terima kasih sudah menjagaku begitu baik. Aku janji tidak akan melanggar aturan dan menjaga diriku sendiri untuk Dad dan Mom di sana."

Lucas tersenyum. "Bagus. Itu dia Camry Lennox-ku. Tugasmu sekarang hanyalah untuk kuliah, kuliah dan kuliah. Masa depan perusahaan kita akan berada di dalam tanganmu. Kamu tidak akan mengecewakan Mom kan?"

"Tentu saja tidak."

"Bagus sekali. Gadis Lennox yang baik."

Camry hanya tersenyum tipis sepeninggalan ayahnya. Ia sangat menyayangi Lucas. Hanya Lucas yang ia punya di dunia ini. Ibunya meninggal dunia saat melahirkannya. Sejak itulah Lucas yang membesarkannya.

Lucas ayahnya adalah pria yang tegas, namun juga lembut. Sementara Camry adalah gadis yang penurut. Tak satupun perintah Lucas pernah ia langgar.

Tapi hari ini rasanya berbeda. Semenjak ia bertemu dengan pria bermata indah itu. Zathrian Balthair. Pikiran gilanya mulai memunculkan gambaran-gambaran indah tentang kebersamaan mereka yang sangat tidak mungkin.

TamedOù les histoires vivent. Découvrez maintenant