Cigarette

293 46 1
                                    

Rory melahap eskrim dengan cepat. Rasa sakit tiba tiba menusuk di kepalanya. Ia mengaduh sambil memegangi kepalanya. Kemudian Rory buru buru menutup cup eskrim itu saat mendengar Archie menuruni tangga. Ia juga dengan segera menjilat sisa eskrim yang ada di sendoknya.

"Bukan kah itu eskrimku?" tanya Archie dengan dahi berkerut.

"Ini punyaku" Rory cepat cepat mengelak.

"Lantas kenapa kau buru buru berhenti saat aku turun. Lagipula, punyamu sudah kau habiskan tadi siang bukan?" Archie memprotes adiknya.

"Maaf Archie, tapi aku masih ingin" kata Rory yang akhirnya mengaku.

"Ada apa?" tanya ibu seraya muncul dari ruang tengah sambil mengenakan mantelnya.

"Rory makan makananku tanpa izin, lagi" kata Archie sambil mengangkat kedua alisnya.

Ibu menatap Rory dengan kepala sedikit miring. Ia terlihat seperti menunggu Rory menjelaskan alasan perbuatannya. "Rory, i told you right?" ibu mengangkat kedua alisnya.

"Tapi Archie kan kakak, harusnya mengalah kan? Lagipula aku hanya minta sedikit" kata Rory membela dirinya.

"Tapi itu bukan punyamu kan?" kata ibu lagi.

"Aku bisa saja memberimu semuanya jika kau tanya lebih dulu. Tapi karena kau mencuri, jangan harap" Archie berkata ketus sambil mencomot eskrim dan sendok yang ada di atas meja makan.

"Maaf Archie" Rory berseru pada Archie.

"Yeaa, lupakan saja" kata Archie mengangkat kedua alisnya dengan cepat. Kemudian berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

"Apa menurut ibu dia masih kesal?" tanya Rory pada ibunya.

"Ibu rasa tidak, dia tidak pernah kesal lama lama" kata ibu sambil tersenyum.

"Ibu tidak akan lama kan?" Rory bertanya pada ibunya.

"Tentu tidak, ibu hanya akan sebentar di rumah Teddy" kata ibu seraya berjalan menuju pintu.

Rory membiarkan ibunya pergi. Ia berjalan menghampiri ayahnya yang sedang melukis di ruang tengah. Kemudian menatap lukisan itu lamat lamat. Bergaya seperti orang pemerhati seni.

"Bagaimana menurutmu?" tanya ayah sambil merangkul tubuh Rory agar lebih dekat.

"Menurutku, aku bisa melakukan yang lebih bagus dari ini" Rory bersidekap, menyepelekan ayahnya.

"Oh, benarkah?" ayah mengangkat kedua alisnya sambil tertawa kecil.

"Yah, kenapa tidak jadi seniman saja? Lebih menyenangkan dari pada menjadi auror bukan?" Rory bertanya sok tahu sambil duduk di sebelah ayah.

"Kau tahu, menangkap penjahat juga tak kalah seru. Itu salah satu cara mendapatkan keadilan" kata ayah sambil melanjutkan sapuan kuasnya.

"Tapi aku tetap ingin menjadi seniman nanti" Rory menyandarkan kepalanya ke sofa.

"Yaa, jika itu yang kau mau" kata ayah berusaha menganggap serius ucapan anak delapan tahun itu.

"Namun jika ingin menjadi pelukis yang hebat, kau harus sering berlatih" kata ayah lagi.

"Benar juga, kalau begitu aku akan mengambil buku gambar dan cat airku" Rory memekik bersemangat.

Ia berjalan menuju kamarnya dan mengambil peralatan gambarnya. Kemudian Rory kembali ke ruang tengah. Namun langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara pintu terbuka.

"Apa itu ibu?" ia bertanya dalam benaknya.

Namun terdengar suara batuk batuk seorang pria. Dahi Rory mengernyit, namun ia tetap berjalan ke ruang tengah. Ia melihat sofa yang tadi tempat ayahnya duduk kosong.

MOONSTONE  [ Draco X OC ] (done)Where stories live. Discover now