28. Mimpi buruk

2.4K 184 8
                                    



"Mas Arbi?" 

Dengan mataku aku melihatnya, mereka yang saling tertawa di atas ranjang dengan satu balita ditengah-tengah mereka, seperti keluarga bahagia. Hatiku mencolos saat sesekali Mas Arbi mencium tangan dan dahi Mbak Safira juga balita itu yang aku tak tau siapa dia.

Mereka menoleh padaku yang masih berada di ambang pintu, bimbang antara masuk atau berhenti tapi apa yang aku takutkan? Mas Arbi adalah suamiku dan aku berhak untuk marah.

Mbak Safira berdecak. "Sayang, kamu urus dia gih aku malas berurusan dengannya, cepetan ih anak kita mau tidur kayaknya."

Mas Arbi terlihat mengangguk dia kembali mencium dahi balita itu juga bibir Mbak Safira, yang dibalas lumatan oleh Mbak Safira, emosiku hadir saat itu juga.

"Mas!" Dia terlihat menoleh tajam padaku, saat suaraku berhasil membuat balita itu menangis Mbak Safira juga menoleh tajam dan dia segera menenangkan balita itu agar tenang.

Sedangkan Mas Arbi berjalan ke arah ku dengan wajahnya yang terlihat marah, apa aku salah? Aku terkesiap saat Mas Arbi mengenggam tanganku kuat ah tidak lebih tepatnya mencengkram dan membawaku keluar kamar itu.

Bruk!

"Kamu gila hah?! Gara-gara suaramu anakku terbangun!"

Aku terkejut dengan tiga hal, pertama Mas Arbi menghempaskan tubuhku ke lantai hingga terjatuh, kedua karena bentakannya yang keras dan yang ketiga adalah ... Saat dia bilang anak, maksudnya apa?

"Apa maksud kamu mas?"

Air mataku sudah turun, rasa sakit dibadan juga dihati melihat Mas Arbi yang seperti orang asing bagiku, tatapannya yang seakan menyerat kebencian amat dalam padaku.

"Kamu tuli? Saya bilang KAMU MENGANGGU TIDUR ANAKKU!"

"Dia bukan anak kita Mas!" Ku balas berteriak, tak peduli satu rumah ini dengar, tak peduli bila di cap kurang sopan di rumah mertua, dan tak peduli kalau didepanku ini adalah suamiku.

"Yang bilang anakmu siapa? Dia anakku juga Mas Arbi, iya 'kan sayang?"

Mbak Safira keluar kamar dan lansung memeluk lengan Mas Arbi manja, yang tadinya tatapan Mas Arbi tajam padaku berubah lembut saat melihat ke arah Mbak Safira, tatapan itu menyirat sejuta cinta ala Mas Arbi dengan tatapan itu semua orang bisa percaya bila lelaki itu sangat mencintaimu, tatapan yang biasanya tertuju padaku tapi kenapa sekarang berubah?

"Kamu ngak lupa 'kan kalau kamu itu mandul? Mas Arbi itu pengen punya anak dan dipanggil Ayah, sedangkan kamu—?" Mbak Safira berhenti sambil menatap remeh padaku.

"Tidak bisa memenuhi itu! Saya muak dan tersiksa menikah dengamu yang tak kunjung hamil, tingkahmu yang kadang kekanak-kanakan membuat saya jengah dan ingin menjauh! Mulai saat ini saya talak kamu!"

"Hahh!"

Itu mimpi 'kan? Kenapa terasa nyata? Ku meraup wajah yang basah akan keringat, tidak itu hanya mimpi, iya mimpi yang mengerikan!

Kalimat istigfar keluar dari bibirku dengan nafas yang tak beraturan, dadaku sakit karena terkejut dan jantung yang berdetak dua kali lipat, keringat pun sudah ada di mana-mana padahal malam ini cukup dingin.

Kepalaku menoleh pada di sisi ranjang di mana ada Mas Arbi yang tidur dengan kalem-nya, rasanya aku ingin menangis kencang mengingat mimpi itu lagi, tatapannya, bentakannya juga perlakuan kasarnya. Aku ketakutan, takut mimpi itu jadi nyata dan Mas Arbi benar-benar ... Akh! Aku tidak bisa membayangkannya! Mentalku terlalu lema hingga tak sadar mulai menangis.

Untukmu ImamkuWhere stories live. Discover now