Episode Empat belas

Mulai dari awal
                                    

Tidak butuh waktu lama Elena mengangkat panggilan Aksa.

"Morning, Dear ...!!" sapa Elena dengan begitu manis yang membuat Aksa mendecih. "Apa kamu mulai merindukanku? Apa kamu menghubungiku untuk memohon agar berita yang semakin menyebar itu di hapus?" ucapan Elena yang membuat Aksa semakin jijik akan perempuan itu.

Aksa menghela napas kasar. "Tidak akan pernah. Kita lihat berita siapa yang paling cepat menyebar. Kamu, atau aku! Dan asal kamu ingat! Seorang Aksa Tyaga tidak akan pernah mengemis pada orang sepertimu!" Cetusnya yang langsung memutuskan panggilan begitu saja.

Aksa sepertinya terbiasa memutuskan panggilan secara sepihak. Di satu sisi Elena membanting ponselnya karena kesal.

Wanita itu memang tergila-gila akan sosok Aksa. Lelaki yang sejak sepuluh tahun lalu di cintai oleh Elena. Lelaki yang sudah jadi incarannya selama di bangku sekolah menengah atas.

Tidak mudah untuk Elena menaklukan sosok Aksa. Lelaki yang berhati dingin dan sulit untuk di mengerti.

Pintu kamar Aksa kembali diketuk oleh pelayan. Dia mengiyakan ucapan pelayan tersebut untuk segera menghadap sang Nenek.

Lelaki tampan itu berjalan mengarah meja makan. Sekilas tatapannya mengarah ke arah Nadira. Namun sikapnya tetap datar dan dingin. Dia seakan tidak mengingat apa yang telah terjadi semalam.

Pagi ini Aksa begitu bersikap manis pada neneknya, meski pikirannya sedang merasakan kalang kabut.

Beda halnya dengan Nyonya Sovia yang bersikap tak seperti biasnya.

Aksa menoleh sekeliling, dirinya baru menyadari kalau ada keanehan yang terjadi pagi ini. "Kenapa semua orang ada di sini? Apa ada hal yang penting?" tatap Aksa pada sang Nenek.

"Aksa! Kamu itu pura-pura tidak tahu atau memang kamu tidak mau tau dengan apa yang telah terjadi!" seru Nyonya Sovia yang membuat Aksa menaikan sebelah alisnya tak mengerti.

"Semua berita saat ini sedang membicarakan dirimu. Apa semua itu benar adanya, kalau kamu itu pecinta sesama jenis? Jawab jujur Aksa?" tanya Nyonya Sovia meninggikan suaranya dan membuat orang sekeliling terdiam dengan wajah sedikit di tekuk.

"Apa kau percaya dengan semua berita itu? Bukankah aku ini, Cucu-mu?" Aksa yang malah bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan sang Nenek.

"Kalau begitu ... menikahlah secepatnya. Saya tidak ingin rumor ini merusak citra perusahaan."

Aksa menghela napas kasar dan menggelengkan kepalanya pelan. Lelaki itu tak pernah menyangka kalau sang Nenek bisa bicara dan menyuruhnya seperti itu.

Dengan wajah kecewa Aksa mencoba beranjak dari duduknya dan pergi  begitu saja. Baru tiga langkah Aksa berjalan. Nyonya Sovia kembali bicara.

"Kamu akan saya nikahkan dengan Nadira. Itu pilihan saya yang tak bisa ditentang!"

Perkataan nyonya besar tersebut sontak membuat semua mata tersentak dan dibulatkan. Begitu juga dengan Nadira dan aksa yang jauh lebih terkejut dengan apa yang dilontarkan Nyonya Sovia.

Aksa menghentikan langkahnya sejenak sebelum akhirnya nyonya Sovia kembali mengulang ucapannya dan membuat Aksa menoleh ke arahnya.

"Keputusan yang sudah bulat tidak bisa diganggu gugat. Saya akan menikahkan kalian berdua!"

Aksa mendengus singkat dan acuh. Lelaki itu benar-benar tak menggubris ucapan neneknya dan memilih kembali ke dalam kamarnya.

"Nadira ...! Bagaimana denganmu?" tanya Nyonya Sovia penuh pengharapan.

"Saya tidak bisa Nyonya, maaf. Satu lagi, saya juga harus pergi dari rumah ini!" Nadira beranjak dan pergi begitu saja.

Gadis cantik itu sebenarnya tidak tega saat melihat wanita yang ada di hadapannya memohon, dan menampakan wajah memelas. Tapi dirinya juga tidak mau mengorbankan hidupnya demi lelaki seperti Aksa.

Berpindah pada kamar Nadira. Gadis cantik itu mengemas seluruh pakaiannya ke dalam tas, kecuali pakaian yang diberikan Nyonya Sovia yang dia biarkan menggantung begitu saja di dalam lemari.

Nyonya Sovia datang menghampiri Nadira yang sedang sibuk berkemas. Mencoba mencegah dan memohon pada gadis itu untuk tetap tinggal di mensionnya.

"Apa kamu tidak kasihan melihat nenek tua ini!" ungkapnya yang membuat Nadira terus diam tanpa jawaban.

"Saya ingin kamu menikah dengan cucu saya, Aksa. Saya mohon, Nadira!" pinta Nyonya terus membujuk gadis cantik itu.

Nadira tetap bersikukuh menolak permintaan wanita sepuh itu dan terus mengemas barang  miliknya. Sampai akhirnya Nyonya Sovia menarik pergelangan tangan Nadira.

"Bisakah kamu mendengar perkataanku terlebih dahulu. Aku ingin cucu ku menikah dengan orang yang tepat. Dan orangnya itu kamu. Saya jatuh cinta akan ketulusan dan kebaikanmu, dan saya yakin kelak Aksa akan merasakan itu," pungkas nyonya Sovia.

"Kenapa seperti itu, Nyonya? Anda jadi orang egois jika terus memaksaku seperti ini, yang hanya memikirkan kepentingan pribadi. Lalu bagaimana dengan saya, perasaan, bahkan kebahagiaan saya? Apa itu tidak penting. Dan bagaimana dengan cucu anda? Saya yakin dia juga akan menolaknya, sama seperti saya menolak permintaan, Nyonya!"

Wanita paruh baya itu terdiam, tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata, dia hanya menatap wajah Nadira yang memendam kekecewaan terhadapnya.

"Tadinya pagi ini saya berencana untuk ke luar dari rumah ini dengan cara baik-baik. Tapi sepertinya baik saja tidak cukup. Bahkan sampai sekarang anda hanya diam menatap saya. Mulai detik ini nyonya tidak perlu khawatir dengan hidup saya, setelah ke luar dari rumah ini saya akan kembali membuka toko bunga. Tolong jangan pernah datangi saya kembali."

"Nadira sekali lagi saya mohon. Saya punya alasan untuk semua ini. Menikahkan dengan cucu saya!"

Nadira menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. "Alasan? Alasan seperti apa yang dimaksud, saya rasa ini bukan jalan ke luar yang baik. Setiap permasalahan pasti ada jalan ke luarnya. Dan Saya juga yakin cucu anda bisa memiliki wanita yang lebih pantas dan sepadan."

"Kamu benar, tapi jalan satu-satunya yang saya inginkan adalah menikahkan Aksa denganmu."

Nadira diam saat menatap wajah nyonya Sovia. Sebelum akhirnya  suara langkah kaki mendekat ke arah mereka berdua dan berkata.

"Saya mau menikah dengamu," sela cowo berhati dingin yang membuat Nadira dan nyonya Sovia menatap ke arahnya seketika.

🌵🌵🌵🌵🌵

Hati, dan perkataan itu sering kali berlawanan arah. Sama seperti perkataan lelaki yang ada di hadapanku saat ini. Aku tidak tau, alasan apa yang membuat dia ingin menikah dengan wanita sepertiku. Karena sebelumnya aku tau betul, lelaki itu tidak menyukai keberadaanku. Tapi, dengan dia bicara ingin menikah denganku, itu berarti dia menahan langkah kaki ku untuk tetap tinggal di sini.
Suara hati Nadira.

SHE IS MY WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang